29.9 C
Jakarta

Budi Setiawan: Jambore Relawan Bukan Sekadar Acara, Tapi Penguatan Kapasitas dan Sinergi Kemanusiaan

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Ketua MDMC PP Muhammadiyah, Budi Setiawan menegaskan bahwa penyelenggaraan Jambore Nasional Relawan Muhammadiyah-Aisyiyah ke-3 bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi merupakan bagian penting dari proses penyempurnaan kerja-kerja kemanusiaan dan penguatan kapasitas organisasi. Hal ini disampaikan dalam sambutan penutupan dan pembubaran panitia Jambore di Aula Gedung PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (31/7).

 

Menurutnya, momen ini lebih tepat disebut sebagai penyempurnaan kegiatan, bukan sekadar penutupan. “Kegiatan berakhir ketika semuanya selesai. Ada kenangan dan pembelajaran yang tidak mudah dilepas,” ujarnya.

 

Ia menyoroti sinergi kuat antara MDMC dan LLHPB yang telah terjalin, terutama sejak pelaksanaan Jambore di Karanganyar, Tawangmangu, yang menggambarkan kedekatan nilai dan kerja antara kedua lembaga. Meski memiliki fokus berbeda—lingkungan hidup dan kebencanaan—namun keduanya memiliki irisan kerja yang luas dan saling melengkapi.

 

Jambore Lebih Kompleks dari Rakernas

 

Ketua MDMC juga membandingkan kompleksitas Jambore dengan Rapat Kerja Nasional (Rakernas). “Penyelenggaraan Jambore lebih rumit. Di Solo saja sempat direncanakan, tapi karena sibuk di arena Muktamar, tidak bisa terlaksana,” ujarnya. Meskipun demikian, Jambore tetap dianggap sebagai wadah penting silaturahim, pelatihan lapangan, penguatan kapasitas, hingga pengenalan inovasi dalam penanggulangan bencana.

 

Tantangan dan Dinamika Lapangan

 

Ia juga menyoroti pentingnya komunikasi lintas organisasi. “Kadang di lapangan, komunikasi meleset. Mendadak harus menyediakan konsumsi untuk 100 orang malam-malam, kelabakan. Tapi itulah dinamika lapangan yang jadi pembelajaran,” katanya, sembari mengapresiasi relawan dan tokoh lokal seperti Wakil Bupati yang turut aktif di dapur umum.

 

Ajak Daerah Potensial Lebih Aktif

 

Dalam refleksi kritisnya, Ketua MDMC mencermati masih adanya daerah-daerah dengan potensi besar yang belum berpartisipasi optimal, seperti Sulawesi Selatan. “Ini perlu jadi perhatian. Potensi besar tapi belum bisa bergerak bebas. Kegiatan lapangan butuh inovasi, jangan hanya bergerak ketika bencana datang,” tegasnya.

 

Persiapan Menuju Muktamar 2027

 

Mengarah ke agenda jangka menengah, ia mengingatkan bahwa Muktamar Muhammadiyah di Medan akan digelar pada 2027. Oleh karena itu, laporan dan dokumentasi kegiatan harus mulai disiapkan dengan baik. “Saya sangat berharap laporan MDMC dan LLHPB dapat mewarnai laporan induk PP Muhammadiyah dan Aisyiyah,” ujarnya. Ia juga menyiratkan bahwa periode ini kemungkinan menjadi masa pengabdiannya yang terakhir.

 

Ketangguhan Umat, Dakwah, dan Kolaborasi

 

Ia menutup dengan refleksi kebencanaan terkini, termasuk soal tsunami yang sempat diperkirakan dampaknya dari Rusia. “Kita diam bukan berarti tidak bergerak. Kita terus monitor. Bahkan tsunami 30 cm pun bisa membawa dampak bila arusnya deras,” jelasnya. Ia juga menyoroti inisiatif MUI yang tengah mengembangkan Sistem Komando Kedaruratan yang terbuka bagi berbagai elemen relawan dan organisasi Islam.

 

“Jambore ini bukan puncak, melainkan bekal. Karena kerja-kerja kemanusiaan kita tidak pernah usai,” tutupnya. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!