25.5 C
Jakarta

Berkaca Pada Negeri yang Gagal

(bagian pertama dari dua tulisan)

Baca Juga:

Berkaca pada negeri yang gagal, kita bisa mengambil pelajaran. Menarik membahas topik membangun negeri berlandaskan nilai-nilai iman dan akhlak, dengan berkaca pada pengalaman negeri-negeri yang gagal dalam sejarah umat manusia masa lalu. 

Tema ini sangatlah penting, karena salah satu misi Islam adalah penegakan akhlak untuk kehidupan yang makmur dan bermoral, dalam semua aspek kehidupan. Hidup haruslah didasarkan pada tujuan untuk ibadah, atau mengabdi kepada Ilahi. Semua bentuk ibadah seperti sholat, zakat dan puasa dan juga haji, pada hakikatnya bertujuan membangun pribadi dan masyarakat yang bertakwa, tattaqun: Sikap hidup takwa. (QS. Al-Baqarah: 20; 183).

Di dalam Al-Quran, Allah mengingatkan hamba-Nya, termasuk hamba-Nya yang tinggal di Indonesia, tentang kisah negeri-negeri gagal. Negeri-negeri yang sama sekali tidak patut ditiru oleh penduduk dan pemimpinnya. Negeri-negeri gagal yang tidak mampu dan tidak bisa mengantarkan penduduknya menjadi hamba-hamba Allah yang beriman yang taat dan bersyukur atas karunia-Nya. Allah berfirman:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْرًا وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِ (28) جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا وَبِئْسَ الْقَرَارُ (29) وَجَعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعُوا فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى النَّار

Artinya: Apakah kamu melihat orang-orang yang mengganti nikmat (kebenaran) Allah dengan kekufuran dan menjerumuskan kaumnya ke dalam Darul bawar (negeri kehancuran/kegagalan), yaitu kegagalan di dunia sehingga tidak dapat beriman dan beramal shaleh yang kemudian mengantarkan pada neraka Jahanam, mereka akan masuk ke dalamnya. Dan Jahanam itu tempat yang sangat buruk. (Hal itu karena) mereka menciptakan tandingan-tandingan (sekutu-sekutu) bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya. Katakanlah (Muhammad): “Bersenang-senanglah kalian, maka sungguh tempat kembali kalian adalah neraka.” (QS. Ibrahim, 14: 28-30).

Al-Quran menyebutkan beberapa negara gagal yang patut menjadi cermin sejarah agar tidak terulang kembali dan tidak terjadi pada negeri Indonesia, di antaranya adalah:

Pertama, Negeri Kaum Nabi Nuh AS. yang dihancurkan dengan ditenggelamkan oleh banjir bandang yang meluluhlantakkan apa saja yang disombongkan oleh manusia, kecuali orang-orang yang beriman bersama Nabi Nuh AS. yang diselamatkan oleh Allah dengan naik kapal yang sebelumnya sudah diperintahkan untuk disiapkan. (QS. Al-A’raf/7: 59-64; QS. Hud/11: 25-39; QS. al-Syu’ara/26: 105-122).

Kedua, Bangsa ‘Ad (kaum Nabi Hud AS.) yang berbadan kuat dan kekar, namun digunakan untuk melakukan kejahatan, kesombongan, perampokan, dan premanisme terhadap hamba-hamba Allah yang baik, mereka ingkar kepada Allah dan berbuat kerusakan, merusak gunung-gunung untuk dijadikan istana, maka dimusnahkan Allah dengan angin badai tornado sehingga tubuh-tubuh mereka terangkat ke atas dan kemudian dijatuhkan hingga bergelimpangan dengan kepala terlepas dari badannya, kecuali Nabi Hud dan orang-orang yang beriman. (QS. al-A’raf/7: 65-72; QS. Hud/11: 50-60; QS. al-Syu’ara/26: 123-140).

