JAKARTA, MENARA62.COM — Pada 1 Februari 2025, jagad maya Indonesia dihebohkan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang menunjukkan angka Rp8.170,65, jauh lebih rendah dari nilai tukar yang sebenarnya. Angka ini muncul di hasil pencarian Google, menimbulkan spekulasi dan kebingungan di kalangan masyarakat.
Meskipun angka tersebut sempat dipandang sebagai tanda perbaikan ekonomi, banyak yang meragukan kebenarannya, mengingat nilai tukar yang sesungguhnya berada di kisaran Rp16.300 per dolar AS. Bank Indonesia (BI) langsung merespon fenomena ini dengan mengonfirmasi bahwa informasi tersebut tidak sesuai dengan kondisi riil.
Situs Antaranews.com melansir, Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi BI, menjelaskan bahwa BI segera berkoordinasi dengan Google Indonesia untuk mengatasi masalah teknis tersebut. Ia menegaskan bahwa level Rp8.100-an yang tertera di Google bukanlah nilai tukar yang akurat.
Pihak Google Indonesia juga mengakui adanya masalah dalam menampilkan nilai tukar rupiah di Google Search dan berjanji untuk segera melakukan perbaikan. Fenomena ini menegaskan pentingnya verifikasi informasi sebelum mempercayainya.
Penyebab Ketidakakuratan
Google mengonfirmasi bahwa data konversi mata uang yang tampil di platform mereka berasal dari pihak ketiga. “Ketika kami mengetahui adanya ketidakakuratan, kami segera menghubungi penyedia data untuk melakukan perbaikan secepat mungkin,” ujar perwakilan Google.
Menanggapi hal ini, Dr. Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, menjelaskan bahwa salah satu penyebab kemungkinan adalah kesalahan teknis dalam sistem Google atau platform penyedia informasi nilai tukar.
Google, seperti banyak sistem teknologi lainnya, mengandalkan algoritma yang mengumpulkan data dari berbagai sumber. Jika terjadi gangguan atau bug dalam proses ini, data yang ditampilkan bisa jadi tidak akurat atau menyesatkan.
Selain itu, Google mengambil data nilai tukar dari beragam sumber eksternal, seperti lembaga keuangan, penyedia data ekonomi, dan pasar valuta asing. Perbedaan dalam pembaruan data antara platform yang berbeda bisa menyebabkan variasi nilai tukar yang ditampilkan. Beberapa platform mungkin memperbarui informasi lebih cepat, sehingga ada kemungkinan Google menampilkan kurs yang sudah usang atau belum diperbarui dengan data terbaru dari bank sentral atau lembaga keuangan utama.