JAKARTA, MENARA62.COM – Sebanyak 158 anak dari 9 Forum Anak yang tergabung dalam Tim Pemantauan Iklan Promosi dan Sponsor (IPS) rokok di 9 kota/kabupaten memaparkan hasil pemantauan mereka terhadap situasi iklan, promosi dan sponsor rokok di kota/kabupaten masing-masing. Hasilnya menunjukkan bahwa ke-9 Kota/kabupaten belum memiliki aturan pelarangan IPS rokok di seluruh wilayah untuk memenuhi Indikator ke-17 Kota Layak Anak (KLA), meskipun kota/kabupaten tersebut sudah memiliki peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Ke-158 anak juga menemukan betapa IPS rokok dalam berbagai bentuk masih ditemukan di semua wilayah Kabupaten/Kota yang dipantau, bahkan di Kabupaten/Kota yang telah mendapat predikat KLA Utama.
Adapun bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok yang paling banyak ditemukan anak-anak adalah spanduk, yang ditempatkan di titik penjualan, di gang-gang, dan jalan kecil, sehingga lebih mudah menjangkau dan dilihat anak, disamping berpotensi tidak membayar pajak reklame. Anak-anak menemukan iklan, promosi dan sponsor rokok di titik penjualan, di jalan menuju sekolah, dan di sekitar tempat mereka berkumpul dan berkegiatan, yang bukan termasuk wilayah KTR.
Hal ini disampaikan para narasumber Diseminasi yang mewakili Forum Anak (FA) dari 9 Kota/Kab, yakni Alya Eka Khairunissa (FA Kota Tangerang), Wanna (FA Kota Pangkal Pinang) dan Abdurra In Mukhlis (FA Kab. Pesisir Selatan). Ke-9 anggota FA sebelumnya telah mengikuti Pelatihan IPS Rokok yang diadakan Lentera Anak, pada 8-11 Oktober 2022 di Depok. Sebagai output pelatihan tersebut, mereka berkolaborasi dengan pengurus FA di kabupaten/kota dan tingkat kecamatan, hingga terbentuk 158 anggota Tim Pemantauan IPS Rokok yang selama periode 23-30 Oktober 2022 melakukan kegiatan pemantauan IPS rokok di 9 kab/Kota.
Salah satu hasil pemantauan Forum Anak di Kabupaten Sleman, yang sudah meraih penghargaan KLA Utama misalnya, masih ditemukan 132 iklan di titik penjualan (point of sale), dimana 1 dari 3 titik penjualan yang dipantau berada di sekitar sekolah. Iklan paling banyak ditemukan berbentuk stiker (71%) dengan bertemakan merk rokok(86%), dimana merek rokok paling banyak ditemukan adalah DjiSamSoe, Gudang Garam, Signature, dan Diplomat. Hasil pemantauan juga menemukan 15 IPS luar ruang dimana 6 diantaranya berada di sekitar sekolah, dimana 76% berbentuk spanduk, dengan bertemakan merek rokok sebesar 61%.
Begitu pula dengan hasil pemantauan di Kabupaten Siak, yang juga sudah meraih penghargaan KLA Utama, masih ditemukan 8 iklan di titik penjualan (point of sale), dimana iklan berbentuk stiker dan neonbox bertemakan Seni, Persahabatan, dan menampilkan merek rokok Esse.
Prevalensi Perokok Anak Meningkat
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari, menyampaikan bahwa kegiatan Diseminasi merupakan bagian dari proses pembelajaran 158 anak dari 9 Forum Anak. “Saya mengikuti bagaimana mereka berproses bersama sejak Oktober 2022, sejak mendapatkan pelatihan dan mereka memahami permasalahan rokok, menemukan permasalahan yang nyata di lingkungan mereka, mereka lihat, alami dan rasakan sendiri, hingga hari ini, mereka menyampaikan kepada kita para orang dewasa, apa yang menjadi kegelisahan dan harapan mereka terhadap permasalahan rokok,” kata Lisda.
Ia menjelaskan, dalam 10 tahun terakhir prevalensi perokok anak di Indonesia terus meningkat. Data Riskesdas 2018 menunjukkan perokok anak meningkat menjadi 9,1% (3,2 juta anak), dan Bappenas mempredikasi pada 2030 perokok anak bisa mencapai 15,9 juta. “Ini masalah serius di masa mendatang, mengingat rokok bersifat adiktif dan faktor resiko penyakit tidak menular juga akan menjadi beban ekonomi sehingga akan mengancam kualitas SDM,” tegas Lisda.
Salah satu penyebab anak merokok, ungkap Lisda, adalah maraknya iklan, promosi dan sponsor rokok. Berbagai studi membuktikan bahwa anak yang terpapar IPS produk tembakau sebelum inisiasi merokok; dan semakin banyak terpapar, akan semakin tinggi peluang inisiasi merokok. Survei terbaru Lentera Anak pada 2021 kepada 180 responden usia 10-19 tahun yang pernah atau aktif merokok dengan wawancara langsung kepada anak, menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden percaya iklan rokok mempengaruhi konsumsi merokok anak.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Anggin Nuzula, menyatakan, di Indonesia setidaknya sudah memiliki 6 regulasi terkait perlindungan kesehatan anak, KTR dan KLA, yakni UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40/2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Tembakau, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.440/7468/Bangda tahun 2018 tentang Penerapan Regulasi KTR di Daerah, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64/ Tahun 2015 tentang KTR di Sekolah, dan Perpres No. 25/2021 tentang Kebijakan KLA.
“Kesemua peraturan ini sudah secara tegas menunjukkan komitmen Pemerintah untuk melindungi anak dari zat adiktif dan untuk menurunkan prevalensi perokok anak sesuai amanat RPJMN,” tegas Anggin.
