SOLO,MENARA62.COM – Sikap yang sesuai dengan tuntunan Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah terhadap sedekap setelah bangun dari ruku’ dan duduk iftirasy pada shalat 2 raka’at dibahas oleh narasumber dalam Kajian Tarjih Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Selasa (4/2/2025).
Kajian Tarjih UMS rutin dilaksanakan setiap Selasa pukul 07.30 – 08.30 melalui kanal Youtube tvMu Channel yang bertujuan sebagai pengembangan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan bagi dosen dan Tenaga Kependidikan UMS. Pada kesempatan kali ini menghadirkan pembicara, Ust. Dr. Imron Rosyadi, M.Ag., yang mengupas tuntas kedua topik pembahasan ini.
Pertama, Imron membahas sedekap setelah bangun dari ruku’ atau ketika i’tidal. Sebelumnya, ia menjelaskan bahwa i’tidal adalah serangkaian dari ibadah shalat yakni keadaan berdiri lurus sesaat setelah bangkit dari ruku’ dengan seluruh ruas tulang berada di posisi nol. Ada beberapa pendapat mengenai posisi tangan, majelis tarjih menemukan 2 pendapat, yaitu posisi bersedekap dan lurus.
“Posisi bersedekap didasarkan kepada keumuman dari berdiri dalam shalat, seperti setelah takbiratul ihram,” kata Imron.
Imron juga memaparkan bahwa pendapat yang pertama itu berdasarkan riwayat dari Al-Bukhari yang berbunyi “seorang laki-laki hendaklah meletakkan tangan yang kanan diatas tangan kiri di dalam shalat.” Ia juga menjelaskan dalam riwayat lain dari Wail Bin Hujr yang berbunyi “Aku melihat Nabi SAW sedang shalat, lalu beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.” (HR. Nomor hadits : 867)
Pada pendapat yang kedua, Imron mengutip dari hadits yang memberikan penjelasan posisi tangan lurus setelah ruku’. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abi Humaid As Saidi yang berbunyi “kemudian nabi mengucapkan sami’allahu liman hamidah, saat mengucapkan kalimat itu nabi mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua telinganya dan lurus (sehingga kembali tulang belakangnya).”
“Karena ketika ruku’ posisi tulang punggungnya tidak lurus, maka ketika setelah ruku’ harus benar-benar berdiri lurus. Itu maksud dari hadits ini,” jelas Imron yang juga sebagai Kepala Lembaga Pengembangan Pondok Islam dan Kemuhammadiyahan UMS.
Untuk posisi tangan, Imron menjelaskan tidak perlu diminta lurus karena ketika posisi ruku’ tangan sudah lurus. Karena itu pada hadits ini yang diminta lurus adalah tulang belakangnya.
Tidak hanya itu, Ia juga mengutip dari 4 hadits lain yang serupa. Setelah itu, Imron menyimpulkan dari kelima hadits yang disajikan bahwa pernyataan yang “meminta kembali lurus” adalah tulang punggung dalam keadaan lurus.
“Karena yang diminta itu tulang punggung yang lurus, maka tidak bersedekap dan posisi tangannya lurus. Dari sini dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan tulang (termasuk tulang kedua belah tangan) itu harus lurus, jadi semuanya diminta untuk lurus,” jelasnya.
Pada pembahasan terakhir, Imron Rosyadi menjelaskan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah berpendapat bahwa duduk iftirasy dalam shalat 2 rakaat menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Zubair yang berbunyi “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika duduk pada dua raka’at, beliau duduk di atas kaki kirinya, dan menegakkan kaki kanannya.”
Imron juga menjelaskan hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Humaid As Saidi yang termasuk salah seorang yang hafal betul tentang shalatnya Rasulullah SAW. Abu Humaid As Saidi melihat shalatnya Rasulullah yang terkait dengan iftirasy, apabila Rasulullah duduk pada rakaat yang ke-dua, Rasulullah duduk diatas kakinya yang kiri, kemudian Rasulullah menegakkan kakinya yang kanan, dan apabila Rasulullah itu duduk di rakaat terakhir, beliau duduk dengan memajukan (telapak) kaki kirinya (di bawah kaki kanan) dan menegakkan kaki kanannya, kemudian Rasulullah duduk secara sempurna. (*)