JAKARTA, MENARA62.COM – Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menegaskan bahwa perubahan paradigma kurikulum merupakan salah satu kebijakan Kemendikbudristek yang bersama-sama dirancang demi cita-cita Merdeka Belajar untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkannya terdapat dua dimensi yaitu dimensi kualitas dan keadilan.
“Pada dimensi kualitas, kita ingin memastikan agar semua anak, semua peserta didik, mendapatkan pengalaman belajar yang membuat mereka bisa memiliki karakter dan kompetensi yang diperlukan untuk menghadapi masa depannya. Inilah definisi pendidikan yang berkualitas,” kata Anindito pada Webinar bertema “Struktur Kurikulum Merdeka” Senin (27/4/2022).
Untuk dimensi keadilan, Anindito menjelaskan, Kemendikbudristek ingin memastikan bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan berkualitas dapat diberikan secara adil kepada semua anak terlepas dari latar belakang sosial, ekonomi, budaya, atau di mana mereka tinggal. Oleh karena itu, kebijakan Merdeka Belajar mempunyai nuansa atau sifat asimetris.
“Kita ingin memberi target, intervensi, dan program yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Jadi program-program yang kita rancang itu tidak dimaksudkan untuk menyeragamkan intervensinya, tapi justru untuk memberi ruang bagi intervensi yang kontekstual,” jelasnya.
Berbagai praktik baik dari Kemendikbudristek dan guru dibagikan dalam kegiatan seri webinar Implementasi Kurikulum Merdeka dengan tema “Struktur Kurikulum Merdeka”. Webinar ini diselenggarakan juga sebagai ruang komunikasi dan publikasi kepada masyarakat khususnya guru dan tenaga kependidikan untuk berbagi pengetahuan mengenai implementasi Kurikulum Merdeka. Dengan dukungan teknologi platform Merdeka Mengajar, diharapkan setiap sekolah dapat mengimplementasikan Kurikulum Merdeka ini dengan baik.
Praktik Baik Penyusunan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang Melibatkan Banyak Pihak
Pengalaman menarik dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, terutama mengenai struktur kurikulum, dibagikan oleh Nasmur MT Kohar, guru SMPN 7 Makassar. Ia menceritakan proses awal keikutsertaannya bersama satuan pendidikan dalam melakukan transisi dan penyesuaian dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuju Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP).
Penyesuaian dan transisi tersebut, kata Nasmur, dilakukan bersama guru-guru lain di sekolahnya dimulai pada awal bulan Juli tahun 2021. Mengawali implementasi Kurikulum Merdeka, ia dan rekan-rekan guru membentuk tim kecil beranggotakan beberapa guru yang bertanggung jawab menyelenggarakan seluruh program dan kegiatan terkait implementasi Kurikulum Merdeka.
“Tim kecil ini kami beri nama Dewan Komite Pembelajaran. Dari hasil musyawarah tim kecil ini kami memutuskan hal pertama yang kami lakukan adalah menyusun dokumen KOSP, dan kami perlu melakukan revisi visi dan misi sekolah terkait dengan implementasi Kurikulum Merdeka,” terang Nasmur yang juga merupakan Guru Berprestasi TK Kabupaten Polewali Mandar dan Guru Berprestasi TK Provinsi Sulawesi Barat tahun 2012.
Nasmur menjelaskan keinginan satuan pendidikannya melakukan revisi visi dan misi karena kesadaran bahwa visi dan misi sekolah mereka itu sudah lama, lebih dari lima tahun dan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang selaras dengan visi dan misi Kurikulum Merdeka. “Dalam merevisi ini kami mengundang seluruh pemangku kepentingan yang ada di sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan. Bahkan kami undang juga perwakilan dari siswa, ikatan alumni, tokoh masyarakat, dan anggota dewan (DPRD) yang juga merupakan alumni SMPN 7 Makassar,” terangnya.
Pelibatan para pemangku kepentingan ini menurut Nasmur sangat penting karena seluruh kegiatan dalam Kurikulum Merdeka nantinya akan memerlukan dukungan mereka. Dalam pertemuan tersebut, dijelaskan juga hal mendasar mengenai perubahan visi dan misi, KOSP Kurikulum Merdeka, termasuk menjelaskan perbedaan KOSP dengan Kurikulum 2013 baik dari segi kompetensi yang dituju, struktur kurikulum, segi pembelajaran, dan penilaian.
“Setelah mereka paham, kami lanjutkan dengan analisis dukungan belajar. Dari analisis ini kami banyak mendapatkan masukan, khususnya terkait sumber daya alam, sosial, budaya, sumber pendanaan, sistem kebijakan daerah dan kemitraan, untuk kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam implementasi Kurikulum Merdeka,” terang dia.
Kegiatan selanjutnya, menurut Nasmur, adalah analisis kebutuhan sekolah yang mengundang guru, murid, tenaga kependidikan. Dari hasil kegiatan tersebut kemudian disimpulkan visi dan misi sekolah yang harus menggambarkan keunikan dan kekhasan sekolah. Sekolah atau satuan pendidikan tempat Nasmur mengajar juga melaksanakan musyawarah dalam rangka pengorganisasian pembelajaran di bawah bimbingan kepala sekolah dan pengawas untuk mengarahkan guru-guru merancang KOSP.
“Musyawarah ini terutama terkait modul ajar, distribusi, dan alokasi waktu. Kami hanya melibatkan para guru dan tenaga kependidikan sekolah saja, karena banyak yang dibicarakan tentang KOSP,” terang Nasmur menjelaskan kegiatan yang kala itu memakan waktu dua hari tersebut.
“Setelah KOSP terbentuk barulah dibentuk komite pembelajaran yang berisikan teman-teman guru yang dikelompokkan berdasar mata pelajaran. Kerja komite ini bertanggung jawab membuat seluruh modul-modul ajar dan proyek yang akan dilaksanakan sekolah, juga bertanggung jawab merevisi modul-modul tersebut jika diperlukan,” tambah Nasmur.