JAKARTA, MENARA62.COM – Jelang pemilihan umum (Pemilu) serentak 2024, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi perhatian khusus oleh Ombudsman RI, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Berdasarkan data KASN 2020-2021, sebanyak 2.034 ASN dilaporkan dan 1.596 (78,5%) di antaranya terbukti melanggar dan dijatuhkan saksi. Di antara yang terbukti tersebut, 1.373 (86%) telah ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan, dalam konteks pemilu dan pilkada serentak, Ombudsman berperan untuk melakukan pencegahan maladministrasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan publik baik yang dilakukan oleh KPU, Bawaslu, KASN, dan lain-lain.
Ia menjabarkan, bentuk maladministrasi dalam penanganan pengaduan netralitas ASN di antaranya penundaan berlarut dalam penanganan pengaduan netralitas ASN baik yang diselenggarakan oleh Bawaslu dan KASN. Penyimpangan prosedur yakni tidak sesuainya mekanisme dan prosedur dalam penanganan pelanggaran netralitas ASN baik yang diselenggarakan oleh Bawaslu dan KASN.
Di samping itu, Robert juga menggarisbawahi tentang pengawasan jalannya pemilu tidak hanya terkait netralitas ASN tapi juga dapat diperluas hingga politik anggaran, alokasi bansos, dan dana hibah di pemerintah daerah melalui anggaran dinas-dinas. “Kami sering temukan, modalitas kepala daerah petahana untuk menang salah satunya menggunakan jalur strategis mobilisasi ASN dan perangkat dinas. Hal-hal seperti ini yang harus dicegah,” tegasnya dalam Talkshow Sinergi Pengawasan Netralitas ASN pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, di Kantor Ombudsman RI, Selasa (31/5/2022).
Ia berharap, pada pelaksanaan Pemilu serentak 2024 para ASN dapat menjaga integritas dan independensi. “Integritas dan independensi adalah mahkota ASN, jangan dipertaruhkan hanya karena kepentingan politik. Sebagai ASN, jadikan pelayanan publik sebagai orientasi utama,” imbau Robert.
Sementara itu, Anggota KASN Arie Budhiman menyampaikan lima kategori terbanyak pelanggaran netralitas ASN adalah kampanye/sosialisasi media sosial (30,4%), mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon (22,4%), melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6%), menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada (10,9%), melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (5,6%).
Arie mengungkapkan, tantangan pengawasan netralitas ASN dalam pemilu semakin kompleks terutama munculnya praktik birokrasi berpolitik. “Pada pelaksanaan pemilu yang perlu diperhatikan apakah ada upaya mobilisasi ASN. Selain itu perlu adanya mitigasi Pemilu 2024 yang dasarnya adalah praktik baik di kementerian/lembaga dan temuan di lapangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, komitmen dan narasi positif antar lembaga pengawas perlu dibangun menuju solidaritas birokrasi untuk mewujudkan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dan netralitas ASN pada pemilu.
Anggota Bawaslu, Puadi mengatakan pihaknya berkomitmen mengawasi netralitas ASN pada Pemilu serentak 2024. “Bawaslu punya moto Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu, sehingga memerlukan partisipasi masyarakat. Jika ada pelanggaran netralitas ASN pada pemilu, kita tunggu laporannya,” ujarnya.
Puadi menjabarkan sejumlah bentuk kenetralan ASN pada Pemilu 2020 di antaranya mendaftarkan diri ke partai politik (parpol) dengan tujuan menjadi bakal calon kepala daerah, menghadiri dan terlibat kegiatan parpol atau Bakal Calon kepala daerah, juga menunjukkan perbuatan yang berpihak kepada salah satu bakal calon atau pasangan calon di media sosial.