Tak banyak di sebuah desa atau perkampungan, orang sadar dengan digitalisasi sebagai media komunikasi publik. Bahkan, dengan digitalisasi kini nama Pantai Kertomulyo,Trangkil, Kabupaten Pati, dikenal oleh khalayak.
Nama Pantai Kertomulyo atau disingkat PK awalnya tak banyak orang yang tahu tentang pantai tersebut. Terlebih posisi pantai itu berada di desa Kertomulyo, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Untuk mencapai pantai ini, bisa ditempuh dari alun-alun Juwana sekitar 15 KM ke arah utara.
Bagi orang yang hobi traveling ke pantai, di wilayah Pantai Utara (Pantura) lebih banyak mengenal pantai Bandengan, Bondo dan Kartini di Kabupaten Jepara. Serta di kabupaten Rembang, dengan nama pantai Kartini, Lasem dan Karang Menjangan. Tapi PK, sesuatu yang baru bagi para penyuka traveling Pantai Utara.
Hal yang sama juga dialami bagi masyarakat Pati secara luas. Mereka praktis tak mengetahui keberadaan PK yang indah seperti di Jepara dan Rembang. Kalau toh, ada warga yang tahu tentang pantai di Pati, hanyalah pelabuhan para nelayan di Juwana, Tayu dan Dukuhseti. Lebih banyak orang mengenal Pati hanya menonjol soal kuliner nasi Gandul, soto Kemiri, nasi pedes Ikan manyung dan wisata religi. Jadi, masyarakat sangat tidak paham, jika di Pati ditemukan sebuah wisata pantai yang indah untuk dinikmati.
Namun, saat diri kita berselancar di dunia digital dengan segenggam android di tangan, sambil membuka jejaring media sosial youtube, facebook, instagram dan sejumlah situs lainnya, dengan mudah ditemukan keindahan PK. Ternyata di Pati ada pantai yang indah, dan menjadi tempat wisata yang mudah terjangkau untuk dinikmati dan dikunjungi. Apabila kita buka media sosial youtube, ternyata sudah ada 20 unggahan informasi tentang PK dengan berbagai ragam cerita. Hal yang sama pada facebook, instagram dan situs PK, banyak dijumpai diskripsi tentang PK yang dibangun sejak tahun 2016.
Adi Sucipto, sebagai koordinator PK dan sekaligus Ketua Karangtaruna desa Kertomulyo kepada MENARA62.COMÂ menuturkan, penggunaan digitalisasi sudah sejak lama dia gagas sebagai program dan ujung tombak dalam memperkenalkan PK kepada masyarakat. Dia menyadari, dengan keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas Karangtaruna, tak mungkin mampu memberikan infomasi secara utuh kepada masyarakat.
“Dengan pendekatan digitalisasi berbasis social media, saya menyakini strategi public relation (PR) tentang PK akan dengan mudah tersampaikan kepada masyarakat umum,” ujarnya.
Selain membangun infrastruktur, PK juga berkerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, BUMN dan swasta. Adi Sucipto yang merupakan aktivis pecinta alam tersebut bersama timnya, kini lebih banyak memproduksi konten digital tentang PK yang akan dikerjasamakan dengan media setempat. Bahkan, untuk memberikan kesadaran masyarakat dan memberikan informasi kecintaan terhadap lingkungan hidup, mereka dalam waktu dekat akan menyelenggarakan lomba vlog bagi generasi milenial yang berkunjung ke PK.
“Dengan pendekatan ini, kami berharap para pengunjung tergugah mengviralkan dan saya menyakini akan berdampak sangat luas terhadap informasi PK,” katanya.
Bermula Dari Mangrove
Sebelum terbentuk wisata PK di desa Kertomulyo, para akivifis lingkungan yang tergabung di organisasi Karangtaruna, di tahun 2016, mereka memfokuskan kegiaan dalam studi masalah isu abrasi yang terjadi di Pantai Utara. Mereka berpendapat dalam kajian lingkungan, bahwa setiap tahun di pesisir Pantai Utara akan terjadi kenaikan pasang air laut kedaratan dalam beberapa kilometer. Jika itu tidak dicegah dengan konservasi lingkungan pesisir pantai, dengan gerakan menanam mangrove, maka lambat laun pesisir Pantai Utara itu akan tenggelam ke dasar lautan.
Berkaca dari itulah, lanjut Adi, mereka membentuk pokja komuniitas pecinta mangrove yang anggotanya berasal dari unsur Karangtaruna desa Kertomulyo. Ia mengungkapkan, untuk memulai konservasi bagi pecinta lingkungan di Kertomulyo tidak mudah. Apalagi jika melihat geografis garis pantai yang panjang sekali. Untuk itu, mereka membuat kampanye isu lingkungan terhadap penyelamatan Pantai Utara dengan melibatkan para stakeholder di Kabupaten Pati, para akademisi dan para praktisi dari luar Pati.
“Dari sinilah muncul isu bersama tentang konservasi lingkungan Pantai Utara dan gerakan menanam mangrove di Kabupaten Pati,” ujar Adi.
Dari kegiatan konservasi inilah, akhirnya bisa membangkitkan kesadaran lingkungan dari berbagai elemen yang ada di kabupaten Pati, untuk melakukan penanaman tanaman mangrove. Dari aksi-aksi sosial masyarakat itulah, akhirnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dimana sejak tahun 2018, mulailah program pembangunan konservasi lingkungan di tingkatkan menjadi pembangunan wisata PK sebagai bagian pembangunan ekonomi kreatif.
Dengan kondisi PK yang sedemikian rupa dan sudah banyak dikunjungi para wisatawan, para aktivis lingkungan PK berharap agar pembangunan infrastruktur jalan segera di bangun oleh pemerintah. Begitu juga fasilitas air bersih dan sanitasi di lokasi segera dibangun. Harapannya, setelah infrastruktur dibangun, di lokasi PK akan cepat berdiri restoran dan tempat hiburan.
“Saya berharap dengan fokus pembangunan PK sebagai miniatur wisata Indonesia berbasis desa sekaligus konservasi lingkungan hidup untuk kita bersama,”kata Adi.