29.9 C
Jakarta

KH. Mustain Nasoha Bedah Hukum Konsumsi Ikan Beserta Kotorannya di Masjid Raya Syekh Zayed Solo

Baca Juga:

SOLO, MENARA62.COM — Dalam kajian ilmiah dan tanya jawab fiqih yang diselenggarakan di Masjid Raya Syekh Zayed Solo, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Surakarta, KH. Mustain Nasoha, kembali mengulas persoalan hukum yang menarik perhatian masyarakat: hukum mengonsumsi ikan beserta kotorannya. Tema ini muncul dari kebiasaan sebagian masyarakat yang memasak ikan dalam keadaan utuh tanpa terlebih dahulu membersihkan isi perutnya, khususnya di Kota Surakarta.

Dalam kajian yang dihadiri ribuan jamaah ini KH. Mustain menjelaskan bahwa persoalan ini termasuk dalam masā’il furū‘iyyah fiqhiyyah (cabang fiqih) yang telah menjadi bahasan ulama klasik. Dalam tradisi fiqih, pembahasan tentang najis, kebersihan, dan kemaslahatan menjadi dasar penting dalam menetapkan hukum.
Mengutip pendapat Imam Ibn Ziyad dalam Kitab Ghāyah at-Talkhīṣ, KH. Mustain menyampaikan:
مَسْأَلَةٌ: رَوْثُ السَّمَكِ نَجَسٌ، وَيَجُوزُ أَكْلُ صِغَارِهِ قَبْلَ شَقِّ جَوْفِهِ، وَيُعْفَى عَنْ رَوْثٍ تَعَسَّرَ تَنْقِيَّتُهُ وَإِخْرَاجُهُ، لَكِنْ يُكْرَهُ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ، وَيُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ أَكْلُ كِبَارِهِ قَبْلَ إِخْرَاجِ رَوْثِهِ لِعَدَمِ الْمَشَقَّةِ فِيْ ذَلِكَ.
Artinya: “Kotoran ikan adalah najis. Boleh memakan ikan-ikan kecil tanpa dibersihkan kotorannya, dan dimaafkan bagi kotoran yang sulit dikeluarkan, namun hukumnya makruh sebagaimana disebut dalam kitab Ar-Raudhah. Dari sini dapat dipahami bahwa ikan besar tidak boleh dimakan sebelum dikeluarkan kotorannya karena tidak ada kesulitan untuk melakukannya.”

KH. Mustain menjelaskan bahwa berdasarkan pandangan ini, kotoran ikan besar yang mudah dibersihkan termasuk najis, sedangkan ikan kecil yang sulit dibersihkan mendapatkan keringanan (rukhshah). Ukuran besar atau kecil dikembalikan pada ‘urf (kebiasaan masyarakat).

Namun demikian, KH. Mustain juga menukil pendapat Ulama Yaman Sayyid Abdurrahman Al-Masyhur dalam Kitab Bughyah Al-Mustarsyidin, yang menjelaskan bahwa sejumlah ulama besar seperti Imam Ibnu Hajar, Imam Ibnu Ziyad, dan Imam Ar-Ramli bersepakat bahwa isi perut ikan — baik darah maupun kotorannya — adalah suci dan boleh dimakan bersama dagingnya, karena tidak menimbulkan najis pada minyak ketika dimasak.
*بغية المسترشدين* [فائدة]: نقل عن البريهمي أنه قال: في الأصح أن ذرق السمك والجراد وما يخرج من فيها نجس، وفي الإبانة أنه طاهر، ومع الحكم بالنجاسة يعفى عنه إذا عمت به البلوى كدم البراغيث، *وأفتى ابن كبن بأن بصاق الجراد وهو بلاقها طاهر،* وما في باطن ذنبها نجس على الصحيح،
ARTINYA : [Faedah]: Diriwayatkan dari al-Burayhimi bahwa ia berkata: “Pendapat yang lebih sahih adalah bahwa kotoran ikan, belalang, dan apa yang keluar dari mulutnya adalah najis.

