Oleh: Ma’mun Murod Al-Barbasy
(Bagian Ketiga Dari Tiga Tulisan)
Harapan Umat terhadap Muhammadiyah dan NU
Kalau mencermati beragam komentar di medsos, terlebih pasca kesaksian KH Makruf Amin di persidangan Ahok, tergambar ada harapan besar umat Islam terhadap NU dan Muhammadiyah. Dan harapan besar ini sebenarnya tidak muluk-muluk, misalnya sampai menuntut Muhammadiyah dan NU melakukan aksi-aksi demonstrasi seperti dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam non-mainstream. Umat Islam hanya berharap, Muhammadiyah dan NU bisa memahami dan menyelami perasaan umat Islam, terutama dalam menyikapi penistaan yang telah dilakukan oleh Ahok.
Terbukti ketika Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah) berkunjung ke Kantor MUI bertemu dan memberikan dukungan kepada KH Makruf Amin, umat menyambutnya dengan positif. Bahkan video terkait pernyataan Haedar yang mendukung Kiai Makruf dan mencela mereka yang bikin onar Jakarta menjadi viral di medsos. Begitu juga ketika KH Said Aqiel Siradj (Ketua Tanfidziyah PBNU) membuat “pernyataan politik” terkait pelecehan yang dilakukan Ahok dan pengacaranya terhadap Kiai Makruf dan “instruksi” Kiai Said agar warga Nahdliyin tidak memilih Ahok pada Pilkada, umat juga menyambutnya gembira. Gembira karena sikap dan posisi NU dinilai sudah kembali dan senafas dengan perasaan umat Islam. Begitu juga ketika Kiai Said dan PWNU DKI Jakarta membuat klarifikasi terkait pelaksanaan “istighatsah politik” yang dilaksanakan oleh mereka yang mengatasnamakan NU, juga umat menyambutnya dengan senang, yang tergambar oleh ramainya komentar positif atas langkah yang dilakukan oleh Kiai Said dan PWNU Jakarta.
Jadi apa yang menjadi harapan umat Islam sebenarnya sangat simpel. Umat berharap Muhammadiyah dan NU dapat memahami perasaan atas penistaan yang dilakukan oleh Ahok melalui pernyataan-pernyataan elit struktural Muhammadiyah dan NU. Selain itu, sikap tawasuth dan tasamuh yang dijalankan oleh Muhammadiyah dan NU juga hendaknya tetap dalam bingkai keadilan. Umat “tidak rela” ketika Muhammadiyah dan NU bersikap toleran kepada orang yang justru bersikap intoleran seperti Ahok.
Yang disesalkan, ketika banyak umat bersimpati kepada Kiai Makruf, justru dicurigai dan disikapi dengan nyinyir oleh sebagian kaum muda NU. Cukup banyak beredar pernyataan-pernyataan yang berseliweran di medsos yang begitu nyinyir yang ditujukan kepada mereka yang bersimpati kepada Kiai Makruf. Memprihatinkannya lagi, sikap nyinyir tersebut justru sebagian dilakukan oleh kaum terpelajar.
Kiai Makruf itu Ketua Umum MUI Pusat, satu-satunya institusi Islam yang hingga saat ini masih menjadi tempat berhimpun semua kekuatan ormas Islam. Kiai Makruf juga menjabat Rais Aam Syuriah PBNU. Apa salah kalau umat Islam bersimpati kepada Kiai Makruf? Kenapa harus disikapi dengan nyinyir dan “tidak bersahabat”? Saya menduga kalangan muda NU yang nyinyir ini pada dirinya masih terjangkit penyakit akut masa jahiliyah Arab pra Islam, yang begitu bangga dengan ashabiyah-nya, sementara dalam hal yang terkait dengan ukhuwah islamiyah justru terkesan abai.
Harusnya kaum muda NU, termasuk kaum muda Muhammadiyah dan ormas Islam lainnya, sudah selesai dengan persoalan-persoalan masa lalu orang-orang tua kita, yang sibuk bersitegang hanya untuk urusan-urusan remeh temeh keagamaan: khilafiyah dan furuiyah. Sekarang kita hidup di tahun 2017, masa ketegangan masa lalu masih juga dipupuk dan dipelihara terus menerus. Sekadar diketahui, saat berlangsung Kongres Umat Islam pada awal-awal kemerdekaan, dari sekitar empat kali pelaksanaan kongres, yang ramai dibahas justru persoalan-persoalan khilafiyah dan furuiyah keagamaan. Nah, kalau sekarang di tahun 2017 masih juga ada kaum muda NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya, yang gemar dan sibuk menyoal masalah khilafiyah dan furuiyah, termasuk terlalu membanggakan secara berlebihan ashabiyah-nya dengan mengabaikan ukhuwah Islamiyah, sejatinya ini sebuah kemunduran luar biasa, dan mestinya malu! Sekian, semoga bermanfaat. (Ma’mun Murod Al-Barbasy, Alumni Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Dosen FISIP UMJ, sekarang menjadi Anggota Pleno Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bekasi)