JAKARTA, MENARA62.COM – Lebih dari 300 alumni program StuNed menghadiri peringatan 20 tahun StuNed yang digelar di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa (10/9/2019). Mereka berasal dari berbagai angkatan dan universitas di Belanda.
Direktur NUffic Neso Indonesia Peter van Tuijil dalam keterangannya menjelaskan pertemuan ratusan alumni program StuNed ini menjadi salah satu kegiatan yang digelar dalam rangkaian 20 tahun program StuNed di Indonesia. Selain itu ada banyak kegiatan yang dilakukan seperti seminar.
“Kami bersyukur dapat mencapai 20 tahun dimana sudah banyak sekali pelajar Indonesia terbantu dengan program ini,” jelas Peter.
Sejak tahun 2000 diluncurkan hingga kini, StuNed telah membantu 4.619 alumni dari berbagai universitas di Belanda.
StuNed lanjutnya telah membantu para pelajar Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, membantu mengembangkan pemimpin masa depan dan stakeholder di Indonesia. Dan pada puncak perayaan Aniversary 20th, Nuffic Neso Indonesia sebagai bagian dari program StuNed mencoba menyoroti berbagai pencapaian dan dampak yang dihasilkan dari 20 tahun program StuNed di Indonesia.
Studeren in Nederland atau StuNed, adalah program beasiswa penuh, komponen yang telah lama ada di jantung hubungan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Sejak tahun 2000, program ini didanai oleh Kementerian Perdagangan Luar Negeri Belanda dan Kerja Sama Pembangunan melalui Kedutaan Besar Kerajaan Belanda (EKN) di Jakarta dan dilaksanakan oleh Nuffic Neso Indonesia, perwakilan luar negeri dari Organisasi Belanda untuk Internasionalisasi Pendidikan di Belanda (Nuffic).
Brechtje Klandermans, Wakil Kepala Departemen Politik Kedubes Belanda menjelaskan selama 20 tahun terakhir, StuNed telah mendukung dan berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia Indonesia di berbagai bidang strategis, termasuk pertanian, iklim investasi, pengelolaan dan keamanan air, dan supremasi hukum.
“Ini menempatkan StuNed sebagai salah satu beasiswa paling terkemuka di antara berbagai program beasiswa yang tersedia untuk warga negara Indonesia,” jelasnya.
BACA JUGA:
- Puluhan Penerima Beasiswa StuNed Ikuti Welcoming Session
- Nuffic Neso Gelar Pelatihan Sosio Legal bagi 23 Penerima Beasiswa StuNed
Senada juga dikatakan Indy Hardono, Koordinator Beasiswa Nuffic Neso Indonesia. Sejak tahun 2000, empat modalitas telah diterapkan di bawah StuNed, yaitu gelar Master, Kursus Singkat, Pelatihan Khusus dan Kursus Penyegaran. Kemudian dihapus dari program pada tahun 2012.
“Program Magister dan Short diberikan berdasarkan Aplikasi Individual, sedangkan Pelatihan Tailor-made diberikan berdasarkan Aplikasi Grup,” katanya.
Sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2000 hingga sekarang, StuNed telah melalui sejumlah perubahan dalam hal fokus substantifnya, biasanya disebut sebagai area prioritas. Dalam fase-fase sebelumnya, StuNed lebih kepada pemerintah dan organisasi non pemerintah (NGO). Belakangan, StuNed lebih menggarap pada personal atau individual melalui beasiswa yang berbasis kompetitif dan prestasi.
Sekitar 4.500 orang Indonesia telah menerima dukungan dari StuNed sejak diluncurkan pada tahun 2000. Dan 4.500 siswa ini adalah ujung tombak hubungan bilateral antara Indonesia dan Belanda dan berfungsi sebagai duta besar / pamer kualitas unggul Pendidikan Tinggi Belanda.
Alumni StuNed lanjut Indy, bekerja untuk pemerintah, sektor swasta dan sipil, organisasi masyarakat dan secara geografis tersebar di seluruh Indonesia, yang membuka berbagai kolaborasi prospektif.
“Sebagian besar alumni kami bekerja di bidang yang relevan yang mendukung pembangunan Indonesia dan memegang berbagai posisi kunci,” jelasnya.
Asosiasi atau jaringan alumni StuNed, ‘IamstuNed’ itu sendiri telah didirikan pada 2018. Asosiasi alumni StuNed ini bekerja untuk membina kerja sama yang lebih komprehensif antara kedua negara. Cabang-cabang regional dari asosiasi Alumni sedang dibentuk di beberapa provinsi, termasuk Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara / Aceh.
Salah satu alumni StuNed adalah Maria Goreti Ika Riana. Alumni program StuNed tahun 2009 tersebut mengakui belajar di Belanda memberikan suasana dan hasil yang berbeda. Baik dari segi personal maupun professional.
“Saya menjadi lebih aktif dan kritis, karena sejak di ruang kuliah memang suasana itulah yang diciptakan. Berbeda dengan di Indonesia dimana mahasiswa lebih banyak mendengarkan dosen,” katanya.
Karena itu Maria bersyukur bisa mendapatkan kesempatan belajar di Belanda atas beasiswa program StuNed. Dengan nilai sekitar Rp15 juta per bulan, beasiswa tersebut telah mengubah jalan hidup Maria.
“Sekitar 1,5 tahun saya belajar di University of Groningen untuk bidang Humanity action. Selepas lulus program master, saya bertugas di berbagai Negara dan dalam waktu dekat saya akan bertugas di jalur Gaza,” tambahnya.
Ia mengakui banyak kemudahan diperoleh sepanjang mengirimkan aplikasi program StuNed hingga proses keberangkatan ke Belanda, proses studi dan menyelesaikan studinya. Bantuan terutama dari alumni StuNed amat berharga bagi Maria yang baru pertamakalinya hidup di luar negeri.
Maria berharap pelajar Indonesia memanfaatkan berbagai fasilitas yang ditawarkan program StuNed ini untuk dapat belajar di Negara Belanda.