29.9 C
Jakarta

HUT ke-80 RI: Generasi Tertinggal, Dana Pendidikan Terbuang

Baca Juga:

Oleh: Budiawan, KAM Institute

JAKARTA, MENARA62.COM – Di sebuah desa kecil di Sulawesi Tengah, Alya, 15 tahun, menatap buku lusuhnya sambil menggigit pensil. Ia bisa membaca kata-kata, tapi tidak menangkap makna teks. Setiap kali diminta menceritakan isi bacaan, Alya hanya diam atau memberi jawaban asal-asalan. “Kadang saya tidak mengerti maksudnya, Bu,” ujarnya lirih.

Alya bukan kasus tunggal. Di seluruh pelosok Indonesia, ribuan anak seperti dia menyeret diri ke sekolah setiap hari, tapi gagal memahami dunia melalui buku. Data PISA 2022 dan PIAAC memperlihatkan fakta pahit:

Data Literasi dan Kognitif

PISA 2022 (15 tahun, SMP/SMA):
* 75% siswa bisa membaca teks, tapi tidak memahami isinya.
* Skor literasi rata-rata: peringkat 71 dari 77 negara.
* Literasi anak kota 2–3x lebih tinggi dibanding desa terpencil.

PIAAC (dewasa, 16–65 tahun):
* Mayoritas penduduk tidak mahir membaca teks kompleks.
* Kemampuan numerik & problem solving sangat terbatas, terutama di wilayah terpencil.

Di sekolah itu, ada Bu Sari, guru yang tak pernah lelah. Ia melihat potensi Alya, tapi terbentur keterbatasan buku dan materi ajar. Dengan tekad, Bu Sari memanfaatkan AI offline di tablet sederhana untuk melatih Alya membaca dan memahami sains. Perlahan, Alya mulai menganalisis masalah dan membangun rasa percaya diri.

Sementara itu, di Jakarta, Raka, teman sebayanya, belajar coding dan menggunakan ChatGPT untuk memahami sains dan matematika yang rumit. Ia bisa membuat simulasi eksperimen dan proyek berbasis AI. Perbedaan ini jelas: akses teknologi memisahkan generasi, menjadikan satu pihak unggul, dan pihak lain tertinggal.

Dampak Kebijakan MBG

Program MBG (Makan Bergizi Gratis) menghabiskan >50% dana pendidikan (\~Rp300 triliun). Anak-anak seperti Alya tetap tidak literat, sementara dana untuk literasi digital dan AI sangat terbatas. Akibatnya: generasi muda tidak siap bersaing global, jurang kaya-miskin melebar, dan negara menjadi konsumen pengetahuan asing.

Jika Ketimpangan Dibiarkan

* Generasi Alya akan terus terjajah pengetahuan.
* Ribuan anak lain di desa terpencil akan gagal lulus sekolah, sulit mencari pekerjaan produktif, dan terperangkap kemiskinan.
* Indonesia akan menjadi negara konsumen pengetahuan global, bergantung pada teknologi asing.
* Jurang kaya-miskin melebar: elite digital semakin cerdas & terkoneksi global, kelas pekerja tetap tertinggal.

Pelajaran dari Negara Lain

* Finlandia: literasi tinggi karena akses merata, guru berkualitas, kurikulum menekankan cara belajar & berpikir kritis.
* India: teknologi ada, tapi ketimpangan literasi membuat sebagian besar penduduk gagal memanfaatkan AI untuk pekerjaan produktif.

Solusi Membalik Situasi

1. Literasi Digital Dasar untuk Semua – pelatihan sejak SD, inklusi anak-anak desa terpencil.
2. Distribusi AI Merata – perangkat & internet ke desa, tutor AI berbasis bahasa lokal.
3. Realokasi Dana Pendidikan – sebagian dana konsumtif dialihkan ke literasi, AI, dan lapangan kerja produktif.
4. Kemitraan Publik-Swasta – menyediakan platform AI, modul pembelajaran, dan pelatihan guru.
5. Monitoring & Evaluasi – ukur literasi dan skill secara berkala agar program efektif.

Hari ini, Alya sudah bisa membaca teks sains dengan lancar, menjawab soal logika, bahkan membuat mini proyek sederhana berkat AI. Ribuan anak lain masih berjuang dalam kesunyian, menunggu kesempatan yang sama. Jika literasi dan akses teknologi tidak merata, jutaan generasi akan kehilangan masa depan mereka.

Kesimpulan:

HUT RI-80 bukan hanya tentang merayakan kemerdekaan politik. Merdeka secara pengetahuan adalah kunci masa depan bangsa. Dengan literasi digital, akses AI merata, dan alokasi dana pendidikan yang tepat, generasi penerus bisa menjadi cerdas, produktif, dan siap bersaing di dunia global—dari desa terpencil hingga kota besar.

—-
Referensi:

1. OECD. Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 Results. OECD Publishing, 2023.
2. OECD. Programme for the International Assessment of Adult Competencies (PIAAC) 2019. OECD Publishing, 2020.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!