JAKARTA, MENARA62.COM — Ahad (21/07/2019), Pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Andriadi Achmad memandang wajar pascapenetapan pemenang pilpres 2019 parpol koalisi pendukung Jokowi – Ma’ruf Amin sudah menyodorkan dan meminta jatah kursi menteri di Kabinet Indonesia Kerja (KIK) Jilid II. Pasalnya parpol koalisi merasa ikut berjuang dan berkeringat serta all out dalam memenangkan pilpres 2019.
“No free lunch, tidak ada makan siang gratis. pepatah ini terbukti bahwa kehadiran parpol dalam koalisi mendukung Jokowi – Ma’ruf untuk melanjutkan KIK Jilid 2 adalah mengharapkan pembagian kekuasaan yaitu berupa jabatan-jabatan strategis seperti menteri, Jaksa Agung, dan lain-lain. Jadi tidak perlu kaget belum kering tinta pengesahan pemenang pilpres oleh MK, parpol koalisi seudah teriak-teriak dan bermanuver soal jatah menteri,” ujar Andriadi.
Menurut hemat Alumnus Pacas Sarjana Ilmu Politik FISIP UI ini yang sangat disayangkan adalah seolah para parpol koalisi ini tidak menghargai keberadaan Jokowi sebagai Presiden yang memiliki hak prerogratif untuk memilih para menteri-menterinya. Seperti manuver PKB meminta jatah 10 menteri, tentu nantinya Nasdem, Golkar, PDIP akan meminta jatah jauh lebih besar dari PKB dikarenakan memiliki kursi DPR RI dan persentase suara lebih besar dari PKB. Selain itu, PPP dan beberapa parpol pendukung yang tidak lolos parliamentary threshold seperti PSI, Perindo, PKPI, Hanura juga akan dipertimbangkan jatah menteri. Padahal jumlah kursi di kementerian hanya untuk 34 menteri.
“Belum lagi sembuh kekecewaan pendukung Prabowo – Sandi yang menganggap kemenangan Jokowi – Ma’ruf terindikasi adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM), walaupun MK menolaknya dan tetap memenangkan pasangan Jokowi – Ma’ruf. Para parpol pendukung koalisi Jokowi – Ma’ruf sudah bermanuver terkait jatah menteri. Menurut saya tidak elok saja secara etika politik, mustinya tidak perlu di publish diruang publik, cukup lobi-lobi di internal koalisi saja,” tegas Pengamat politik muda ini.
Lebih jauh, Andriadi menyarankan agar komposisi kementerian KIK Jilid 2 harus porposional, profesional, berintegritas yaitu 40 % dari kalangan profesional dan 60% dari koalisi parpol. Artinya dari 34 kementerian yaitu sekitar 12 – 14 dari kalangan profesional dan sekitar 18 – 20 menteri dari kalangan politisi parpol. Adapun menteri-menteri yang harus diberikan ke kalangan profesional terkait kementerian-kementerian vital seperti kementerian ekonomi, kementerian pertanian, kementerian ESDM, kementerian pendidikan Nasional, dan lain sebagainya. Sedangkan, kementerian sosial, kementerian agama, kementerian pemuda dan olah raga, dan lainnya diserahkan kepada koalisi parpol.
“Saya sih berharap Jokowi di periode kedua ini lebih menunjukkan kepemimpinan nasional ada ditangannya, bukan berada di genggaman Ketua Umum Parpol koalisi. Oleh sebab itu, komposisi kementerian sebagai hak prerogratif Presiden betul – betul di tentukan Jokowi, tentu melalui pertimbangan parpol koalisi. Lebih pas, komposisi menteri 40 % dari profesional dan 60% dari parpol koalisi,” ungkap Andriadi di sela-sela wawancara .
Direktur Eksekutif Nusantara Institute for Political Communication Studies and Research ini melihat ada sinyal beberapa parpol pendukung Prabowo – Sandi seperti Gerindra, PAN, dan Demokrat merapat dan bergabung ke pemerintahan Jokowi – Ma’ruf. Hanya PKS yang sudah mendeklarasikan diri oposisi untuk lima tahun kedepan. Tentu merapatnya pendukung Prabowo – Sandi tidak terlepas dari misi dan jatah jabatan menteri.
“Sinyal merapatnya Gerindra, PAN dan Demokrat ke pemerintahan Jokowi – Ma’ruf, tentu dengan kompensasi jabatan menteri. Hanya PKS yang sudah mendeklarasikan berada diluar pemerintahan atau oposisi untuk lima tahun kedepan. Sebuah sikap tegas dan berani yang musti diapresiasi oleh rakyat,” tutup Andriadi mengakhiri wawancara.