JAKARTA, MENARA62.COM – Integrasi lembaga riset di Indonesia dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan amanat dari Perpres Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN. Hingga saat ini sebanyak 33 lembaga riset dari Kementerian/Lembaga (K/L) telah terintegrasi dengan BRIN dan dalam waktu dekat 6 K/L lainnya akan segera terintegrasi. Integrasi ini meliputi seluruh sumber daya riset yakni SDM, infrastruktur, serta penganggaran.
Diakui Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko terdapat beberapa informasi kurang tepat yang berkembang di kalangan publik, terkait proses integrasi. Pertama, proses integrasi Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, salah satu unit proyek di Kemenristek, bukan sebuah upaya menghilangkan lembaga penelitian tersebut. Hal itu menurutnya justru akan semakin memperkuat kelembagaan LBM Eijkman.
“Proses integrasi ini saya jadikan momentum untuk melembagakan LBM Eijkman, yang tadinya hanya sebuah unit ad hoc di Kemenristek, sekarang resmi menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman,” kata Handoko dalam siaran persnya, Jumat (7/01/2022).
Kedua, melalui integrasi ini, kata Handoko, permasalahan tidak dapat diangkatnya PNS di LBM Eijkman sebagai peneliti, kini dapat dilantik sebagai peneliti. Kepada non PNS di LBM Eijkman, BRIN menawarkan berbagai macam skema.
“Kepada mereka non PNS dan sudah S3 dan usianya maksimal 45 tahun, maka dapat mengikuti mekanisme penerimaan CPNS. Jalur ini sudah dilakukan oleh beberapa orang. Sedangkan untuk yang di atas 45 tahun dapat mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK),” tambahnya.
Bagi mereka yang belum menyelesaikan jenjang pendidikan S3, jelas Handoko, BRIN menawarkan skema untuk melanjutkan pendidikan dengan mekanisme beasiswa by-research.
Ketiga, terkait isu pemecatan sejumlah honorer. Selama ini mereka direkrut oleh LPNK yang sekarang terintegrasi dengan BRIN. Handoko menegaskan bahwa tidak ada pemecatan terhadap sejumlah tenaga honorer. “Isu tersebut tidak benar. Kondisi sebenarnya adalah, kontrak mereka telah berakhir di bulan Desember 2021,” ungkapnya.
“Sesuai PP 11/2017, PP 17/2020 dan PP 49/2018 sebagai turunan dari UU 5/2014, lembaga pemerintah sudah tidak diperbolehkan merekrut personil sebagai individu, selain dengan skema PNS dan PPPK dengan batas hingga 2023. Tetapi di lain sisi, sesuai regulasi, honorer hanya bisa dikontrak selama satu tahun anggaran. Sehingga setiap akhir tahun pasti harus diberhentikan. Meskipun kebiasaan selama ini di awal tahun kembali dikontrak,” jelas Handoko.
“Sehingga tidak benar bahwa mereka diberhentikan karena ada integrasi. Tetapi karena sesuai kontrak hanya 1 tahun dan sesuai regulasi, kami sudah tidak bisa lagi merekrut honorer,” tegasnya
Keempat, adanya isu yang berkembang terkait integrasi pengelolaan Kapal Riset Baruna Jaya akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja dengan anak buah kapal (ABK). Terkait isu ini, Handoko menjelaskan, 33 ABK tersebut merupakan tenaga kerja alihdaya dari penyedia (pihak ketiga) dan bukan PPNPN BPPT. “Kualifikasi dan fungsi tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan penyedia ini bervariasi, mulai dari nakhoda hingga pelayan,” tambahnya.
Nantinya, dijelaskan Handoko, dalam hal perawatan dan pengoperasian kapal riset akan dilaksanakan melalui fleet management yang berpengalaman. Mereka memiliki reputasi tinggi dalam pengoperasian kapal dalam lingkup nasional. Fleet management ini akan bertugas untuk menyediakan ABK, melakukan operasional, dan perawatan kapal riset agar selalu siap sedia melayani riset. Selain itu, ABK yang disediakan juga memenuhi standar keamanan dan keselamatan, serta tersertifikasi sesuai dengan kelasnya.
“Proses pengadaan fleet management ini sedang berlangsung secara kompetitif melalui proses tender terbuka. Dalam skema ini, para ABK non PNS kami berikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk melamar kembali sebagai ABK Kapal Riset BRIN (tidak hanya untuk kapal-kapal eks BPPT, tetapi seluruh kapal riset BRIN) melalui perusahaan fleet management yang memenangkan tender,” pungkasnya.