BANTUL, MENARA62.COM – Sebanyak 65 murid kelas IV SD Muhammadiyah Program Khusus (PK) Kottabarat Solo mengikuti kegiatan field trip belajar pembuatan gerabah dengan teknik putar di Desa Wisata Krebet, Bantul, DIY, Senin (13/10/2025).
Kegiatan field trip merupakan bagian dari program tahunan tiap kelas yang dilaksanakan tiap semester sekali. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung di luar lingkungan sekolah serta membantu menguatkan konsep materi yang sudah dipelajari di kelas.
Tema yang diangkat untuk kegiatan field trip kali ini “Kreativitas Tanpa Batas: Dari Tanah Liat Menjadi Karya Multi Guna.” Kegiatan ini juga selaras dengan mata pelajaran Seni Rupa terkait materi ciri-ciri, fungsi, dan bentuk karya tiga demensi.
Koordinator tim kelas IV, Eka Pratiwi Nugrahini, menyampaikan selain praktik membuat gerabah dari tanah liat, para murid juga belajar kesenian tradisional berupa karawitan, tari, aneka permainan tradisional, dan jathilan (pertunjukan seni tari yang menggunakan properti kuda lumping dari anyaman bambu).
“Harapannya dengan kegiatan field trip ini, para murid mendapatkan pembelajaran yang lebih menarik dan tidak monoton, sehingga tumbuh minat belajar serta keterampilan yang dimiliki. Kegiatan ini juga sebagai sarana rekreasi untuk menyegarkan pikiran dan mengembalikan semangat belajar para murid dari rutinitas belajar di kelas,” terangnya.
Kegiatan field trip diawali dengan sambutan dari Ketua Pengelola Desa Krebet, Agus Jati Kumara. Para murid diberi penjelaskan tentang awal mula Desa Krebet dinobatkan sebagai desa wisata terbaik se-DIY pada bulan Agustus 2024 berkat kerajinan seni batik kayu ukir yang kemudian merambah ke cabang seni tradisional yang lain, seperti seni pertunjukan, pembuatan gerabah, dan permainan tradisional.
Selanjutnya, para murid dibagi menjadi enam kelompok besar. Setiap kelompok dipandu satu orang dari warga lokal yang sudah terlatih dan tergabung dalam Tim Pemandu Desa Wisata Krebet. Setiap kelompok, terlebih dahulu dijelaskan enam tahapan pembuatan gerabah dari tanah liat, yaitu persiapan bahan baku, pembuatan gerabah menggunakan teknik putar, penjemuran, pembakaran, penyelesaian, dan pengecatan.
Tahapan yang membutuhkan ketelitian dan keterampilan khusus adalah saat pembentukan gerabah di atas meja putar atau sering disebut subang pelarik. Hasil gerabah yang dihasilkan biasanya berbentuk bulat dan silinder, sedangkan tanah liat yang digunakan bersifat plastis dan lumat. Para murid terlihat sangat tekun dan menikmati proses menekan tanah liat supaya menjadi bentuk gerabah yang diinginkan.
Sembari menunggu proses penjemuran dan pembakaran, para murid diajak untuk memainkan seperangkat gamelan Jawa, bermain permainan tradisional khas Desa Krebet “mul- mulan”, dan belajar tari jathilan menggunakan properti kuda lumping dari bambu.
Salah satu murid kelas IV, Bhagaskara Suarrabbani Ayudha, sangat penasaran dan baru pertama kali mencoba kesenian tari jathilan.
“Geli rasanya menaiki kuda kepang dari ayaman bambu, tapi lama-kelamaan jadi seru karena kita juga diberi pedang kayu dan pecut untuk properti tambahan dalam mempraktikkan tarian ini. Sehari merasakan jadi kesatriya berkuda yang gagah dan lincah,” ucapnya sambil tersenyum.
Akhir kegiatan diisi dengan pengecatan hasil gerabah yang sudah melalui proses pengamplasan permukaan gerabah menggunakan kuas dan kain basah. Para murid diberi kebebasan untuk melukis dan membubuhkan warna di permukaan gerabah yang sudah mereka buat. Gerabah yang sudah jadi, diserahkan ke tim pemandu untuk dibungkus dan dibawa pulang oleh setiap murid yang mengikuti kegiatan field trip kali ini. (*)
