31.7 C
Jakarta

Informasi Bohong: Apa, mengapa, dan bagaimana mengatasinya

Baca Juga:

Oleh Dr Mas’ud HMN

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammmadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta

 

Berita bohong pada dasarnya ada dua kriteria, alkizbul fasiq dan berita alkizbul halal. Dua tipe merupakan berita bohong, meskipun beda yang satu alkizbul fasiq dilarang yang satu lagi alkizbul halal dibolehkan. Hanya karena itu berita bohong semakin rumit saja. Pasalnya begitu sulitnya menentukan mana yang benar dan mana informasi yang tak yang benar atau bohong itu. Sehingga ada sikap yang menginginkan memberangus media yang menyiarkan berita tersebut.

Namun demikian, tetap saja berita yang kurang jelas itu berkembang. Memberangus saja tak cukup. Sebabnya, media informasi sangat banyak. Tidak hanya sumber resmi, tapi juga sumber tidak resmi.

Masalahnya kemudian muncul pertanyaan apa dan bagaimana sesungguhnya berita bohong tersebut. Bagaimana antisipasi agar masyarakat dapat terhindar dari kegelisahan akibat berita bohong yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Sesungguhnya, bentuk kebohongan ada 2 bentuk yang (1) masih dibolehkan atau benar (alkizbul halal) dan yang yang tak benar (alkizbul fasiq). Bentuk pertama kalau saja media informasi dengan sadar masih mengikuti aturan dan etika yang berlaku, ini biasa pada dunia diplomsi, dunia pendidikani dan sebagainya. Bentuk yang (2) dengan membawa berita tak benar sengaja melanggar aturan atau etika.

Terhadap yang melanggar, pihak berwenang dapat melarang, memblokir dsbnya. Hanya karena masyrakat masih percaya, lagi pula berjibunnya media sosial itu pihak berrwenang pun kewalahan.

Yang amat mengemuka dan menarik, adalah kasus terbitnya buku Jokowi under cover yang ditulis Bambang Tri Mulyono. Isinya memuat tentang keluarga Presiden Joko Widodo terlibat aliran partai kumunis. Ditambahkan yang bersangkutan menyembunyikan latar belakang kelurganya tersebut, saat dia menjadi Wali Kota Solo dan kemudiaan menjadi calon Presiden dan kini menjadi Presiden.

Terhadap yang bersangkutan sudah ditangkap polisi, karerna isi buku yang ditulis itu, menghina Presiden Jokowi. Menurut Polisi seperti yang dijelaskan Kepala Kepolisian penulisnya tidak menulis berdasarkan data yang benar. Beberapa pihak, termasuk keluarga Presiden, membantah bagian dari isi buku tersebut. Penulisnya Bambang Tri Mulyono diancam pidana. Karena menghina dan menyebarkan kebencian dengasn berita bohong, diproses pengadilan dan sudah divonis bersalah.

Kemudian pada kasus lain adalah kedatangan buruh dari 10 juta orang dari Cina. Ia menjadi tenaga kerja asing, bekerja di perusahaan atau proyek di Indonesia. Ada bekerja pada poyek pembangunan jalan kreta api di bawah program bantuan dari Cina, atau usaha lain. Intinya mereka sudah mengambil alih pada beberapa peluang tenaga kerja asli pribumi Indonesia sendiri.
Jumlah 10 juta tentu bukan sedikit. Informasi ini memng membawa dampak yang serius, yaitu pemerintah tidak memikirkan tenaga kerja dari pribumi sendiri. Malahan memberi peluang kerja itu kepada asing. Muncul rasa kurang senang rakyat kepada pemerintahnya sendiri.

Padahal itu itu tidak sepenuhnya benar. Memang ada tenaga kerja asing termasuk dari Cina. Tetapi 10 juta jumlah yang amat keliru alias salah. Hal itu dibantah oleh Presiden Jokowi. Yang benar 10 juta itu adalah jumlah turis Cina diharapkan datang ke Indonesia, berkaitan dengan kebijakan Bebas Visa.
Tentu saja kalau kedatangan turis, itu adalah positif. Karena akan membawa dampak pada aliran devisa, lantaran turis membelanjakan uangnya selama mereka tinggal di Indonesia. Turis dan tenaga kerja asing sangat berbeda.

Dari dua kasus diatas, soal buku Under Cover Presiden Joko Widodo dan soal 10 juta tenaga kerja asing asal Cina, dapat dikategorikan informasi yang salah. Artinya selain kebenarannya, sumber yang dipakai, juga kandungan isi yang membawa dampak kebencian dan kegelisahan. Pada kasus buku Bambang Tri membawa kebencian terhadap pribadi Presiden, kasus kedua menimbulkan kegelisahan dan negatif pada pemerintah. Secara umum, sikap terhadap penyebaran informasi memang beragam. Susahnya di samping media itu banyak sikap menghadapi tidak kompak. Yaitu ada yang tidak peduli, ada yang menentang dan sikap keras, ada juga yang hati hati.

