Oleh: Wasono Nurhadi
Sekretaris Forum Silaturahmi Ulama Surakarta
SOLO, MENARA62.COM – Hari Santri bukan sekadar seremoni tahunan, bukan pula hanya barisan santri berpeci dan bersarung yang turun ke jalan membawa semangat tradisi. Hari Santri adalah momentum refleksi, sebuah pengingat bahwa akar perjuangan bangsa ini tumbuh dari tanah pesantren dan disiram dengan darah para ulama pejuang.
Pesantren berdiri jauh sebelum republik ini lahir. Di tengah keterjajahan dan keterbelakangan pendidikan, pesantren menjadi benteng ilmu, iman, dan harga diri bangsa. Di bawah bimbingan para kyai, para santri tidak hanya diajarkan membaca kitab, tetapi juga menanamkan nilai hubbul wathon minal iman — cinta tanah air sebagian dari iman. Kalimat itu bukan sekadar slogan, melainkan napas perjuangan yang menyala di dada para ulama dan santri kala itu.
Ketika bangsa ini belum bernama Indonesia, para santri sudah berbaris di medan juang. Seruan jihad fi sabilillah menggema dari langgar-langgar kecil hingga pesantren besar. Mereka berjuang bukan demi kuasa atau harta, tetapi demi kemerdekaan dan kehormatan bangsa. Tak heran jika banyak pahlawan nasional kita berasal dari kalangan ulama dan santri — sosok yang menggabungkan ketajaman ilmu, kedalaman iman, dan keberanian di medan laga.
Kini, setelah kemerdekaan diraih, tantangan bangsa kita tentu berbeda. Penjajahan mungkin tak lagi datang dengan senjata, tetapi hadir dalam bentuk lain: kemiskinan moral, krisis integritas, dan lunturnya kecintaan pada negeri sendiri. Di sinilah pesantren dan para kyai kembali dipanggil sejarah untuk mengambil peran.
Pesantren harus tetap menjadi mercusuar moral di tengah kegelapan zaman. Santri harus tampil sebagai penjaga nilai, pelanjut semangat keulamaan yang berpikir jernih, bertindak lurus, dan berjiwa nasionalis. Sebab, seperti dulu para pendahulunya menyalakan obor kemerdekaan, kini santri harus menyalakan obor peradaban.
Mari, di Hari Santri ini, kita ejawantahkan kembali semangat juang para kyai dan pendiri pesantren. Mari kita jaga negeri ini dengan iman, ilmu, dan akhlak. Jika pesantren kokoh, jika santri tangguh, jika kyai istiqamah dalam dakwah dan kebangsaan — maka insya Allah, Indonesia akan benar-benar menjadi negeri baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang baik dan penuh ampunan dari Tuhan-Nya.
Aamiin. 🤲

