27.3 C
Jakarta

Muhammadiyah dan Big Data

Baca Juga:

Mohamad Fadhilah Zein
Mohamad Fadhilah Zeinhttp://menara62.com/
Jurnalis, Produser, Ghost Writer, Youtuber, Kolumnis. For further communication contact fadil_zein@yahoo.com

Berapa jumlah kader Muhammadiyah? Berapa jumlah amal usaha Muhammadiyah? Berapa jumlah sekolah Muhammadiyah? Berapa jumlah Perguruan Tinggi Muhammadiyah? Berapa aset kekayaan Muhammadiyah?

Itu sederet pertanyaan yang menarik. Dalam perspektif Data Science, Muhammadiyah adalah Big Data yang jika dikelola dengan baik dan benar akan menjadi kekuatan tak terkalahkan di Tanah Air. Profesor Oxford Uinversity, Viktor Mayer Schonberger menegaskan Big Data adalah revolusi yang bakal mengubah hidup, kerja dan berpikir manusia.

Dengan penegasan tersebut, bagaimana kader-kader Muhammadiyah melihat big opportunity ini? Jika saja Muhammadiyah memiliki Big Data Center seperti Sillicon Valley, maka itu adalah kekayaan paling besar yang dimiliki ormas besutan KH. Ahmad Dahlan ini.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah besarnya data Muhammadiyah yang tersimpan dalam data center. Dari sana akan melahirkan ketergantungan konektivitas secara terus menerus, komunikasi jaringan, kecerdasan buatan (artificial intelligent), dan juga semakin cepatnya koneksi internet.

Ini akan melahirkan data centris, di mana data menjadi pusat kehidupan dan aktivitas kader Muhammadiyah, yang juga memengaruhi kehidupan nyata. Saat ini saja, tingkat ketergantungan manusia terhadap mesin learning demikian besar. Tiada hari tanpa beraktivitas di dunia maya, baik sosmed, aplikasi mobile, chatting dan sebagainya.

Jutaan manusia saling bertukar kata, foto, video dan angka melalui jaringan internet. Bisa dibayangkan berapa miliar kata, foto, video dan angka yang tersimpan dalam storage raksasa? Inilah big data yang kian menggerus kehidupan nyata manusia.

Dengan kondisi yang demikian, apa yang tergerus? Yang pasti adalah privasi individu kian terkikis karena antar manusia tidak ada lagi sekat pembatas. Era big data mengubah kehidupan publik dan sesungguhnya menjadi demokrasi yang sebenarnya. Kedaulatan ada di tangan user. Siapa yang menguasai data, maka dia menguasai informasi. Siapa yang menguasai informasi, maka dia pemenang dalam kompetisi.

Tidak percaya? Muhammadiyah bisa flashback pada Piala Dunia 2014 silam. Tim Jerman mengolah data kompetitor demikian detail sehingga bisa keluar sebagai juara. Jerman mengumpulkan semua data mulai dari lingkungan,  cuaca, udara bahkan menelisik pada kehidupan masa kecil pesepakbola lawan. Data-data dikumpulkan dan dianalisa untuk kemudian dijadikan strategi memenangkan pertempuran di rumput hijau.

Di sektor moneter, big data memainkan peran penting terhadap trend cryptocurrency. Perkawinan big data dan bitcoin, misalnya, telah menghasilkan revolusi mata uang digital. Mt. Gox, situs trading bitcoin terbesar, menggunakan data-data di media sosial untuk menghasilkan analisa akurat tentang sebaran, trending dan lain sebagainya untuk memprediksi mata uang digital ini di dunia maya. Bahkan, analis memprediksi 2019 menjadi puncak era mata uang digital dengan capaian tertinggi nominal bitcoin terhadap Dollar Amerika.

Dari aspek penegakan hukum, big data akan memudahkan para penegak hukum untuk melakukan analisa terhadap satu kasus. Kemudahan mendapatkan data, juga memudahkan aparat mencari dan menemukan individu yang diduga terlibat kejahatan.

Meski masih sebatas rumor di Indonesia, big data cyber security dan cybercrime police menjadi keniscayaan di masa yang akan datang. Yang menjadi tantangan adalah sejauh mana penerapan keamanan siber ini tidak melanggar hak privasi warga negara yang menjadi bagian kehidupan berdemokrasi.

Dari sisi mobilitas penduduk, big data memiliki peran strategis dan penting. Masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar, dimanjakan dengan akses transportasi berbasis internet. Transportasi online sejatinya juga menjadi wujud kemudahan di era ini. Dengan kemajuan ini, inovasi teknologi membawa kemudahan dan keuntungan dalam kehidupan manusia perkotaan yang memiliki mobilitas tinggi.

Dalam hal aspek privasi, apakah sudah ada UU yang mengatur privasi masyarakat tentang tersebarnya data-data warga negara di berbagai multiplatform. Ketika kita mengajukan pinjaman, kredit ataupun membeli barang, maka hal pertama yang harus kita serahkan adalah identitas pribadi kita, mulai dari nama, tanggal lahir, alamat rumah, email hingga nomor telepon. Itu adalah data yang sangat mahal. Bahkan, untuk membuat akun di aplikasi android ataupun medsos, nomor HP adalah sesuatu yang mutlak. Perusahaan-perusahaan “bebas” mengakses data pribadi kita melalui HP.

Terakhir, untuk menyongsong era Big Data, Pimpinan Muhammadiyah sudah harus mengubah cara pandang dalam mengelola organisasi. Untuk mempersiapkan infrastuktur, legalitas, perlindungan hukum, etika digital dan sebagainya, Muhammadiyah tentunya harus banyak berbenah.  (*)

Mohamad Fadhilah Zein 

Peneliti Menara62 Institute

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!