Posisi Indonesia dalam Konflik Rohingya
Oleh Satrio Adi Susatyo
Betul sekali, publik mulai kehilangan jalur dan pikiran jernihnya. Jujur saja saya sedikit khawatir dengan kondisi publik Indonesia dalam menanggapi isu-isu terkait saudara kita, etnis Rohingnya di Myanmar yang sedang berjuang untuk mendapatkan haknya terhadap pemerintahan Myanmar. Tentu benarbahwa saudara kita ini sedang “dijajah” oleh bangsanya sendiri, namun perlunya sejawat sekalian untuk tetap mengikuti perkembangan berita yang menyangkut nasib etnis Rohingnya, tidak hanya yang muncul akhir-akhir ini, melainkan beberapa kejadian sebelumnya.
Di tengah keterpurukan yang dialami oleh etnis Rohingnya, publik Indonesia sendiri malah sempat saling lempar tudingan terhadap pemerintah Indonesia, dengan menyatakan bahwa pemerintah Indonesia kurang tegas menanggapi persoalan Rohingnya dan bersikap acuh terhadapnya. Bahkan, beberapa kaum intelektual juga menyuarakan seruan serupa, salah satunya tokoh politik yang kini tengah menduduki jabatan strategis dalam dewan legislatif pusat. Dengan mengirimkan Surat Terbuka melalui media sosial kepada Joko Widodo dengan maksud mempertanyakan kinerja pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan di Myanmar, dengan isinya antara lain :
“Pak @jokowi yth, Ada genosida di Rakhine, Apakah bapak belum dengar? Apakah bapak belum lihat?
Kami telah menyaksikannya berkali-kali dan menangis berkali-kali…doa bangsa dalam Idul Adha kemarin dipenuhi rintihan #SaveRohingya.
Jutaan bangsa kita dan di belahan dunia lain terpukul dan terhempas rasa hina..karena tak bisa berbuat apa-apa…
Genosida kepada Rohingya terlalu kasat mata, biadab dan tak bisa ditulis kata-kata. Dunia terdiam dan tidak menyangka.
Bicaralah bapak Presiden, Berwibawa lah bapak Presiden, Karena bapak adalah pemimpin bangsa beradab! Bangsa merdeka!
Orang tidak bisa disalahkan karena menyembah Tuhan yang berbeda…karena Pancasila berketuhanan yang maha esa.
Orang tidak bisa diusir dan dibantai karena berbeda suku dan warna kulit karena Pancasila kemanusiaan yang adil dan beradab..
Tegakkan Pancasila bapak Presiden, Kemanusiaan adalah jiwa universal ideologi negara kita! Karena itu penjajahan harus dihapuskan!
Bersikaplah bapak Presiden, Tunjukkan kepada dunia bahwa kita bangsa besar agar kami memiliki kebanggaan!
Bapak Presiden @jokowi yang terhormat, Sampai hati ini sudah 30.000 Muslim Rohingya terusir ke hutan dan sungai…
Sebagian telah menemukan ajal karena dibantai atau karena sakit tak terobati, perburuan, kelaparan dan sakit terus mendera…
Bapak tidak perlu menunggu berita baru karena ini telah sangat nyata. Dunia telah berteriak kencang..Dengarlah!
Panggillah duta besar Myanmar dan minta penjelasan, jangan percaya propaganda sepihak mereka…ungkap fakta.
Panggil duta besar kita pulang dan minta penjelasan intelijen negara…dan minta pertanggungjawaban mereka…
Jika mereka menolak bertanggungjawab dan tidak jujur dengan situasi yang ada maka apa boleh buat pertemanan kita hentikan sementara..
Kita telah membantu Myanmar secara aktif sejak Presiden @SBYudhoyono karena kita ingin mereka berubah seperti kita..
Tapi tidak seperti militer kita, militer Myanmar haus kuasa, mereka mengacau dan tidak terkendali…
Tapi itu urusan pemimpin sipil yang katanya hebat berkelas dunia seperti aung San Su kyi itu. Ternyata tak berdaya.
