Idealnya dalam perhelatan permusyawatan adalah diawali dengan melahirkan gagasan-gagasan. Gagasan-gagasan lahir dari para manusia tulus dengan mengoptimalkan akal dan fikiran. Akal dan pikirannya lahir berawal dari seberapa kuat asupan bergizi (norma agama, keluasan pengetahuan, dan pengalaman) yang telah dikonsumsinya. Hal ini bertujuan agar dalam permusyawaratan kaya akan ide, pikiran, dan gagasan dengan argumentasi yang kuat.
Musyawarah yang baik haruslah mengedepankan niatan tulus dan ikhlas dalam rangka membangun untuk kemajuan secara kolektif. Musyawarah yang baik harus mengedepankan ukhuwah yang didasarkan atas silaturahim yang erat dan otentik. Silaturahim secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang bermakna menyambung tali kasih sayang.
Secara terminologi sederhana adalah saling mengasihi dan saling menyayangi. Tentu dalam konteks ini adalah mengasihi dan menyayangi berpondasikan dan beratapkan kebaikan.
Permusyawaratan dalam rangka menghadirkan pemimpin baru, strategi baru, program baru, dan evaluasi yang telah lalu, diperlukan aturan atau norma yang disepakati. Hal tersebut bertujuan agar permusyawarahan berjalan dengan tertib, tertata, terstruktur, terintegrasi, dan tidak serampangan. Sehingga hasil dari permusyawaratan benar-benar dari proses dan jenjang yang telah disepakati.
Sejarah awal Permusyawaratan dalam Islam
Jika Nabi SAW adalah sosok yang multitalenta di semua bidang kehidupan, hal itu disebabkan karena Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia yang tidak seperti kebanyakan. Mulai sosok sebagai sempurna seorang kepala keluarga, kepala negara, hakim, Mufti, dan sebagainya.
Dirinya adalah Wahyu yang berjalan sebagaimana dalil menyebutkan. Dirinya ma’sum karena sepenuhnya atas tuntutan dan bimbingan Allah. Sepeninggal beliau, kepemimpinan diamanahkan kepada Abu Bakar As-Sidiq. Seorang yang ditunjuk melalui isyarat Nabi SAW menjadi imam sholat pengganti Nabi SAW.
Di masa Abu Bakar As-Sidiq kepemimpinannya lebih banyak dihadapkan dengan persoalan pemurtadan dan kemusyrikan. Para pembakang syariah Allah SWT, dan hal-hal yang bersifat teologis. Namun ada satu ijtihad yang cukup berjasa besar bagi umat Islam, yaitu inisiasi pengkodifikasian al-Qur’an menjadi satu mushaf. Walau ini merupakan ijtihad yang diinisiasi oleh Umar bin Khattab, tapi tetap saja hal ini terjadi di masa Abu Bakar As-Sidiq.
Memang tidak banyak pembaharuan dalam bentuk dinamisasi di masa Abu Bakar As-Sidiq. Pembaharuannya lebih bersifat purifikasi tentang Islam.
Penulis: Dani Putra/Ketua PDPM Kota Depok