KAIRO, MENARA62.COM — Amjad Yaghi baru berusia sembilan tahun ketika ibunya, Nevine Zouheir, meninggalkan Jalur Gaza, Palestina. Sang ibu menjanjikan hanya akan melakukan perjalanan singkat ke Mesir untuk perawatan medis.
Tapi, sejak kepergiannya pada 1999 itu, sampai 20 tahun kemudian Yaghi tak dapat bersua lagi dengan ibunya. Zouheir tidak dapat kembali ke Gaza karena nyeri tulang belakang yang memerlukan operasi dan perawatan yang panjang.
Meskipun ada 14 upaya untuk mengunjunginya, Yaghi tidak dapat keluar dari Gaza setelah gerakan Hamas menguasai wilayah itu pada 2007. Sebab, Israel dan Mesir memberlakukan blokade yang mencakup pembatasan perjalanan.
Sejak Perang Timur Tengah 1997, Israel sendiri memberlakukan kontrol ketat pada gerakan orang Palestina yang masuk dan keluar dari Gaza. Mesir hanya sesekali membuka perbatasan di kota Rafah untuk memungkinkan orang tertentu melaluinya, seperti pemegang paspor asing, pelajar, dan mereka yang membutuhkan perawatan medis.
Setelah dewasa, Yaghi kemudian menjadi seorang jurnalis. Namun, meskipun dia mendapat undangan untuk menghadiri beberapa konferensi di luar negeri, izin yang didapatkannya baru keluar setelah melewati batas waktu.
Yaghi akhirnya diberikan visa untuk memasuki Mesir melalui Yordania. Menurut laman Asharg AL-Awsat yang mengutip Reuters, ia berjalan ke apartemen ibunya di kota Delta Nil, Banha, Senin lalu. Ketika melihatnya dari balkon, naluri Zouheir sebagai ibu bisa mengenali sosok putranya yang sudah dewasa.
Dia meneriakkan nama putranya itu. Lalu, pergi ke bawah tangga untuk memeluk Yaghi dan mereka berpegangan tangan saat berjalan ke apartemen.
“Itu sangat sulit… Anda bisa mati tanpa mewujudkan impian Anda, tanpa melihat keluarga Anda, ibumu,” kata Yaghi, yang terluka pada 2009 dalam konflik bersenjata dengan Israel.
Dia merasa pentingnya kehadiran seorang ibu dalam segala situasi. “Ya, oke, saya berusia 29 tahun. Tetapi saya membutuhkan seorang ibu di samping saya. Aku punya saudara yang semuanya hebat, tetapi seorang ibu penting di negara yang hidup di bawah pendudukan,” tuturnya.