JAKARTA, MENARA62.COM – Pendidikan tinggi berpotensi memberikan dampak positif tercepat dalam pembangunan SDM unggul. Oleh karenanya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan KIP Kuliah Merdeka pada tanggal 26 Maret 2021 lalu sebagai kebijakan Merdeka Belajar Episode Kesembilan. Melalui Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) episode kali ini, Kemendikbudristke juga akan memaparkan respons masyarakat terhadap program KIP Kuliah Merdeka.
Untuk diketahui, Kemendikbudristek mengubah skema KIP Kuliah dengan memberikan bantuan biaya pendidikan (uang kuliah) dan biaya hidup yang jauh lebih tinggi. Perubahan ini berlaku untuk mahasiswa baru yang menerima KIP Kuliah pada tahun 2021. Anggaran yang dialokasikan untuk KIP Kuliah meningkat signifikan dari Rp1,3 triliun pada 2020, menjadi sebesar Rp 2,5 triliun.
“Sambutan masyarakat terhadap KIP Kuliah Merdeka ini luar biasa tahun ini,” jelas Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik), Abdul Kahar ketika menyampaikan tanggapan masyarakat tentang KIP Kuliah Merdeka. SMB yang ditayangkan secara langsung pada kanal YouTube Kemendikbud RI, pada Kamis (30/12), mengangkat tema “Mewujudkan SDM Unggul Melalui KIP Kuliah Merdeka dan Perluasan Beasiswa LPDP”.
Mengawali paparan, Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan menyampaikan bahwa pihaknya mengunakan metode random sampling dan jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 267 responden. Wawancara juga dilakukan menggunakan telepon oleh pewawancara yang sudah terlatih.
Berdasarkan survei, secara umum program Merdeka Belajar adalah program yang populer di kalangan penerima KIP Kuliah Merdeka maupun pimpinan perguruan tinggi. Mayoritas (83,1%) mengetahui program tersebut dan hampir semuanya (91%) menilai pelaksanaannya secara positif.
“Program KIP kuliah juga dinilai positif dan mendapatkan apresiasi yang tinggi, baik dari segi kemanfaatannya maupun prosesnya. Peningkatan besaran biaya hidup dinilai sudah memadai dan sudah memperhatikan dengan baik keadilan antarwilayah. Komponen terbesar biaya hidup menurut para responden adalah biaya tempat tinggal dan biaya makan,” ungkap Djayadi Hanan.
Selain itu, biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang disediakan juga dinilai sudah memadai. Pengeluaran biaya pendidikan paling besar mencakup kuota internet, bahan kuliah, alat pembelajaran, dan biaya praktikum. Selama masa pandemi, terjadi penurunan pengeluaran perbulan untuk biaya pembelajaran dibanding situasi normal.
Hal menarik lainnya yakni perubahan biaya pendidikan berdasarkan akreditasi program studi umumnya juga dinilai positif karena memberikan peluang bagi peserta KIP Kuliah untuk mengikuti program Merdeka Belajar secara lebih baik. “Model pembiayaan ini juga dinilai positif untuk peningkatan mutu pembelajaran,” imbuhnya.
Selaras dengan hasil survei LSI, salah satu penerima manfaat KIP Kuliah Merdeka adalah Alifia Cantika Nurrahmah, asal Sumatera Barat turut menyampaikan komentar positifnya. Ia merasa beruntung karena dapat merasakan manfaat KIP Kuliah. “Alhamdulillah, saya senang dan bahagia bisa merasakan manfaat KIP Kuliah Merdeka ini. Dengan program ini saya lebih percaya diri untuk berkuliah dan menggapai cita-cita,” ucap anak sulung dari tiga bersaudara yang biasa disapa Alif ini.
Alif bercerita bahwa dia bukanlah penerima KIP semasa di SMA. Dia mengetahui program sebelum mendaftar Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2021. Awalnya, ia bingung memilih universitas dan program studi karena harus mempertimbangkan biayanya mengingat perekenomian keluarga Alif saat itu ikut terdampak akibat pandemi Covid-19.