Ketiga, Bangsa Samud (kaum Nabi Shalih AS.) yang memiliki teknologi tinggi dalam membangun istana-istana megah di atas bukit, namun berlaku sombong, menolak dakwah Nabi, salah satunya dengan menyembelih unta Nabi Shalih, yang merupakan simbol ternak rakyat publik, dan mereka ingkar kepada ajaran Allah, maka mereka dimusnahkan dengan gempa bumi dahsyat (rajfah) yang membuat mereka mati bergelimpangan tertimpa bangunan mereka sendiri, kecuali Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman (QS. Al-A’raf/7: 73-79; QS. Hud/11: 61-68; QS. al-Syu’ara/24: 141-159).

Keempat, Bangsa Sadum atau Sodom (Kaum Nabi Luth AS.) yang ingkar kepada Allah dengan mengumbar hawa nafsu, merajalelanya perkawinan sejenis/homoseksual/lesbianisme/gay, mereka dihancurkan dengan dihujani bebatuan panas yang membumihanguskan negeri mereka, kecuali mereka yang beriman yang kemudian diselamatkan Allah. (QS. al-A’raf/7: 80-84; QS. Hud/11: 77-83; QS. al-Syu’ara’/24: 160-175).

Kelima, Kaum Namrudz yang dipimpin oleh Raja Namrudz yang ingkar kepada Allah. Allah mengutus Nabi Ibrahim AS. untuk mengajak beriman kepada Allah. Namun mereka dengan berbagai alasan menolaknya dan bahkan menangkap dan menyiksa Nabi. (QS. Al-Syu’ara/26: 69-89, dsb.).

Keenam, Bangsa Madyan atau Bangsa Aikah (Kaum Nabi Syu’aib AS.) yang banyak melakukan penggelapan/korupsi dalam berdagang, kecurangan dalam berekonomi, mengurangi timbangan dan takaran serta melakukan perampokan/pembegalan atas harta para musafir, mereka dimusnahkan oleh Allah dengan gempa bumi dahsyat yang menghancurkan rumah-rumah mereka, kecuali yang beriman kepada Allah bersama Nabi Syu’aib. (QS. al-A’raf/7:85-93; QS. Hud/11: 84-95; QS. al-Syu’ara’/24: 176-191).

Ketujuh, Kaum Fir’aun (Kaum Nabi Musa AS.) yang menginjak-injak hak-hak kemanusiaan rakyat dengan semena-mena dibantu oleh Petinggi Militer bernama Haman dan Elit ekonomi bernama Qarun (materialis/sekuler) yang secara sistematik menindas rakyat kecil yang beriman kepada Allah. Akibatnya, Allah mengirimkan angin topan, wabah belalang, kutu, dan katak, serta banjir darah sebagai peringatan, namun mereka tetap ingkar kepada kebenaran, kemudian Allah menenggelamkan Fir’aun dan Haman dan tentaranya di lautan dan menenggelamkan Qarun di perut bumi. (QS. al-A’raf/7: 103-137; QS. Hud/11: 96-104: Qs. al-Qasas/28: 4, 38-40, 76-82; QS. al-Syu’ara’/24: 11-68).

Di ayat lain, Allah juga mengingatkan kepada umat manusia tentang sebuah negeri yang terpuruk dan bangkrut, diliputi kelaparan dan ketakutan, melalui ayat-Nya:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (112) وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ (113)

Artinya: Dan Allah membuat contoh tentang suatu negeri yang dahulunya hidup aman tenteram, rezekinya datang dengan melimpah dari semua penjuru. Kemudian penduduk negeri itu ingkar terhadap nikmat-nikmat Allah, maka Allah menimpakan kepada negeri itu pakaian kelaparan (derita fisik) dan ketakutan (derita psikis) akibat dari apa yang mereka perbuat. Dan sungguh telah datang seorang rasul Allah kepada mereka namun mereka mendustakan rasul itu, maka azab Allah menghukum mereka sementara mereka dalam keadaan berlaku zalim. (QS. al-Nahl/16: 112-113).