Namun dalam kitab al-Ibanah disebutkan bahwa ia suci. Meski demikian, bila diputuskan sebagai najis, maka dimaafkan (tidak wajib disucikan) apabila sudah menjadi perkara yang umum dan sulit dihindari, sebagaimana darah kutu. Ibnu Kabn berfatwa bahwa air liur belalang — yang disebut juga ‘bilāquhā’ — adalah suci, sedangkan bagian dalam ekornya hukumnya najis menurut pendapat yang sahih.”
وَقَدِ اتَّفَقَ ابْنُ حَجَرَ وَزِيَادٌ وَم ر وَغَيْرُهُمْ عَلَى طَهَارَةِ مَا فِيْ جَوْفِ السَّمَكِ الصَّغِيْرِ مِنَ الدَّمِّ وَالرَّوْثِ وَجَوَازِ أَكْلِهِ مَعَهُ وَإِنَّهُ لَا يَنْجُسُ بِهِ الدِّهْنُ بَلْ جَرَى عَلَيْهِ م ر الْكَبِيْرَ أَيْضًا.
Artinya: “Ibnu Hajar, Ibn Ziyad, Ar-Ramli, dan yang lainnya sepakat bahwa apa yang ada di dalam perut ikan kecil — berupa darah dan kotoran — adalah suci dan boleh dimakan bersamanya, dan tidak menajiskan minyak yang digunakan untuk memasaknya. Hukum ini juga berlaku bagi ikan besar.”

Dari penjelasan para ulama dan pandangan KH. Mustain Nasoha, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kotoran ikan hukumnya najis menurut sebagian ulama (seperti Imam Ibn Ziyad), tetapi dimaafkan jika sulit dibersihkan — khususnya pada ikan kecil (ṣighār as-samak).
2. Ikan besar yang mudah dibersihkan tidak boleh dimakan sebelum dikeluarkan isi perutnya, karena tidak ada kesulitan untuk melakukannya.
3. Sebagian ulama lain, seperti Imam Ibnu Hajar dan Ar-Ramli, berpendapat bahwa isi perut ikan suci dan boleh dimakan, karena tidak menajiskan makanan.
4. Menurut Syekh Al-Burayhimi, meskipun lebih sahih hukumnya najis, ia dimaafkan bila sulit dihindari (umum al-balwā).
5. Maka, hukum memakan ikan beserta isi perutnya adalah makruh jika mudah dibersihkan, dan boleh (mubah) bila sulit membersihkannya atau tidak menimbulkan mudarat.
6. KH. Mustain Nasoha menegaskan bahwa membersihkan isi perut ikan sebelum dimasak tetap lebih utama (afdhal) sebagai bentuk adab, kebersihan, dan kehati-hatian dalam konsumsi yang halal dan thayyib.

KH. Mustain menegaskan bahwa perbedaan pandangan tersebut mencerminkan keluasan fiqih Islam serta kebijaksanaan ulama dalam memahami maqāṣid al-syarī‘ah.
“Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dipahßami dalam konteks maslahat dan kemampuan manusia. Ulama menjaga keseimbangan antara nash dan kemudahan hidup umat,” jelasnya.

Beliau menambahkan bahwa meskipun sebagian ulama berpendapat isi perut ikan suci, membersihkan perut ikan sebelum dimasak tetap lebih utama demi menjaga kebersihan, kesehatan, dan kesempurnaan adab konsumsi dalam Islam.
“Kita diperintahkan bukan hanya mencari yang halal, tetapi juga thayyib — yang baik dan bersih. Membersihkan ikan adalah bagian dari adab Islam menjaga kesucian makanan,” ujar beliau.

Dalam penutup kajian yang dihadiri ribuan jamaah ini, KH. Mustain mengingatkan bahwa ilmu fiqih harus dipahami dengan hati yang jernih dan akhlak yang lembut agar tidak terjebak dalam fanatisme pendapat.
“Perbedaan fiqih tidak boleh membuat kita saling menyalahkan. Islam adalah agama kasih, kehati-hatian, dan kehormatan diri. Maka jagalah kebersihan lahir dan batin,” pesannya.
Kajian yang berlangsung selama hampir dua jam tersebut ditutup dengan doa bersama serta seruan agar umat Islam senantiasa menjaga kesucian diri, memperbanyak taubat, dan menjadikan hukum Islam sebagai pedoman hidup menuju keluarga sakinah dan masyarakat bermartabat. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!