JAKARTA, MENARA62.COM— Derasnya arus informasi di era digital membuat upaya menangkal hoaks semakin mendesak. Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggelar forum group discussion (FGD) bertajuk “Pengendalian Informasi Hoaks di Era Digital” sebagai langkah konkret menghadapi tantangan ini.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Kiai Cholil Nafis Ketua MUI menilai media sosial kini tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Menurutnya, tanpa langkah tegas, arus informasi tak tervalidasi akan terus membanjiri ruang publik dan memicu keresahan.
“Kita tidak bisa menghindari dari media sosial, karena kita hidup di dunia maya, dunia IT, teknologi yang kita menyebar. Oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia melalui FGD ini ingin merumuskan bagaimana cara menangkal hoaks, mengendalikan, minimal meminimalisir terhadap bahaya-bahaya dari hoaks,” tegasnya saat diwawancarai oleh MENARA62.COM di Oakwood Hotel, Jakarta, Kamis (20/2/2025).
FGD ini juga menyoroti rendahnya kesadaran pengguna media sosial dan konten kreator terhadap dampak negatif informasi yang mereka sebar. Kiai Cholil menegaskan, edukasi yang komprehensif sangat diperlukan agar setiap informasi yang dibagikan tidak hanya akurat, tetapi juga bermanfaat.
“Pertama, kita ingin menyadarkan kesadaran para pengguna atau bahkan konten kreatornya, agar mereka bisa menyebarkan tidak hanya pada benar beritanya, tapi juga bermasalah kepada yang lain,” jelasnya.
MUI juga mendesak Komdigi merumuskan kebijakan tegas untuk mengendalikan hoaks. Kiai Cholil menilai, tanpa regulasi kuat dan pengecekan fakta yang akurat, informasi palsu akan terus menyebar tanpa kendali.
“Yang kedua, kita mendorong memang tadi dari Komdigi agar dibiarkan kebijakan tentang pengendalian hoaks ini, bagaimana kita bisa cek fakta,” lanjutnya.
Kiai Cholil menegaskan, dalam perspektif agama, kebenaran informasi tidak selalu harus dipublikasikan. Jika tidak membawa manfaat atau justru memicu keburukan, penyebarannya sebaiknya ditahan.
“Secara aspek keagamaan, berita yang benar pun tidak harus disebarkan. Kalau tidak ada manfaatnya, harus ada yang manfaatnya,” tegasnya.
MUI berencana mengadakan pertemuan rutin dengan Komdigi untuk memperkuat kolaborasi. Langkah ini penting agar keduanya tetap sigap menghadapi isu keagamaan dan kebangsaan yang berkembang di media sosial.
“Kita berharap nanti ada pertemuan rutin dengan Komdigi untuk update berita-berita yang berkenaan dengan isu keagamaan dan kebangsaan,” ujarnya.
MUI juga menggarisbawahi pentingnya pemantauan perilaku masyarakat dalam menggunakan media sosial. Dengan memahami pola perilaku ini, para da’i diharapkan dapat merancang strategi dakwah yang lebih efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
“Kita akan memotret di media sosial itu berkenaan dengan perilaku masyarakat bermedia sosial yang itu menggambarkan dari perilaku keseharian,” ujarnya.
Dalam menghadapi hoaks, MUI menggarisbawahi peran krusial fatwa sebagai panduan bagi masyarakat dalam menyaring informasi. Fatwa MUI Nomor 17 Tahun 2014, yang mengatur etika penyebaran informasi, dinilai sangat relevan dalam mengatasi derasnya arus berita yang tidak terverifikasi.
“Peran pertama adalah dengan Fatwa Nomor 17 Tahun 2014 itu adalah sangat dibutuhkan dan sangat memberikan efek panduan terhadap masyarakat,” ungkapnya.
Fatwa ini secara tegas mengajarkan bahwa setiap informasi harus diverifikasi kebenarannya sebelum dibagikan, terutama jika berasal dari sumber yang tidak dikenal. Kiai Cholil menekankan bahwa langkah ini sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan potensi konflik sosial.
“Sehingga MUI dengan fatwa-fatwanya bisa menjadi pedoman pada masyarakat setiap konten atau berita yang muncul adalah berita yang mungkin benar dan mungkin salah. Mungkin dikategorikan mirip dengan fasiklah kira-kira, sangat diragukan apalagi dari sumber yang tidak dikenal. Maka dia harus verifikasi,” ujarnya.
Selain mengandalkan fatwa, MUI juga melihat pentingnya kerja sama yang erat dengan Komdigi dalam menyusun regulasi yang tepat dan sistem pengendalian informasi yang efektif.
“Kerja sama dengan Komdigi agar bisa dikendalikan dari aspek sistem dan regulasinya,” tegasnya.
Lebih lanjut, MUI mengajak umat Islam, terutama generasi muda, untuk proaktif dalam menyebarkan informasi yang positif dan edukatif. Langkah ini diyakini dapat menjadi strategi efektif dalam mengimbangi penyebaran hoaks yang kian masif.