33 C
Jakarta

Memaksimalkan Fungsi Teknologi untuk Mengajarkan Nilai Luhur Budaya Bangsa di Tengah Larangan Mudik

Baca Juga:

Oleh: Susianty Selaras Ndari )*

MOMENTUM  Idulfitri tahun ini memberikan warna berbeda. Pandemi Covid-19 yang membuahkan kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) di hampir semua wilayah di Indonesia membuat warga urban tak bisa mudik ke kampung halaman. Tradisi pulang kampung untuk bersilaturahmi dengan sanak saudara pun terpaksa ditiadakan. Atau kalaupun diganti, silaturahmi cukup dilakukan dengan berbicara melalui sambungan telepon, sambungan jarak jauh.

Sejatinya hingar bingar mudik terjadi setiap tahun. Data Kemendes mencatat sekitar 23 juta warga melakukan perjalanan mudik pada tahun 2019. Tradisi mudik yang berlangsung secara serentak di seluruh daerah di Indonesia menurut Ivonich, (Kemendes) 14/4 memiliki potensi tersendiri bagi masyarakat baik dari sisi ekonomi dimana terjadinya perpindahan sekitar Rp3,5 triliun ke desa melalui mudik melalui berbagai kegiatan transaksi.

Mengapa perlu mudik? Saat ini, mudik bukan sekedar melanggengkan tradisi. Mudik acapkali menjadi ajang “pamer kesuksesan di rantau orang”. Kesusksesan tersebut diujudkan antara lain dengan berbagi zakat, berbagi sodaqoh kepada kerabat dan itu membawa kebanggaan tersendiri baik bagi si pemudik maupun bagi kerabat. Atau juga berbagi oleh-oleh kepada keluarga dan tetangga. Ada makna kepedulian social di dalamnya.

Bagi orangtua, mudik bisa dimanfaatkan sebagai media penanaman nilai-nilai budaya asli Indonesia. Sebab dalam tradisi mudik, orangtua bisa mengenalkan hubungan kekerabatan, tradisi-tradisi yang berlaku di kampong halaman, nilai-nilai penghormatan kepada mereka yang lebih tua, penghormatan kepada para leluhur kepada anak-anak.

Juga nilai-nilai kegembiraan saat berkumpul bersama sanak saudara, nilai-nilai penghargaan terhadap tamu atau tuan rumah, ini diujudkan dengan menggunakan pakaian terbaik (baru) serta wewangian. Tradisi berjabat tangan, mencium tangan orangtua (sungkem) dan meminta maaf atas segala kesalahan masa lalu.

Saat mudik, orang juga melakukan ziarah ke makam keluarga. Tradisi ini mengingatkan orang bahwa kematian itu amat dekat dan bisa terjadi kapan saja. Nilai-nilai religious ini dikenalkan kepada anak melalui tradisi mudik.

Jadi mudik sejatinya tak sekedar bersilaturahmi dengan keluarga di kampung halaman. Ada nilai-nilai social, nilai kemanusiaan, nilai keagamaan yang sangat kental yang ditebarkan melalui kegiatan mudik. Nilai-nilai tersebut yang amat penting ditanamkan kepada  anak-anak, generasi muda terutama mereka yang masih usia balita, usia emas.

Selain itu mudik lebaran merupakan media untuk mengeratkan hubungan sosial masyarakat urban-rural baik vertikal maupun horizontal (Pudjo Rahayu Risan, 24/4/2020). Ditinjau secara vertical adanya hubungan keeratan hubungan antara orangtua dengan anak atau sebaliknya anak dengan oangtuanya. Secara Horisontal terjadi keeratan hubungan antara relasi, teman, serta kerabat lainnya.

Itu artinya budaya mudik ini dapat dimaknai dengan positif sebagai media untuk mempererat persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Budaya mudik lebaran mengandung nilai pendidikan yang dapat diterapkan pada anak usia dini seperti mengembangkan kecerdasan social emosi, bahasa dan moral dan nilai agama.