Kepala Bapenda Kota Bogor, Ir H. Deni Hendana MSi, meminta Kab/Kota tidak usah khawatir pelarangan iklan rokok akan berdampak pada menurunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Terbukti bahwa kami dapat melakukan strategi substitusi untuk perlahan-perlahan menghilangkan pendapatan dari pajak reklame rokok, antara lain dengan mengganti reklame dengan naskah rokok di tempat strategis dengan naskah non rokok, melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak selain reklame dan penyesuaian kebijakan tarif nilai sewa reklame,” ujarnya.
Menurut Deni, Kota Bogor sejak tahun 2009 sudah memiliki Perda KTR, dan pada tahun 2014 juga telah memiliki Perda No 3/2014 tentang larangan penyelenggaraan Reklame. “Keberanian kami melarang reklame rokok di kota Bogor sangat didukung oleh pimpinan kami, Walikota Bogor, pak Bima Arya. Beliau mendorong Visi Kota Bogor untuk menjadi Kota Ramah Keluarga, dan menjalankan misi Bogor sebagai kota sehat dan sejahtera. Dan untuk mewujudkan visi ramah keluarga ini kami ingin mewujudkan kota Bogor yang layak anak, dimana tahun ini kami sudah meraih penghargaan KLA tingkat Nindya. Untuk itu kota Bogor harus memiliki fondasi yang kuat, salah satunya dengan menerapkan Perda KTR yang dimulai sejak tahun 2009,” ungkap Deni.
Selain visi dan misi yang kuat, menurut Deni sangat dibutuhkan political will dari Pimpinan Daerah untuk berani melarang iklan rokok di seluruh kabupaten/kota, dan penegakan hukum yang tegas dalam implementasi regulasi.
Program Manajer Ruang Anak Dunia (Ruandu), percaya ada banyak sekali cara yang dapat dilakukan Pemda Kabupaten/Kota untuk melarang IPS rokok. Ia menegaskan bahwa kehadiran regulasi Keppres No. 25 tahun 2021 tentang KLA telah mengatur tentang pendelegasian wewenang pada Pemda, salah satunya dengan membuat regulasi pelarangan IPS Rokok.
Di Sumatera Barat sendiri, jelas Wanda sudah ada beberapa daerah yang melarang IPS rokok melalui KLA, diantaranya Kota Padang yang sudah memiliki Perda No. 12/2019 tentang KLA, dan Kota Sawahlunto yang sudah memiliki Perda Kota Sawahlunto No 4/2022 tentang Penyelenggaraan KLA.
Wanda juga menjelaskan perlunya daerah melakukan terobosan dan inisiatf untuk membuat aturan guna melarang IPS rokok di daerah. Misalnya kota Sawahlunto yang memasukkan regulasi terkait dunia usaha, dimana dunia usaha tidak boleh menampilkan iklan yang bersifat pornografi, pornoaksi, rokok dan zat adiktif. “Jadi, melalui pendelegasian wewenang dalam Keppres No 25/2021 itu seharusnya ada 1.000 alasan bagi Pemda untuk melarang iklan rokok untuk memenuhi indikator 17 KLA,” ujarnya.
Senada dengan Wanda, Tim Independen KLA, Hamid Patilima menegaskan pentingnya inisiatif daerah untuk melakukan inovasi terkait pengelolaan KTR dan pengawasan IPS rokok. Serta yang juga penting adalah penegakan peraturan dan perlunya penerapan sanksi hukum bagi pihak yang melanggar.
Daniel Beltsazar Jacob, Data Analyst Officer Lentera Anak yang selama hampir 4 bulan mendampingi Forum Anak dalam melakukan pemantauan IPS rokok, menyampaikan sejumlah Rekomendasi dari hasil pemantauan IPS Rokok di 9 kabupaten/kota tersebut.
Rekomendasi Untuk Pemerintah Daerah: adalah (1) Membuat peraturan pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok di seluruh wilayah Kabupaten/Kota sesuai dengan Indikator ke-17 Kota Layak Anak yang dimandatkan Perpres No.25/2021 tentang Kota Layak Anak serta (2) Mendesak Pemerintah Daerah untuk melibatkan dan merealisasikan suara anak dalam segala kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan sesuai dengan suara anak Indonesia 2022.
Rekomendasi untuk Kementerian PPPA: adalah (1) Memperkuat koordinasi dengan Kemenkes, Pemda, dan K/L lainnya untuk mewujudkan perlindungan hak kesehatan anak dalam bentuk implementasi KTR dan IPS rokok sebagai bentuk pemenuhan indikator KLA sesuai mandat PP No. 59/2019 dan Perpres No 25/2021 serta (2) Memperhatikan dengan serius indikator 17 KLA, mengingat jumlah perokok anak terus meningkat dan minimnya Pemda yang memiliki peraturan pelarangan IPS Rokok.
Sedangkan rekomendasi untuk Forum Anak Kota/Kabupaten: yakni Berperan aktif sebagai 2P untuk menyuarakan keresahan anak anak mengenai bahaya rokok untuk mendukung terpenuhinya indikator ke-17 KLA, yaitu implementasi KTR dan pelarangan IPS Rokok di seluruh wilayah Kabupaten/Kota.
“Kami mewakili anak-anak Indonesia berharap kegiatan ini dapat menyemangati ayah dan bunda Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota untuk memberikan dan melakukan hal yang terbaik bagi anak-anak, yaitu perlindungan dari bujukan iklan, promosi dan sponsor rokok, serta kepastian hukum pelarangan IPS Rokok,” pungkas Alya.