Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Sudah lebih dari 600 hari peperangan Rusia versus Ukraina di daratan Eropa, entah berapa ribu trilyun anggaran dikeluarkan. Terlebih jumlah jiwa dan raga manusia, puluhan ribu tentara dan sipil meregang nyawa di keduabelah pihak. Syahwat dan nafsu sebagai manusia yang memiliki karakter doyan menumpahkan darah, hal tersebut pernah diungkapkan oleh mahluk lain saat akan diciptakan oleh Allah SWT, namun karena penciptaan adalah hak prerogratif-Nya. Karena hanya dzat-Nya yang lebih mengetahui dari segala hal yang diciptakannya, baik itu resiko maupun konsekuensinya. Tidak ada satupun terlewati, dan sangat mustahil penciptaan seluruh alam dan isinya hanya sekedar menciptakan, melainkan sudah dipastikan segala hal yang terkait dengan berbagai macam dan jenis ciptaan-Nya dipersiapkan dengan ideal dan sempurna. Sekalipun dalam realita penampakannya tidak ideal menurut pandangan subjektif manusia.
Keserakahan manusia di dunia, baik individu atau dalam kelompok sosial di berbagai jenis entitas seperti sebuah bangsa dan negara senantiasa ada. Bahkan sifat dasar manusia secara umum, kemauan dan berharap memiliki material yang lebih dari kecukupan adalah sesuatu benar adanya. Pun sama, saat perjalanan setiap bangsa-bangsa di dunia dalam sejarahnya menunjukan secara faktual sekelompok manusia untuk mempertahankan hidupnya saling berebut dan berbagi daerah atau wilayah kekuasaan. Saat berebut tersebut, ada konsekuensi dan resiko yang dapat diterima, saling serang dengan kekuatan fisik kemudian berakumulasi menjadi ritual peperangan antar kelompok orang yang tidak dapat dihindari. Hingga saat ini di abad modern, agar mendapatkan suatu wilayah lahan gerakan harus melakukan berbagai pendekatan dan cara. Termasuk pendekatan peperangan menjadi salah satu untuk mengambil alih pada suatu wilayah tertentu. Sebagaimana kita lihat sejarah Indonesia pada abad 19, bahwa bangsa Belanda, Inggris dan Portugis sempat menjajah tiada lain bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan untuk kepentingan ekonomi, politik, sosial, keamanan dan pertahanan.
Di era global, peperangan antar bangsa dan negara pada dasarnya tidak jauh berbeda motif dan orientasinya selain hanya untuk kekuasaan materi namun juga membangun kedigjayaan bangsa dan negara diduni. Hukum rimba menjadi dasar hukum aturan berbangsa dan bernegara dalam skala nasional dan dunia internasional, siapa yang kuat dan mampu menguasai dengan cara apapun, bahkan menghilangkan jiwa raga sekalipun dengan tanpa ampun dan tidak berprikemanusiaan. Sikap keganasan yang dipertontonkan, tidak peduli kiri-kanan dan depan-belakang juga Sang Pencipta yang di atas. Baginya segala yang dilakukan hanya bagaimana dirinya, bangsanya dan negaranya menguasai dunia. Semua negara yang dianeksasi harus tunduk dan patuh terhadap segala kehendaknya. Dan siapapun yang menentang, membangkang dan mengganggu kekuasaannya siap-siap menerima konsekuensi untuk dihabisi tanpa belas kasihan. Bahkan sangat mungkin bagi manusia serakah tidak lagi hukum rimba sebagai dasar berbuat melainkan hukum setan angkara murka, bukan hanya musuh-musuhnya yang dihabisi melainkan yang ada dalam dirinya saat harus dikorbankan, maka tidak segan-segan dihabisinya.
Begitupun dalam berbangsa dan bernegara, saat hukum setan menjadi dasar berbuat sangat mungkin keluarga sendiri, sahabat dan kolega-kerabat dekat akan menjadi tumbal kekuasaanya tanpa belas kasihan. Sangat luar biasa jahatnya sistem soaial politik kekuasan dari masa ke masa, bahkan merambah keberbagai entitas dan kelompok sosial kecil. Saat nabiyullah Muhammad SAW memperbaiki dan memberi keteladanan di masanya hingga membuat sisi gelap kemanusiaan menjadi terang keadilan dan keradaban dalam bermasyarakat dan bernegara siapapun komunitas dan wilayah yang berada dalam kekuasaannya mendapatkan keadilan dan keadaban yang religius dan humanis. Entah apa yang terjadi dan bagaimana sistem sosial politik diluar wilayah kendalinya, sangat mungkin tidak seperti apa yang dirasakan oleh masyarakat muslim saat profetik kenabian menjadi sumber nilai-nilai berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Terlebih saat lepas dari kendali kepemimpinan kenabian, faktanya terlihat ada perubahan sscara berangsur ketertiban hukum, sosial, politik, dan ekonomi bermasyarakat mulai memudar nilai-nilai teologi ketauhidan masyarakat. Hal tersebut sangat terlihat mulai adanya sekelompok umat muslim membuat gerakan melawan kebijakan khalifah pasca kenabian.
