MYANMAR, MENARA62.COM — Di tiga desa di Myanmar, pemukiman yang dihuni oleh warga Rohingya hidup berdampingan dengan warga yang beragama Budha. Desa-desa yang dihuni Muslim Rohingya hampir sebagian warganya berprofesi sebagai petani. Sebagian lain beternak untuk menyambung hidup.
Nestapa warga Muslim Rohingya adalah kisah pilu ketika mereka terusir dari wilayahnya. Sulit menggambarkan bagaimana hak-hak mereka dapat terpenuhi sebagai warga negara. Pemerintah Myanmar sendiri masih menggantungkan status kewarganegaraan para Muslim Rohingya itu.
Belum lagi yang berada di pengungsian, gerak-gerik mereka diawasi untuk berkarya dalam mewarnai hidup. Nasib berbeda dengan warga muslim Rohingya di tiga desa itu yang masih ada dan memiliki ikatan keluarga yang terbebas dari konflik.
Kendati sama-sama menghadapi kondisi dalam tekanan pemerintah Myanmar, tiga desa seperti Nga Pwint Shay, Mai Zali Khong dan Thinganet, seluruh warganya masih bisa berekspresi walaupun sangat terbatas, kata Muhammad Dai Iskandar yang didampingi Subhan salah seorang wartawan TVMU untuk menyalurkan daging kurban segar, pada hari raya Iduladha.
Menurut dia, orang-orang Muslim Rohingya, di ketiga desa ini masih bisa beribadah dan berkumpul. Hanya saja mereka dibatasi dalam berekspresi. “Di masjid pun pengeras suara juga dibatasi termasuk melengkapi sarana dan prasarana yang menopang kaum Muslim Rohingya untuk beribadah,” katanya.
Dia menjelaskan, dalam banyak kisah, pemerintah Myanmar masih terus mengawasi aktivitas warga Muslim Rohingya. Sungguh perjalanan yang menantang jika dilalui jalur darat karena harus ditempuh sejauh 48 jam. Alasan keamanan yang memilih Dai dan Subhan untuk menuju ke tiga desa tersebut dengan menggunakan jalur udara.
Keberadaan Lazismu di Myanmar, selain melaksanakan kurban juga mengemban misi kemanusiaan. Pada tahun-tahun sebelumnya juga dilakukan Lazismu bersama Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) di Cox’s Bazar Bangladesh.
Kabar misi kemanusiaan Lazismu di sana juga telah dikoordinasikan dengan PADI (Participatory Development Initiative), sebuah lembaga kemanusiaan yang berkolaborasi dengan Lazismu di Myanmar untuk pengadaan hewan lokal sebagai mitra lokal misi kemanusiaan. Nasharuddin selaku Ketua PADI, menjadi bagian penting suksesnya penyaluran hewan kurban di Myanmar.
Dai Iskandar mengatakan, ada 15 ekor lembu yang disiapkan. Rencana penyembelihan mengikuti arahan otoritas pemerintah setempat. Dalam sebuah informasi resmi, pemerintah Myanmar melarang bantuan hewan kurban untuk disembelih di kedutaan besar Indonesia di Myanmar.
Penyembelihan dilaksanakan di kampung-kampung tempat warga Muslim Rohingya bermukim. Untuk penerima manfaat, menurut Dai, masing-masing desa berbeda meski setiap desa mendapat 5 ekor lembu.
Di desa Nga Pwint Shay, ada 350 KK yang didata untuk penerima manfaat. Sedangkan desa Mai Zali Khong ada 600 KK dan desa Thinganet ada 400 KK. Iduladha, hari yang dinanti-nanti ini memberikan kebahagiaan. Di Thinganet sendiri dua madrasah sudah berdiri dan dua sekolah lagi sudah berdiri secara fisik.
Rencananya, Muhammadiyah Aid dan PADI akan membangun sekolah dan lokasi pemberdayaan. Diagendakan ada 6 sekolah akan akan segera diwujudkan untuk memfasilitasi anak-anak Muslim Rohingya yang memerlukan akses pendidikan.
Salah seorang tokoh desa di Thinganet, mengatakan, keberadaan Lazismu di sini adalah kebahagiaan kami semuanya. Sehingga bisa mengadakan salat Iduladha dan penyembelihan kurban secara lebih baik. Dia berharap kelak ada keberlanjutan program khususnya pemberdayaan berbasis masjid. (na)