BANDUNG, MENARA62.COM – Dosen Fisip Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Nurlina Rahman berhasil meraih gelar doktor bidang Ilmu Komunikasi setelah berhasil mempertahankan disertasinya hadapan Sidang Senat Terbuka Universitas Padjajaran Bandung pada Selasa (6/8/2024). Melalui disertasi berjudul “Komunikasi Terapeutik Antara Konselor dengan Pasien Pengguna Narkoba Melalui Metode Biologik-Psikologik-Sosial-Spiritual (BPP): Studi Fenomenologi Pendampingan Pasien Pengguna Narkoba Dalam Proses Rehabilitasi Ketergantungan Narkoba di Madani Mental Health Care/MMHC di Jakarta dan Bogor” Nurlina meraih gelar doktor dengan predikat Sangat Memuaskan.
Bertindak sebagai Ketua Tim Promotor adalah Prof. Deddy Mulyana, MA, PhD dengan anggota Tim Promotor Prof. Dr. Susanne Dida, MM dan Dr. Yanti Setianti, M.Si.
Nurlina dalam disertasinya menyoroti tentang posisi strategis seorang konselor pendamping pasien narkoba dalam proses rehabilitasi pecandu narkoba. Penelitian dilakukan di Madani Mental Health Care (MMHC) Jakarta dan Bogor kurun waktu Juni 2019 hingga Desember 2022.
Penelitian didasari pada asumsi bahwa komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dalam hal ini konselor dapat mengubah perilaku sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pendampingan terhadap pasien narkoba. Mengingat konteks yang didalami berada pada ruang lingkup kesehatan maka penelitian juga menggunakan pendekatan komunikasi kesehatan.
Proses penelitian dilakukan dengan pengamatan partisipan di tempat rehabilitasi MMHC 1 di Jakarta Jalan Pancawarga III dan di MMHC II Desa Sipak Bogor. Teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui teknik wawancara mendalam kepada 21 informan. Selain itu juga melalui obsevasi partisipan kegiatan yang dilakukan pada program pendampingan di luar Madani, seperti kegiatan outbond di Bogor, Puncak, Kepulauan Seribu (Pulau Pramuka, Pulau Semak Daun, Pulau Patrik), Seminar, Webinar, Tasyakuran Milad MMHC, dan rutinitas lain di Madani.
Nurlina mengungkapkan pecandu narkoba umumnya ingin terbebas dari ketergantungan terhadap obat-obatan terlarang dan juga zat adiktif berbahaya lainnya. Walaupun secara fisik pasien sudah dinyatakan bebas dari narkoba ditubuhnya, racun sudah berhasil didetoksifikasi, namun perilaku adiktif sebagai akibat/efek penggunaan narkoba memberi dampak pasien memiliki kecenderungan untuk kambuh (relapsed). Karena itu dalam proses penyembuhan pasien narkoba, dibutuhkan orang lain sebagai pendamping.
Nurlina juga mengungkapkan bagaimana kompleksnya proses rehabilitasi pencandu narkoba. “Proses rehabilitasi pecandu narkoba tidak cukup dari aspek medis tetapi juga harus melibatkan aspek psikologi, social, spiritual termasuk sentuhan komunikasi,” ujarnya.
Menggunakan pendekatan fenomenologis, interaksionisme simbolik, dan teori konstruksi sosial dalam ruang lingkup komunikasi terapeutik, Nurlina berhasil membuktikan bahwa komunikasi merupakan kompetensi yang dibutuhkan konselor dan recovery partner dalam menerapkan program/metode BPSS MMHC pada proses pendampingan rehabilitasi pasien narkoba menggunakan sistem biomedis, sistem personalistik, dan sistem naturalistik. Studi ini menganggap komunikasi terapeutik dapat menjelaskan secara ilmiah tentang proses/tahapan komunikasi terapeutik yang dibangun dalam hubungan antara konselor, tenaga medis dalam proses penyembuhan/pendampingan pasien pengguna narkoba pada masa rehabilitasi ketergantungan narkoba di lembaga rehabilitasi MMHC.
“Metodenya mengedepankan proses komunikasi yang bersifat terapeutik, yang secara sadar direncanakan, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien,” ujar Nurlina yang juga menjabat Wakil Dekan FISIP UHAMKA.
Kuncinya, tegas Nurlina Rahman, komunikasi terapeutik yang optimal merupakan keterampilan penting yang perlu dimiliki seorang konselor dalam praktek klinis untuk upaya meningkatkan kualitas dan efisiensi perawatan dan pemulihan. Dan untuk mencapai komunikasi yang efektif, konselor dan pasien harus secara bersama beroperasi dan mengoordinasikan komunikasi yang terjalin diantara mereka.
Komunikasi terapeutik (kesehatan) itu sendiri merupakan sebuah kajian dan kebutuhan utama dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan masyarakat tidak terkecuali masalah besar yang dihadapi Indonesia yaitu penyalah guna narkoba. Kesalahan dalam memahami suatu kondisi kesehatan yang disebabkan hambatan komunikasi kiranya berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit seseorang.
Selain menggunakan konteks komunikasi kesehatan penelitian ini juga menggunakan pendekatan komunikasi antarpersonal untuk mengungkapkan optimalisasi komunikasi yang menggunakan keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, kesetaraan yang merupakan elemen diri harus menjadi perhatian khusus yang harus dimiliki bagi pelaku komunikasi kesehatan seperti seorang dokter, psikolog, perawat, dan konselor.
“Dugaan mendasar ini kiranya dapat memberi gambaran pada hasil penelitian ini bahwa komunikasi kesehatan antara konselor dengan pasien khususnya pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi di MMHC dapat membantu proses penyembuhan penyakit yang dialami pasien,” tegasnya.
Dengan metode rehabilitasi yang jenisnya disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan masing-masing pasien narkoba, kata Nurlina maka dimungkinkan dapat menekan bahkan menghilangkan potensi kekambuhan (chronic relapsing disorder) pasien terhadap penggunaan narkoba.
Dalam Sidang Senat Terbuka Universitas. Padjajaran tersebut, ikut hadir Rektor UHAMKA Prof. Dr. Gunawan Suryoputro, M.Hum, semua Warek UHAMKA, Direktur Sekolah Pascasarjana dan Warek II Universitas Muhammadiyah Bandung.