Ketahanan pangan merupakan indikator utama dalam mengukur sejauh mana sebuah daerah mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Daerah yang memiliki ketahanan pangan adalah daerah yang masyarakatnya tidak mengalami kelaparan, serta tidak berada dalam bayang-bayang krisis pangan. Di Kabupaten Lahat, ketahanan pangan identik dengan ketersediaan bahan pokok seperti beras, kopi, dan ikan. Dalam hal ini, peran petani dan peternak sangatlah vital.
Kabupaten Lahat diberkahi wilayah yang luas dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Di sektor pertanian, hampir setiap kecamatan memiliki sawah produktif. Sektor perkebunan pun tak kalah penting, dengan komoditas unggulan seperti kopi, karet, dan kelapa sawit. Sementara di sektor perikanan dan peternakan, masyarakat Lahat mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang kompetitif dibanding daerah lain.
Namun, ironi terjadi di tengah potensi yang besar ini. Pasar-pasar utama di Kabupaten Lahat, seperti Pasar PTM, justru dibanjiri produk dari luar daerah. Sementara petani dan peternak lokal kerap kebingungan memasarkan hasil produksinya. Akibatnya, mereka terpaksa menjual ke tengkulak dengan harga yang tidak menguntungkan. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi? Di mana letak persoalannya, dan bagaimana solusinya?
Permasalahan utama terletak pada kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap proses hilirisasi produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Pemerintah memang telah cukup optimal dalam memberikan dukungan prapanen—seperti penyediaan irigasi, pupuk, pakan, dan sarana produksi lainnya. Namun, pada tahap pascapanen dan distribusi, belum ada kebijakan konkret yang berpihak kepada pelaku usaha lokal. Bahkan, pasar komoditas dikuasai oleh pedagang luar daerah, dengan dugaan adanya praktik monopoli oleh oknum tertentu demi keuntungan pribadi.
Pemerintah daerah seharusnya mengambil langkah strategis untuk memberikan akses eksklusif bagi petani dan peternak lokal dalam memasarkan produknya. Meski diakui bahwa dari sisi kuantitas dan kontinuitas suplai produk lokal masih kalah dibanding produk luar daerah, setidaknya pemerintah bisa memprioritaskan produk lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Lahat, selama kualitasnya bisa dijaga. Di sinilah pentingnya sinergi antara dukungan pemerintah dan keseriusan pelaku usaha lokal dalam meningkatkan mutu produk.
Apabila kebutuhan pasar lokal belum terpenuhi oleh produk lokal, barulah pasokan dari luar daerah diperbolehkan masuk untuk menutup kekurangan. Namun, kebijakan ini hanya dapat berjalan apabila ada regulasi yang tegas dan terukur dari pemerintah daerah yang berpihak pada produk lokal.
Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa solusi, maka ketahanan pangan Kabupaten Lahat akan berada di bawah kendali pasar luar dan para tengkulak. Kebutuhan pokok masyarakat pun menjadi rentan terhadap permainan harga dan praktik ekonomi yang tidak sehat.
Oleh karena itu, harapan besar disematkan kepada pemerintah daerah agar segera mengambil langkah konkret dalam membangun sistem hilirisasi yang berpihak pada petani dan peternak lokal. Di sisi lain, pelaku usaha lokal juga dituntut untuk terus meningkatkan kualitas produk mereka demi memenuhi harapan konsumen—yakni masyarakat Kabupaten Lahat itu sendiri.
Penulis: M. Rizki Ramadhan (Odhon), Sekretaris DPC GMNI Lahat.