“Setelah saya tahu ada program sebaik ini dari Kemendikbudristek, saya merasa percaya diri dan yakin untuk mengambil jurusan Agronomi dan Hortikultura Di IPB University yang jaraknya jauh dari kota asal saya,” ucapnya optimistis.
Rekomendasi LSI terhadap KIP Kuliah Merdeka
Berikutnya, Djayadi Hanan melanjutkan rekomendasi LSI terhadap KIP Kuliah Merdeka yang perlu diperhatikan. Pertama, masih ada sekitar 13,9% penerima KIP Kuliah yang mengalami kesulitan dalam transaksi pencairan biaya hidup, kebanyakan terkait dengan layanan bank, kemudian terkait proses verifikasi data diri. Kedua, untuk biaya hidup, masih ada sekitar 11.2% dari penerima KIP Kuliah yang harus memenuhi biaya lain yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.
Ketiga, untuk biaya pendidikan, sekitar 13.1% dari penerima KIP Kuliah masih harus memenuhi biaya lain yang ditetapkan oleh perguruan tinggi, kebanyakan untuk praktikum. Keempat, menurut responden, meskipun perubahan biaya pendidikan berdasarkan akreditasi prodi dinilai sudah tepat, banyak dari penerima KIP Kuliah (40,4%) berpandangan bahwa besaran untuk program studi (prodi) terakreditasi A dan B akan lebih baik jika sesuai dengan biaya yang seharusnya dikeluarkan (at cost).
“Perlunya sinergi dari kementerian hingga tingkat pelaksana yang perlu dicek kembali. Soslialisasi dari Kemendikbudristek cukup baik, namun responden masih mengeluhkan pada tahap implementasi di daerah,” ujar Djayadi lebih lanjut.
Menanggapi hasil survei LSI, Kepala Puslapdik menyampaikan apresiasi karena hal tersebut akan menjadi acuan dalam melaksanakan kebijakan di tahun berikutnya. “Ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian kami di tahun 2022. Untuk meningkatkan sosialisasi KIP di tahun depan. Akhir tahun 2021, kami sudah siapkan regulasinya. Inshaa Allah kami lakukan (sosialisasi) di awal tahun sehingga masyarakat bisa mendapat pencerahan,” kata Kahar.
Adapun sararan sosisalisasi direncanakan akan mengerucut langsung kepada masyarakat yang menjadi target yakni sekolah dan peserta didik. Puslapdik akan melibatkan para penerima KIP Kuliah tahun ini untuk kembali ke sekolahnya agar mereka ikut menyosialisasikan program. Kehadiran para alumni di sekolahnya, menurutnya menjadi bukti tersendiri bagi peserta didik/calon mahasiswa bahwa dengan KIP Kuliah, mereka yang berprestasi dapat memilih perguruan tinggi terbaik sesuai minat tanpa mengkhawatirkan biayanya.
Untuk biaya praktik yang masih diminta oleh perguruan tinggi, Abdul Kahar berjanji akan mengkomunikasikan hal ini kepada para pimpinan di perguruan tinggi. “Untuk penerima KIP Kuliah, tolong tidak lagi dibebankan dengan biaya-biaya terkait penyelenggaraan pendidikan, karena kita sudah menyesuaikan (UKT dinaikkan),” ucapnya memberi penekanan.
“Kami akan mendalami lagi hasil survey ini untuk kami pertajam hal-hal yang perlu diperbaiki terkait pelaksanaan KIP Kuliah di masa mendatang,” pungkas Abdul Kahar.
Puslapdik tahun depan akan menyiapkan berbagai kanal informasi untuk mempublikasikan KIP Kuliah secara lebih masif termasuk baik buku panduan, videografis, maupun laman terkait, agar akses informasi ke masyarakat semakin mudah. Dengan harapan, ketika peserta didik/calon mahasiswa ingin mendaftar ke perguruan tinggi, tidak menemui kendala berarti.