Urusan kita adalah kemanusiaan yang adil dan beradab, dan tentang orang-orang yang terusir karena menyembah Tuhannya.
Itu saja, Kita telah tunjukkan kebaikan sebagai tetangga, menarik mereka ke ASEAN segala. Tapi mereka tak tau adab kita..
Ya sudah, Tinggalkan mereka agar mereka sadar bahwa dunia mengucilkan mereka karena sikap yang menghina manusia.
Bapak Presiden, Bapak pemimpin negara demokrasi terbesar nomor tiga di dunia…
Bicaralah kepada dunia yang bebas bahwa ada sekelompok manusia yang sedang mengalami genosida di abad 21 yang megah..”
2 September 2017
Sangat jelas sekali bahwa, surat terbuka tersebut sarat dengan nada sindiran terhadap pemerintah.Sangatlah disayangkan apabila salah satu komponen penting dalam suatu pemerintahan melakukan hal tersebut. Pertanyaannya, kenapa hal tersebut tidak disampaikan langsung kepada Presiden Jokowi melalui birokrasi yang semestinya dan mengapa melalui media sosial yang secara umum dapat diakses oleh publik masyarakat?. Hal seperti ini merupakan suatu kelemahan yang perlu diperbaiki, dimana terlihat adanya miss antara dewan legislatif dengan dewan eksekutif yang tidak mencerminkan perilaku yang sebagaimana mestinya. Kerentanan lain yang muncul yaitu adanya kecenderungan politik dalam Surat Terbuka tersebut, dikarenakan hal-hal serupa pernah dimanfaatkan guna menjatuhkan maupun meningkatkan citra dari salah satu tokoh politik, mengingat pilihan presiden akan kembali diselenggarkan pada 2019 mendatang. Sehingga, nada sindirian tersebut tentu dapat menimbulkan stigma negatif bagi masyarakat kedepannya.
Sejatinya, semua orang berhak berpendapat mengenai konflik yang sedang terjadi terhadap kaum Rohingnya, namun yang perlu diingat yaitujanganlah kita mengkambing hitamkan salah satu pihak dalam menanggapinya. Pemerintah Indonesia sejatinya telah melakukan berbagai langkah strategis guna ikut menyelesaikan konflik kaum Rohingnya, yaitu dengan mengirimkan perwakilan diplomasi yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri, yaitu Retno Marsudi, untuk mengetahui langsung kondisi yang sedang terjadi, dan perlu disadari bahwa dari sekian banyak negara Islam tetangga, hanya Indonesialah yang secara nyata melakukan komunikasi dengan beberapa penjabat penting pemerintahan Myanmar guna menemukan kiat-kiat penyelesainnya. Tak hanya itu, Menteri Luar Negeri Indonesia juga menyampaikan seruan dunia mengenai etnis Rohingnya. Upaya lainnya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu dengan mengirimkan bantuan serta relawan yang tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM). Upaya-upaya tersebut tidaklah dilakukan oleh pemerintah Indonesia akhir-akhir ini, konflik Rohingnya telah menjadi perhatian pemerintah sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla, hanya saja perhatian tersebut tidak banyak diberitakan kepada publik. Semua ini sejatinya tidak melulu soal siapa yang memimpin Indonesia saat ini, karena ikut dalam perdamaian dunia telah menjadi tujuan negara sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Maka dari itu, tampaknya kita janganlah terus menyudutkan pemerintah, karena pemerintah sendiri tidak dapat bertugas sebagaimana mestinya tanpa bantuan kita, perlunya saling mendukung antara satu sama lain. Hilangkan sifat saling tuding dan saling menyalahkan, tunjukan bahwa Indonesia merupakan negara yang kuat dan bermartabat, tidak hanya di dalam negeri melainkan kepada dunia sekalipun.*** (Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan budaya)