Menjelang pergantian Kepala Daerah 2018 di berbagai daerah Sumatera Selatan, banyak sekali mimpi-mimpi yang akan dijual oleh calon-calon pemimpin tersebut. Rakyat sudah sekian kali memilih Kepala Daerah dan merasakan berbagai kebijakan yang dijalankan para Kepala Daerah terpilih.
Saat ini, kita harus sadar bahwa para pemimpin yang akan dipilih bukan pemimpin yang pandai beretorika setinggi langit, penuh dengan buaian dan rayuan bagaikan buluh perindu. Rakyat saat ini harus cermat ketikamemilih pemimpinnya. Jangan terpikat dengan tebar pesona dan omongan-omongan yang halus. Akan tetapi kita harus melihat langkah nyata dari kebijakan-kebijakan pemimpin tersebut, apakah berpihak pada rakyat atau malah sebaliknya.
‌
Menurut Kamus Bahas Indonesia makna kata Retorika adalah, 1) Keterampilan berbahasa secara efektif, 2) Studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam karang-mengarang 3)Seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.
‌Memang, dalam politik rasanya sukar bagi seorang politikus untuk mencapai reputasi, prestasi, dan prestise tanpa penguasaan retorika. Bagaimana dia bisa menyebarluaskan idenya kepada rakyat dan menanamkan idenya pada benak tiap individu tanpa retorika.
Seorang politikus mutlak harus seorang retor atau orator ulung yang mampu membawa rakyat ke arah yang dituju bersama-sama. Terutama berperan serta dalam mengisi pembangunan untuk mencapai kemakmuran hidup.
Tetapi, apakah kemudian cukup retorika yang baik saja serta menebar pesona di mata rakyatnya, sementara janji-janji saat kampanye belum banyak terbukti di hadapan rakyat. Atau pemimpin yang banyak diam tidak banyak bicara di mana rakyatnya tidak tahu apa yang jadi kebijakan pemimpinnya karena tidak adanya komunikasi politik. Apakah kepemimpinan yang model begini yang dapat memberikan harapan bagi rakyatnya ?
Kesalahan kita yang kerap kali terjadi, mudahnya terjebak dengan rayuan-rayuan manis dan retorika-retorika yang mempesona dengan bahasa yang lembut dan halus dari para politisi. Sudah saatnya kita memilih pemimpin yang mampu membumikan retorika-retorikanya. Bukan hanya sekedar janji tapi bukti. Bukan wacana tapi realita dan fakta. Kinerja bukan hanya tebar pesona.
–Tahta Amrilah–