Tulisan ini merupakan prolog dalam buku Politik Inklusif Muhammadiyah, narasi pencerahan Islam untuk Indonesia Berkemajuan yang ditulis oleh Prof Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Judul prolog ini adalah Agama, Muhammadiyah, dan Politik Kebangsaan. Bagian awal, sudah ditayangkan disini, dan kedua.
Kehadiran Agama
Agama dan umat beragama sungguh berperan penting dalam kehidupan kebangsaan di negeri ini. Karenanya, agama dan institusi keagamaan jangan direduksi oleh satu atribut dan golongan primordial tertentu, seolah mereka mewakili seluruh umat Islam khsususnya, dan umat beragama pada umumnya.
Lebih-lebih, manakala klaim golongan keagamaan itu hanya dijadikan alat meraih kekuasaan politik dan memperalat negara untuk memenuhi kepentingan golongan sendiri dalam hasrat ananiyahhizbiyah yang menyala-nyala. Agama yang hidup dalam denyut nadi bangsa Indonesia, meniscayakan pesan ajaran dan umat beragama yang benar-benar obyektif, membawa kemajuan dan pencerahan, konsisten antara nilai dan perilaku, serta membawa rahmatan lil-alamin dalam makna dan fungsi yang sebenar-benarnya.
Karenanya, tidak boleh ada usaha maupun kebijakan negara yang menjauhkan, memisahkan, dan menegasikan agama dan umat beragama dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Tidak boleh negara Indonesia berpaham anti-Tuhan (ateis) atau anti-agama (agnostis), sebab menyalahi Pancasila dan UUD 1945, serta sejarah dan kepribadian Indonesia. Berpihak pada dasar negara tersebut, tentu saja jangan pula Indonesia dijadikan sebagai negara agama serta paham agama tertentu menjadi paham negara. Jangan pula tokoh danumat beragama, menjadikan agama sebagai alat transaksi-transaksi politik dan lainnya yang menodai agama dan ketulusan pemeluk agama.