Melihat konteks sejarah tersebut, saat dikaitkan pada era hari ini sikap dan prilaku kebangsaan sangat jauh dari kata bernilai dan bermoral. Kejahatan dan kriminalitas sosial, politik dan ekonomi dipertontonkan dengan telanjang bulat seperti menjadi keakuan dan kebanggan. Rasa kasih dan sayang hanya dalam kata-kata, ungkapan dan pernyataan namun faktnya jauh dari apa yang dikatakan dan diungkapkan. Kebohohangan demi kebohongan dan penipuan satu ke penipuan yang lain sebagai alasan untuk menganeksasi sebuah wilayah kekuasaan, masifitas propaganda berbagai media darat dan udara menjadi bumbu utama berbuat kejahatan. Para pemimpin dungu negara-negara lemah ditundukan dengan gaya oligarki, sifat-sifat warga negara dibelahan dunia diracuni dengan ideologi materialisme dan hedonisme. Saat tertentu harus membentengi diri dari kerusakan nilai-nilai keyakinan teologis, namun ketika kebutuhan materi menjadi sumber kekuatan pada akhirnya nilai-nilai moral sebagai benteng keyakinan beragama pun luntur dan lebur tanpa disadari.
Hari ini setiap saat dapat dilihat secara live pertempuran di benua Eropa, secara visual muncul di berbagai platform media sosial sengitnya adu kekuatan persenjataan canggih di abad modern seperti tank, artileri, pesawat jet dan hilkopeter perang, berbagi jenis bom dan rudal-rudal berjarak pendek dan jauh, bahkan nuklir pun dipersiapkan. Alutsista tersebut dilepaskan dari mulutnya ada yang langsung dari darat maupun dari udara, bahkan di era digital saat ini sudah menggunakan pesawat tempur udara nirawak atau dikenal dengan drone. Kita dapat menonton secara live bagaimana kinerja alutsista berteknologi tinggi dan berbasis digital tersebut dipergunakan dalam perang hari ini berkecamuk di benua eropa. Presisi dan akurasi alutsista yang digunakan perang saat ini yang memporak-porandakan negara Ukraina dan sebagian kecil Rusia, ternyata hanya menjadi ajang promosi produk alutsista mana yang canggih dan modern dan mana yang sudah dianggap usang tak berguna. Hal itu benar adanya, karena fakta dan realita Ukraina sebagai tumbal kedigjayaan sebuah bangsa dan negara super power yang menjadi pengendali dan pemimpin NATO yaitu Amerika Serikat. Pasalnya, hampir seluruhnya alutsista yang digunakan Ukraina melawan dan menyerang Rusia merupakan produk USA dan beberapa negara sekutunya yang disuplai menjelang dan saat berperang terjadi.
Artinya pertempuran yang saat ini terjadi, secara visual simbolik terlihat Rusia versus Ukraina, padahal substansinya pertempuran tersebut bukan pertempuran Rusia dan Ukraina, melainkan Rusia dan Amerika serta negar NATO yang pro-Amerika Serikat. Begitulah sebuah permainan antar negara maju, saling aneksasi dengan berbuat kejahatan sudah dianggap legal dan benar, sehingga bagi mereka alat ukur dan indikator antara kebenaran dan kejahatan sudah tidak menggunakan nilai-nilai agama dan humanisme, mereka mengukur dan menilai sesuai dengan kehendak dan kekuasaanya. Pun sama, dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan, serta kehidupan sosial politik dan ekonomi masyarakat ada kecenderungan menggunakan nilai-nilai dan moralitas yang semu penuh tipu daya. Agama dan ajarannya hanya simbolisme dan kemasan sebagai setempel pembenaran semata. Akhirnya kita semua berdo’a semoga dunia ini diselamatkan oleh orang-orang berusaha dalam kebenaran. Wallahu’alam.
Bandung, Agustus 2023