Allah juga mengingatkan umat manusia, bangsa-bangsa semua tentang hancurnya Negeri Saba’ dalam ayat berikut:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (15) فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ (16) ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ (17)

Artinya: Dan sungguh terdapat ayat Allah pada Negeri Saba’ di dalam perkampungan mereka, berupa dua kebun di sisi kanan dan kiri. (Dikatakan kepada mereka:) “Makanlah sebagian dari rezeki Tuhamu dan bersyukurlah kepada-Nya (dengan beribadah dan berbuat baik, maka negerimu akan menjadi) negeri yang baik, aman, dan makmur dan Tuhan pun Maha Pengampun.” Ternyata mereka berpaling dari sikap syukur (dan memilih kufur), maka Kami mengirimkan banjir bandang dan kemudian Kami gantikan kedua kebun mereka dengan dua kebun yang berbuah pahit, pohon Asl (sejenis cemara), dan pohon Sidr (bidara) yang sedikit. Demikian itu Kami memberi hukuman atas kekufuran mereka dan Kami tidak memberi hukuman kecuali kepada mereka yang sangat kufur. (QS. Saba’, 34: 15-17).

Jadi berdasar ayat-ayat di atas, kekayaan alam yang melimpah bagi bangsa ini dan bangsa-bangsa lainnya, tidak lain harus disyukuri dengan mengelolanya secara baik, benar, amanah dan bertanggung jawab untuk kemakmuran dan kesejahteraan segenap rakyat agar mereka bisa beribadah dan beramal salih lebih baik lagi.

Sikap syukur harus diwujudkan dengan mengelola sumber daya alam (SDA) berdasarkan kebenaran petunjuk Allah dalam Kitab Suci. Syukur diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan yang amanah dan dapat dipercaya, dapat dipertanggungjawabkan dunia-akhirat, tidak ada kecurangan dan pengkhianatan. Syukur ditandai dengan ketaatan warga/rakyat dalam hal kabaikan dan kebenaran, serta penolakan terhadap kejahatan dan keburukan. Syukur dibuktikan dengan tekad untuk terus berbenah dan memperbaiki kondisi masyarakat menuju kondisi yang lebih baik, lebih makmur, lebih bermartabat, dan lebih bermoral. Syukur dalam arti aktif bertindak positif, bukan pasif dan pasrah pada nasib.

Jika tidak, maka segala penyimpangan terhadap syukur adalah tindakan kufur, tidak mengakui karunia Allah, mengesampingkan ajaran luhur agama, melecehkan kebenaran, dan kemudian menindas kehidupan rakyat umum. Jika sikap kufur demikian terus dibudidayakan, tidak mustahil, pengalaman pahit negeri-negeri gagal di atas dan juga negeri Saba’ akan terjadi. Na’uzu billahi min zalik.

Sebelum semua terlambat, tidak ada kata menyerah untuk bangkit dan berjuang membenahi negeri ini dengan membangun model akhlak mulia di semua lini kehidupan dan menjadikan iman dan akhlak mulia sebagai panduan dan pedoman dalam membangun negeri. Bagaimana agar akhlak Nabi dihidupkan di rumah-rumah, di sekolah-sekolah, di kantor-kantor, di pasar-pasar, di jalan-jalan, di gang-gang, dan di setiap jengkal tanah air Indonesia? Jika akhlak luhur terus diperjuangkan untuk hidup dan lestari di kehidupan dunia ini, maka dengan izin Allah dan ridha-Nya, Allah akan menjadikan Indonesia dan negeri-negeri lainnya menjadi makmur, rakyatnya sejahtera, pemimpinnya amanah, hutannya lestari, tanahnya subur, airnya jernih melimpah, dan lautnya membawa rezeki yang berlimpah bagi warganya. Jika kemakmuran merata maka semua rakyatnya dapat bersekolah dengan baik, bebas buta huruf, bebas penyakit “langganan” dan mengerti dan sukarela bersedia untuk membangun pribadi dan keluarga menjadi keluarga yang utuh, keluarga sakinah dan pada gilirannya dapat membangun dan mengisi kemerdekaan Indonesia menuju negeri yang maju, makmur, berkeadilan, dan beradab sebagaimana termaktub dalam dasar negara, Pancasila dan UUD 1945. Aamiin.

Penulis: Nur Achmad, S.Ag., MA. (Dosen ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Pengasuh Pesantren MBS Ki Bagus Hadikusumo di Jampang Bogor, dan Pengurus LDK PP. Muhammadiyah)

Negeri yang penuh berkah, tapi… >2

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!