Beberapa kajian ada yang melihat dari segi yang beragam itu berdasarkan keperluan dan melihat latar belakang informasi itu muncul. Biasanya dalam diurai sebagai beikut: Pertama, landasan metafora klasik. Landasannya pemikiran ini dari ungkapan dikatakan takkan pimping bergerak kalau tak ada tiupan angin. Kalau tak ada berada takkan tempua bersarang rendah. Artinya informasi itu ada sumbernya.
Kedua, landasan tabayyun. Landasannya pada perfektif agama disebut tabayyun, cek dan ricek. Sesuatu berita itu perlu dicek sumbernya, dihubungkan yang terkait. Hingga ada kepastian informasi.
Ketiga, landasan operasi intelijen. Ini berkaitan dalam teori perang informasi. Juga selalu digunakan untuk mengelabui musuh. Berita bohong sering dilansir untuk tujuan tertentu.

Dari tiga uraian diatas dua diantaranya adalah yang dibicarakan oleh masyarakat pada umumnya. Yaitu informasi haruslah berttanggung jawab. Karena itu selau dicari kepastian sumber, faktanya. Harapannya agar tidak bersimpang siur dan merugikan atau menggelisahkan masyrakat. Jadi solusinya melakukan clearance sumber, dan fakta.

Namun pada kategori ketiga, informasi memang dibiarkan atau dengan sengaja. Informasi itu adalah bohong. Berita bohong disebar luaskan. Ini biasa muncul dalam mas perang. Tujuannya untuk mengelabui, menyimpangkan dan membohongi musuh. Dalilnya adalah tell a lie to get truth. Katakanlah kebohongan untuk mendapatkan kebenaran. Sebab ada kalanya kebenaran informasi itu tak mudah didapat. Dimunculkan solusi dengan spekulasi.

Mungkin ada kemiripan dengan perang Amerika terhadap Irak. Yaitu Amerika ragu apakah Irak mampu membuat dan mengembangkan senjata nuklir. Tidak didapat informasi yang jelas, Lalu intelijen Amerika melakukan tell a lie to geth truth. Menyebarkan luaskan informasi bahwa Irak punya kemampuan mengembangkan senjata nuklir. Tell a lie, nyatanya sebuah kebohongan. Dunia terkejut dan mempercayaainya. Padahal bohong. Tapi dengan percayanya dunia, maka Irak diperangi berlabel Irak punya senjata nuklir, dengan tujuan perang untuk membungkem kemampuan nuklirnya. Nyatanya belakangan memang tidak terdapat senjata nuklir Irak. Menyatakan kebohongan untuk mendapat kebenaran sesungguhnya. Irak mampu membuat senjata nuklir. Itu adalah kebohongan yang disengaja.

Tindakan ini membawa sukses pemerintah Amerika untuk memastikan informasi bahwa Irak memang tidak punya senjata nuklir seperti yang diisukan. Artinya kebohongan operasi senyap untuk mendapatkan kebenaran.

Spekulasi itu mejadi model dunia intelijen yang terus berkembang.Seperti dinyatakan oleh William Colby (1920-1996) seorang master intelijen Amerika (CIA) era 80-an, hal itu diperlukan. Katanya, operasi terlarang untuk menjinakkan situasi. Operasi berita bohong, bahkan penangkapan orang tertentu secara spekulatif dilakukan pada era kepemimipinan Willam Colby memenage CIA. Tujuannya untuk menjinakkan situasi,sesuai tujuan yang ingin dicapai.

Terhadap berita bohong tidak mungkin dihapus. Itu menyangkut keyakinan dan kepercayaan. Bisa dibantah, tapi bantahan itu tidak dapat dipercaya pula. Tiap berita mungkin benar, mungkin sekadar isu, atau tidak benar sama sekali. Ditambah kesulitannya bercampur antara yang benar dan salah.
Akhirnya, sebagai catatan berita bohong itu adalah sebuah formula keraguan. Berita semacam itu tidak efektif pada orang yang tidak ragu. Sebaliknya masyarakat yang penuh keraguan dapat dipengaruhi oleh berita bohong tersebut. Kita harus mebangun masyarakat yang saling percaya, masyarakat yang jujur dan bertanggung jawablah yang dapat mengatasi kegelisahan yang ditimbulkan akibat berita bohong. Yaitu bercampurnya berita galau dibawa kalangan alkizbul fasiq.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!