YOGYAKARTA, MENARA62.COM – “Pendidikan tidak hanya memperbaiki kualitas individu melainkan juga kualitas masyarakat, inilah awal terciptanya suatu bangsa yang beradab. Ilmu pengetahuan dapat membuka cakrawala perempuan dalam berbagai bidang dan saya sangat mengapresiasi ‘Aisyiyah yang sejak didirikan lebih dari satu abad yang lalu telah secara konsisten mendorong akses pendidikan formal dan nonformal bagi masyarakat Indonesia.”Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi dalam kegiatan Tasyakur Milad ke-105th ‘Aisyiyah dan Halal Bihalal yang dilaksanakan pada Kamis (19/5/2022).
Dalam kegiatan yang berlangsung secara hybrid tersebut Menteri Retno berkesempatan hadir secara langsung di Gedung Siti Bariyah Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta. Di hadapan 150 peserta yang hadir secara luring dan lebih dari seribu peserta yang hadir secara daring, Menteri Retno menyebutkan beberapa permasalahan yang dihadapi dunia saat ini. Permasalahan tersebut menurutnya membawa dampak sangat besar terutama bagi kelompok perempuan dan anak-anak. “Kemiskinan dan kesetaraan gender menjadi aspek yang paling terdampak dan pada tahun 2020 saja setidaknya terdapat 100 juta orang baru yang turun ke bawah garis kemiskinan, pemenuhan hak-hak perempuan juga mengalami kemunduran hingga satu generasi,” ungkap Retno. Ia menyebut laporan WEF terkait kesenjangan gender global untuk tahun 2021 dengan data yang cukup mencengangkan. “Perlu 135,6 tahun untuk menutup kesenjangan gender dunia, di bidang politik perlu 145,5 th untuk mencapai kesetaraan gender, bahkan dalam partisipasi ekonomi diperlukan 267,6 th untuk mengakhiri kesenjangan gender. Di semua krisis yang terjadi, perempuan selalu menjadi kelompok yang paling rentan terdampak.”
Berbagai permasalahan yang menjadikan perempuan sebagai kelompok yang dirugikan ini menurut Retno tidak menutup peran perempuan untuk dapat menunjukkan kontribusinya. Hal tersebut karena menurutnya dalam sisi mata koin yang berbeda, perempuan memiliki beberapa keunggulan. Dari sisi lain, seperti dari jumlah penduduk, Retno menyebut bahwa 49.6% penduduk dunia adalah perempuan. Perempuan dapat menjadi agen perubahan dan agen pembangunan di Indonesia karena 53.7% dari UMKM yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional dimiliki oleh perempuan dan 97% karyawannya adalah perempuan. Demikian juga dengan sektor kesehatan di mana 70% tenaganya adalah kaum perempuan. “Data-data tersebut semakin menguatkan peran penting perempuan sebagai agen perubahan dan pembangunan, perempuan juga dapat menjadi agen perdamaian dan toleransi,” tegas Retno.
Dalam usianya yang ke-105th Menteri Retno menyebut peran ‘Aisyiyah sangat berarti dalam memajukan peran perempuan, termasuk juga meningkatkan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Tidak hanya bagi bangsa Indonesia, Menteri Retno menyebut ‘Aisyiyah bersama Muhammadiyah juga turut berkontribusi bagi penanganan isu-isu global bekerjasama dengan kementerian luar negeri. “Apresiasi atas komitmen ‘Aisyiyah untuk terus memajukan peran perempuan, dalam sejarah perjalanan politik luar negeri kita banyak sekali kerjasama yang terjalin baik dengan ‘Aisyiyah maupun Muhammadiyah dalam berbagai isu dan ini tentunya harapan saya kerjasama ini dapat terus kita perkuat.”
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, dalam penyampaian Pidato Milad 105 Tahun ‘Aisyiyah, mengajak segenap warga ‘Aisyiyah untuk dapat merefleksikan setiap kerja-kerja dakwahnya selama ini. Menurutnya, ‘Aisyiyah yang memasuki abad kedua ini dihadapkan pada tantangan dan permasalahan yang semakin kompleks termasuk permasalahan dampak pandemi Covid-19 dalam berbagai aspek kehidupan. “Dakwah ‘Aisyiyah semakin dituntut memperluas jangkauan pembinaan dakwahnya sesuai era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan zaman. Hal yang demikian memerlukan intensitas dan kualitas dakwah pencerahan ‘Aisyiyah agar masyarakat lebih mengedepankan keadaban mulia, kebaikan, kecerdasan, keilmuan, dan keutamaan sebagai bentuk peradaban utama.”
Dakwah-dakwah ‘Aisyiyah juga dituntut untuk diperluas di tingkat jamaah atau komunitas karena masyarakat Indonesia yang beragam agama, suku bangsa, golongan atau kelompok, kedaerahan, dan latar belakang sosial-budaya, sehingga memerlukan ta’awun atau kebersamaan untuk saling membantu, saling menolong, saling mengingatkan, dan bekerjasama dalam perbedaan untuk meraih kemajuan hidup bersama. “Karenanya melalui kerja-kerja dakwah, ‘Aisyiyah harus menjadi kekuatan perekat sosial yang membawa misi Islam rahmatan lil-‘alamin. ‘Aisyiyah hadir dengan dakwah yang melintas-batas, artinya menyebarluaskan dakwah untuk membangun peradaban di tengah keragaman sosial masyarakat yang membawa pada kehidupan yang lebih baik, kedamaian, kebaikan, toleransi, kebersamaan, keunggulan, dan nilai-nilai luhur kehidupan.”
Noordjannah menyebutkan bukti-bukti sejarah yang mencantumkan nama-nama perempuan hebat yang menorehkan perannya dalam peradaban dunnia. ”Sejarah menunjukkan peran perempuan Islam dalam membangun peradaban utama yang tercerahkan dan mencerahkan atau “al-Madinah al-Munawwarah”,” terangnya.
Tokoh perempuan ‘Aisyiyah juga telah mengharumkan namanya menjadi Pahlawan Nasional dan apa yang ditampilkan oleh para tokoh perempuan Islam tersebut merupakan bukti sejarah dari kehadirannya dalam membangun peradaban dunia. ”Perempuan tampil bersama laki-laki dalam martabat yang sama untuk berbuat kebaikan bagi kehidupan bersama sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran surat an-Nahl ayat 97.
Dalam kesempatan ini Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah juga menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada seluruh penggerak ‘Aisyiyah di berbagai ranah dan lingkungan hingga ke pelosok-pelosok terjauh yang berkiprah tak kenal lelah dalam keterbatasan tetapi tetap gembira dan istiqamah dalam berkidmat memajukan umat dan bangsa. “Para penggerak ‘Aisyiyah yang hebat-hebat itu sejatinya merupakan aktor-aktor pembangun peradaban yang tujuan hidupnya mencari ridha dan karunia Allah swt. Semoga semua diberi kesehatan dan kekuatan dalam menjalankan misi dakwah dan tajdid ‘Aisyiyah yang sangat mulia,” ucap Noordjannah dengan haru.
(Suri)