25.6 C
Jakarta

Memaafkan, Sikap Mulia Seorang Mukmin

Baca Juga:

‎“Jadilah Pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,‎
‎ serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”‎
‎ (Q.S. Al-Araf: 199)‎

Salah satu hal yang sulit dilakukan oleh sebagian besar orang adalah ‎memaafkan kesalahan orang lain. Ya, memaafkan adalah sikap mulia yang ‎tidak semua orang mampu melakukannya. Hal ini dikarenakan setiap orang ‎memiliki tingkat ego yang berbeda. Ada yang merasa harga dirinya sangat ‎tinggi, sehingga dia merasa rendah jika memaafkan kesalahan orang lain. Dia ‎menganggap bahwa memaafkan adalah sikap lemah dan hina. Sehingga, dia ‎tetap bersikeras untuk tidak memaafkan kesalahan orang lain.‎

Di sisi lain, ada orang yang menyadari bahwa setiap orang pasti tidak ‎terlepas dari kesalahan, tidak terkecuali dirinya. Dengan kesadaran seperti ‎ini, maka dia bisa memaafkan kesalahan orang lain. ‎

Islam mengajarkan agar kita semua memiliki sifat pemaaf. Karena ‎dengan memaafkan, maka hilanglah rasa dendam dalam diri kita, jiwa menjadi ‎tenang, batin pun tentram. Lebih dari itu, sifat pemaaf akan menjadikan ‎seseorang mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di hadapan Allah.‎

Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah SAW menegaskan, tentang ‎mulianya sikap memaafkan. “Tidaklah Allah Ta’ala menambah kepada seorang ‎hamba karena (pemberian) maafnya kecuali kemuliaan, dan tidaklah pula ‎seseorang bersikap tawadlu kecuali Allah Ta’ala akan meninggikannya.” ‎‎(Riwayat Muslim)‎

Menurut penelitian sejumlah ilmuwan Amerika tentang sikap pemaaf, ‎dibuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat, baik ‎jiwa maupun raganya dibandingkan dengan mereka yang selalu menyimpan ‎bara dendam dalam hatinya. ‎

Dr. Frederic Luskin, yang mendapat gelar Ph.D dalam bidang Konseling ‎dan Kesehatan Psikologi dari Universitas Stanford, dalam bukunya Forgive for ‎Good, menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi ‎kesehatan dan kebahagiaan. ‎

Buku yang merupakan hasil penelitiannya tersebut memaparkan ‎bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran ‎seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, ‎penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang ‎dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri ‎seseorang. Sikap mudah tersinggung, stres, perasaan gelisah, ketidakstabilan ‎jiwa adalah beberapa dampak yang dapat diamati pada diri seseorang yang ‎selalu memendam kemarahan. Kondisi seperti ini, jika dibiarkan berlarut-larut ‎akan membuat seseorang tidak mampu berpikir jernih, serta memperburuk ‎keadaan.‎

Dr. Danial Zainal Abidin dalam bukunya Al-Qur’an for Life Excellence, ‎mengutip sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Herbert Benson terhadap ‎‎1500 orang, ditemukan bahwa kegundahan hati, stres serta penyakit mental ‎jarang terjadi pada mereka yang berpegang teguh pada agama. Beliau ‎menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan oleh agama yang mengajarkan dan ‎menganjurkan kepada para penganutnya untuk saling memaafkan satu sama ‎lain.‎

Dari beberapa keterangan di atas, baik dari sudut pandang agama ‎maupun kajian ilmiah, terlihat jelas bahwa memaafkan, selain merupakan ‎wujud akhlak mulia seseorang yang akan menjadikannya terhormat dan mulia ‎di hadapan Allah dan manusia, juga menjadikan seseorang lebih dapat ‎menikmati hidup. Kesehatan fisik terjaga, ketenangan batin dan kedamaian ‎jiwa terasa, serta kebahagiaan menjadi nyata.

Apalagi yang dibutuhkan ‎seseorang ketika hidup di dunia fana ini, selain kesehatan jasmani dan ruhani ‎yang sempurna? Dunia terasa indah, hidup pun terasa nikmat jika kebutuhan ‎dua aspek penting dalam diri ini, yaitu jasmani dan ruhani terpenuhi. ‎

Ruang Inspirasi, Rabu (26/2/2020).

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!