JAKARTA, MENARA62.COM – Upaya menggembosi PGRI di bawah kepemimpinan Ketua Umum PGRI Prof Unifah Rosyidi yang dilakukan oleh 18 ketua PGRI tingkat propinsi akhirnya gagal total. Hal ini terjadi setelah belasan Ketua PGRI Provinsi mengklarifikasi dan menyatakan bahwa nama-nama mereka sudah dicatut sebagai bagian dari yang menyatakan mosi.
Daerah yang menyatakan bahwa mereka tidak menjadi bagian mosi dan tetap mendukung kepemimpinan yang sah di antaranya Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, DKI Jakarta, Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan Kabupaten Bau-bau Sulawesi Tenggara. Sedangkan DIY dan NTT itu bukan dihadiri Ketua dan merupakan pernyataan pribadi.
Dalam pernyataan persnya, Ketua Departemen Infokom PB PGRI Wijaya Winarya mengatakan dengan adanya klarifikasi dari para ketua PGRI tingkat propinsi, itu berarti upaya menggembosi PGRI di bawah kepemimpinan Prof Unifah gagal total.
“Kami pengurus baik di tingkat pusat maupun daerah malah semakin solid dan tetap setia terhadap kepemimpinan Prof Unifah,” kata Wijaya menyikapi dinamika yang terjadi terkait manuver dari 18 oknum Pengurus PGRI yang mengatasnamakan Provinsi dan 9 oknum PB PGRI, Sabtu (17/6/2023).
Selain manuvernya gagal, lanjut Wijaya, mereka kini juga menghadapi reaksi negative dan tuntutan dari pengurus di Kabupaten/Kota di wilayah masing-masing. Karena modi tidak percaya yang dilontarkan belasan oknum ketua PGRI propinsi tersebut nyatanya tidak melalui forum resmi organisasi yang melibatkan pengurus kabupaten/kota.
Ia mengingatkan bahwa istilah mosi yang dikeluarkan oleh 18 orangoknum yang mengatasnamakan ketua PGRI tingkat propinsi, dan 9 oknum PB PGRI tidak dikenal dalam organisasi PGRI. Mosi mereka lebih terkait dengan dinamika kontestasi politik menjelang Kongres PGRI ke-XXIII dan menunjukkan tanda ketidaksabaran dari oknum-oknum yang ingin tampil bersaing dalam suksesi kepemimpinan PGRI.
“Mereka belum menyadari bahwa syahwat yang tidak terkendali dan meledak-ledak keluar ini juga berpotensi menjatuhkan muruah serta memecah belah organisasi,” lanjutnya.
Lebih lanjut Wijaya juga menyampaikan pernyataan 9 oknum Pengurus Besar PGRI yang menyebut dirinya tim 9 adalah bentuk indisipliner organisasi dan tidak mematuhi mekanisme organisasi yang berlaku. Sebagian besar bagian dari tim 9 adalah mereka yang jarang dan hampir tidak pernah hadir dalam rapat-rapat pleno dan forum-forum kegiatan resmi organisasi.
Selain itu, statemen bernada provokatif yang beredar di publik melalui media sosial menyebutkan bahwa akan ada sekelompok orang ingin merebut Gedung Guru Indonesia kantor Pengurus Besar merupakan bentuk tindakan premanisme yang berpotensi melanggar hukum. “Terkait ini kami akan koordinasikan dengan pihak berwenang untuk menindak dan mengambil langkah selanjutnya,” jelas Wijaya.
Terkait situasi kepengurusan PGRI di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, Wakil Sekjen PB PGRI Dudung Abdul Qodir meminta pengurus daerah tetap tenang dan mematuhi mekanisme organisasi yang berlaku dan segera melakukan langkah konsolidasi menyatukan langkah sikap untuk melawan segala manuver kelompok-kelompok yang akan meruntuhkan wibawa organisasi
“Dengan penuh keyakinan kami menegaskan bahwasanya PGRI di PB dan Daerah masih tetap setia, solid, dan mendukung kepemimpinan Ketua Umum yang sah Prof. Dr. Hj. Unifah Rosyidi, M.Pd,” tutup Dudung.
Keterangan pers tersebut menanggapi aksi mosi tidak percaya yang dilakukan 18 oknum ketua PGRI tingkat propinsi dan 9 oknum PB PGRI yang dilakukan bersamaan dengan digelarnya Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) sebagai tindak lanjut dari Rapimnas virtual dan Konkernas IV di Samarinda pada hari Kamis (15/6/2023). Rakornas merupakan forum organisasi yang diikuti oleh pengurus provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Dalam Rakornas yang berlangsung secara blended (luring dan daring) diikuti oleh jajaran pengurus besar, dan 300 pengurus dari 34 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota tersebut muncul pernyataan mosi tidak percaya dari belasan oknum ketua PGRI Propinsi dan 9 oknum PB PGRI melalui media.