JAKARTA, MENARA62.COM – Sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk terus kompak dan bersatu dalam menghadapi situasi dunia yang penuh dengan ketidakpastian serta ekonomi global yang juga sulit diprediksi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mengoptimalkan kemampuan jajarannya untuk dapat merespons kondisi yang sedang terjadi di dunia. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan menyelenggarakan Kelas Eksekutif bagi para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya (Eselon I), para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon I), para Pejabat Administrator (Eselon III), dan para Pejabat Fungsional Ahli Madya.
”Sebagai bagian dari pemerintah, Kemenperin harus mampu merespons segala kondisi yang mungkin terjadi di masa depan. Kelas ini ditujukan kepada jajaran pimpinan Kemenperin yang wajib memiliki kemampuan dalam membaca data, menganalisis anomali, menginterpretasikan maksud, membuat kebijakan berbasis evidence, menyampaikan kepada pemangku kepentingan, melaksanakan tugas dengan cepat, dan mengevaluasi seluruh proses,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka Kelas Eksekutif Future Leaders: Collaboration And Engagement In The Era Of Industrial Revolution yang dilaksanakan secara hybrid dari Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Menperin menyampaikan, setiap kebijakan yang disusun harus berdasarkan data, dapat dibuktikan dengan fakta, dan diselesaikan secara menyeluruh. Peran jajaran Kemenperin sangat vital untuk mewujudkan visi Indonesia masuk dalam lima besar ekonomi dunia dengan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar USD7 triliun, pendapatan perkapita sebesar Rp320 juta/tahun, dan tingkat kemiskinan mendekati 0 (nol) pada 2045, atau 100 tahun sejak Indonesia merdeka. Menurutnya, target besar ini harus dikawal, diawasi, dan dikelola secara baik. Bukan hanya mampu membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi juga mampu membuat masyarakat menikmati pelayanan dan menikmati hasil pembangunan.
Kemenperin memiliki target besar yang telah ditetapkan bersama, meliputi implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 pada tujuh sektor industri prioritas, program substitusi impor hingga 35% pada 2022, dan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dengan potensi belanja barang dan modal dari pemerintah sekitar RP546,5 triliun. “Untuk itu, kita harus memiliki destination statement yang jelas dalam mencapai hal tersebut dan tidak bisa bekerja lagi menggunakan cara-cara seperti biasa,” tegas Agus.
Langkah tersebut menuntut perubahan pola kerja serta organisasi yang lebih cekatan, kolaboratif, dan tanpa sekat. Juga ditambah pengambilan keputusan yang harus cepat serta meninggalkan pola kepemimpinan gaya lama. Kondisi tersebut mutlak diperlukan untuk menjalankan program dan kebijakan untuk pengembangan sektor industri yang membutuhkan interkoneksi rantai pasok melalui ekosistem yang terhubung secara digital sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Di sini, kolaborasi antarpihak dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama dengan memaksimalkan konsep pentahelix yang melibatkan banyak peran. Sehingga jajaran Kemenperin harus dapat mewujudkan ekosistem industri manufaktur berupa sinergi pentahelix yang terdiri atas Pemerintah (Pusat dan Daerah), Industri (Kecil, Menengah, Besar), Rantai Pasok/Nilai Industri, Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset, serta Komunitas/Asosiasi/Profesional,” jelas Menperin.
Dalam kesempatan ini, Profesor Rhenald Kasali, Ph.D yang merupakan akademisi, praktisi bisnis, sekaligus pendiri Rumah Perubahan hadir sebagai pembicara. Ia menyampaikan, Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan jenjang karir yang panjang, sehingga perlu untuk terus beradaptasi agar bisa bertahan, tidak hanya bekerja sesuai kebiasaan.
Adanya disrupsi mengubah banyak hal dalam waktu cepat, sehingga reformasi birokrasi dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan kerja, meningkatkan produktivitas, serta orientasi terhadap outcome. Disrupsi mengakibatkan perubahan mendasar, termasuk dalam hal ketenagakerjaan. Sehingga, di masa ini tidak hanya dibutuhkan kemampuan managing, namun juga untuk melakukan orchestrating dengan memanfaatkan sumber daya dari berbagai sumber.
“Mengenai agility atau kelincahan yang disebutkan oleh Bapak Menteri, terdapat lima prinsip, yaitu speed over perfection, flexibility over planning, empowerment over hierarchy, learning over blaming, serta resource modularity,” jelasnya.
Lebih lanjut Prof. Rhenald Kasali, Ph.D menyarankan kepada para peserta kelas eksekutif untuk menggabungkan tiga hal yang perlu dimiliki yaitu, Bureucratic Smart yang berlandaskan pada role, procedures, regulation, dan hierarchy. Kemudian, Academic Smart yang berpedoman pada methods & structure, validity check, dan control variable. Terakhir, Street Smart yang bercirikan reality & speed untuk menghadapi segala tantangan dan permasalahan.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo dalam laporannya menyampaikan bahwa kelas eksekutif dilaksanakan untuk mengantisipasi dan membekali aparatur Kemenperin dalam menghadapi masa depan dan perubahan lingkungan yang semakin cepat. Selain itu juga untuk menghadapi permasalahan negara yang semakin kompleks dan tidak pasti, yang berciri VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, and Ambiguous).
Kegiatan juga merupakan rangkaian dari pelaksanaan Executive Partnership Programme (EPP), yaitu suatu program penugasan dengan menempatkan Pejabat Administrator dan Pejabat Fungsional Ahli Madya Kemenperin dalam jangka waktu tertentu di perusahaan industri. Program ini bertujuan memberikan mutual benefit bagi pegawai maupun perusahaan yang menjadi lokus pelaksanaan EPP.