Tetapi tahun ini para perantau dipaksa tidak mudik. Pandemi Covid-19 yang mulai masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020 membuat pemerintah mengambil keputusan melarang mudik. Tujuannya memutus mata rantai penularan virus corona jenis baru tersebut ke daerah-daerah.

Mudik dengan ‘teknologi’

Pelarangan mudik oleh  pemerintah pada masa pandemic covid- 19 memunculkan satu pertanyaan yaitu apakah pelarangan tradisi mudik lebaran tahun 2020 akan menghilangkan momentum pengajaran nilai-nilai luhur budaya bangsa kepada anak? Penulis berpandangan bahwa tanpa mudik, nilai-nilai luhur budaya bangsa kepada anak bisa tetap dilakukan. Meski tentu media dan bentuknya menjadi berbeda.

Silaturahmi dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi seperti aplikasi zoom, skype, whats app, video call dan fitur-fitur lainnya. Melalui aplikasi tersebut orangtua dapat melibatkan anak untuk ikut bicara, ikut menyapa saudara atau keluarga di kampung halaman. Tentu saja bentuk silaturahmi ini tidak maksimal dalam mengajari anak tentang nilai-nilai luhur budaya bangsa. Karena karakteristk anak  usia dini dalam peningkatan kecerdasan social emosi, bahasa, moral dan nilai- nilai agama  salah satunya dilakukan melalui pembelajaran konkrit melalui interaksi dengan lingkungan di sekitarnya.

Tetapi di masa pandemi Covid-19, silaturahmi dengan teknologi dapat menjadi solusi sementara. Toh selama masa PSB, masyarakat sudah mulai akrab dengan berbagai aplikasi video call semenjak diberlakukannya kebijakan sekolah dari rumah. Orangtua sudah belajar bagaimana membuka kelas daring dari rumah agar anak-anak tetap bisa mengikuti pelajaran di sekolah.

Karena itu Penulis berpendapat dalam masa pandemic Covdid-19, orangtua tetap dapat melakukan  upaya peningkatan kecerdasan social emosional, bahasa dan moral serta nilai agama dengan memfasilitasi anak melalui pemanfaatan tehnologi.

Tentunya tidak dapat dipungkiri bahwasanya dalam pembelajaran anak memerlukan kelekatan dan rasa nyaman dengan orang-orang dewasa dan teman sebaya di sekitarkan dengan cara bertemu, bertatap muka secara langsung, berjabat tangan,  berbincang  di dunia nyata. Seperti dikemukakan Kohlberg, 1958  bahwa perkembangan moral anak dipengaruhi oleh interaksi dengan teman sebayanya.

Penulis berpendapat bahwa ikatan emosi anak keluarga dan kerabat tidak dapat digantikan dengan tehnologi. Terjadi kehampaan ruang dalam hubungan interaksi social dengan hanya menggantungkan pada satu kecanggihan tehnologi.

Karena itu, di masa pandemic Covid-19, orangtua hendaknya  memberikan pemahaman yang jelas dan dapat diterima oleh cara berpikir anak bahwa karena ada pandemic Covid-19, maka mudik ditunda tahun depan, atau menunggu Indonesia aman dari pandemic.

Rasulullah SAW bersabda : “Senyummu dihadapan saudaramu adalah sedekah” (HR. Muslim). Tetapi karena ada pandemic Covid-19, maka senyum untuk saudara bisa dilakukan dan dimaksimalkan dengan media yang ada dulu yakni teknologi. Intinya yang terpenting adalah bagaimana peran orangtua dalam menyikapi momentum perayaan Idulfitri di masa pandemic Covid-19 seperti sekarang ini tetap menjadi media dalam mengenalkan budaya luhur bangsanya. Harapan yang tertinggi dari pendidik dan orangtua  kepada anak adalah anak -anak kita menjadi anak yang cerdas intelektual, cerdas social emosi dan moral agama sehingga dapat menjadi generasi penerus yang dapat membangun peradaban dan mengharumkan nama bangsanya baik skala nasional maupun global.

Selamat Hari Raya Idulfitri 1441H/ 23 Mei 2020

)*Aktivis Perlindungan anak dan Dosen FKIP/PG- PAUD UHAMKA

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!