JAKARTA, MENARA62.COM — COVID-19 telah menjadi hantu yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat. Semua orang mencoba untuk menghindari hal-hal yang berhubungan dengan Covid-19. Terkecuali kalangan medis. Profesi ini justeru dituntut untuk mendekat pasien Covid-19 dengan berbagai risiko yang menyertai.
Itu juga yang dialami dr. Hartati B Bangsa. Koordinator Medis RSCD Wisma Atlet tersebut sejak awal telah terjun menjadi relawan untuk menangani pasien Covid-19.
Pada hari pertama, tim medis RSCD Wisma Atlet menangani kurang lebih 250 pasien, lalu meningkat menjadi 300 pasien pada hari berikutnya. Sejak hari pertama bertugas, dr. Tati dan tim medis lainnya tidak sekedar berhadapan dengan tugas mengobati sakit pasien, tetapi sekaligus menguatkan mental pasien untuk bersama-sama melewati masa-masa sulit.
“Satu sisi kami harus menguatkan mental pasien, tetapi disisi lain mental kami juga sebenarnya down,” katanya di sela diskusi daring yang digelar Literasi Sehat Indinesia (Lisan); Lembaga Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK); Komunitas Litersi Gizi (Koalizi); Yayasan Gema Sadar Gizi; dan Dep. Kesehatan BPP. KKSS bertema Suka duka Menjadi Relawan Medis.
Tim medis lanjutnya, menggunakan alat pelindung diri (APD) tidak hanya 8 jam dalam sehari, tetapi 16 jam karena kondisi pasien yang tak berhenti masuk ke RSDC dan segera harus ditangani.
“Tidak membuat alur pelayanan, karena semua darurat. Triase pasien kami layani diruang perawatan. Jumlah pasien dalam satu lantai berkisar 50-60 orang, dengan lima orang dokter,” katanya.
Menangani pasien Covid-19 dengan tugas yang cukup melelahkan tersebut, membuat berat badan dr Tati turun hingga 8 kg dalam hitungan 10 hari. Dan ia menerima panggilan telepon dalam sehari rata-rata 200 panggilan baik dari keluarga, teman maupun kerabat.
Hal paling mengesankan selama menjadi relawan medis Covid-19, kata dr. Tati adalah jiwa mengabdi, jiwa kemanusiaan untuk memanusiakan manusia dan tidak ingin melihat orang kesusahan. Karena itu, jika ada kesempatan lagi, dr. Tati ingin kembali menjadi relawan bencana.
Ada asumsi yang mengatakan bahwa tim medis adalah ‘pahlawan’ tapi bagi saya ke luar dalam keadaan hidup atau tidak terinfeksi Covid-19 saja saya sudah cukup bersyukur karena kekhawatiran yang muncul dimana berada pada zona merah dengan resiko tinggi,” tutup dr. Tati.