JAKARTA, MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) bekerjasama dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta membangun Pusat Studi Budaya Betawi. Lembaga tersebut diresmikan oleh Rektor UHAMKA Prof. Gunawan Suryoputro M. Hum disaksikan Ketua PW Muhammadiyah DKI Jakarta Sun’an Miskan dan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, di kampus FKIP Pasar Rebo, Jaktim, Sabtu (16/11/2019).
Dalam kesempatan tersebut Rektor sekaligus melantik pengurus Pusat Studi Budaya Betawi yang terdiri atas akademisi, periset dan budayawan. Dilanjutkan dengan pidato kebudayaan yang disampaikan Gubernur Anies Baswedan.
Dalam sambutannya, Rektor Gunawan menyampaikan rasa terimakasihnya kepada Pengurus Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta yang memberikan kepercayaan bagi kampus UHAMKA untuk menjadi tempat dibangunnya Pusat Studi Budaya Betawi.
“Sebuah kehormatan bagi kami dapat berkolaborasi dengan pimpinan wilayah untuk membangun pusat studi budaya Betawi di kampus ini,” kata Rektor.
Menurutnya, dibangunnya Pusat Studi Budaya Betawi menjadi salah satu wujud pelaksanaan catur darma perguruan tinggi khususnya penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
Rektor mengatakan bahwa budaya Betawi tak sekedar kuliner. Tetapi juga menyangkut aspek lain termasuk aspek sosiologis. Itu sebabnya dalam susunan kepengurusan terdapat akademisi, periset dan budayawan. Mereka nanti akan berkolaborasi bagaimana membuat konsep pengembangan studi-studi yang berkaitan dengan budaya Betawi.
Sementara itu Ketua PW Muhammadiyah DKI Jakarta Sun’an Miskan mengatakan budaya Betawi merupakan budaya yang unik. Karena tumbuh ditengah masuknya berbagai budaya kaum migran yang masuk ke Jakarta.
“Jika kita ibaratkan dengan jaman Rosululloh, maka orang-orang Betawi itu seperti kaum Anshor yang membuka diri bahkan menyambut dengan ramah kehadiran kaum Muhadjir,” kata Miskan.
Sama halnya dengan kaum Anshor, maka penduduk Betawi juga bukan tergolong suku yang kikir dan dengki. Orang-orang Betawi menerima bahkan membaur dengan kaum migran yang masing-masing membawa budayanya sendiri-sendiri.
“Itulah mengapa, semua suku bisa hidup dengan damai di tanah Betawi. Karena orang-orang Betawi memang memiliki sifat ramah dalam menyambut kaum migran, kaum pendatang,” tukas Miskan.
Sementara itu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam pidato kebudayaannya mengatakan sepakat dengan apa yang disampaikan Sun’an Miskan. Dalam perjalanan memimpin DKI Jakarta, Gubernur menemukan banyak keunikan dari masyarakat Betawi.
“Mereka sangat menyambut baik kaum pendatang. Tidak ada rasa iri, tidak ada rasa dengki. Bahkan orang Betawi dengan senang hati berbagi dengan kaum pendatang,” kata Anies.
Ia berharap berdirinya Pusat Studi Budaya Betawi bisa menjadi wadah bagi penelitian yang mendalam terkait budaya Betawi. Baik sejarahnya, budayanya, agama hingga kuliner dan kondisi terkini.
Gubernur berpesan agar Pusat Studi Budaya Betawi terus mengembangkan budaya Betawi dan bukan melestarikan budaya Betawi. Sebab melestarikan budaya, berkaitan dengan mencatat budaya masa lalu, dan pada akhirnya akan berujung pada museum.
“Tetapi kalau mengembangkan, maka budaya Betawi akan terus tumbuh menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Akan ditemukan banyak hal yang bisa membuat budaya Betawi semakin lentur dan mudah membaur,” katanya.
Gubernur memperkirakan saat ini penduduk asli Betawi di Jakarta tinggal 20 persen dari populasi penduduk DKI Jakarta. Tetapi dari 20 persen itu, penduduk Betawi sanggup untuk mewarnai 80 persen budaya yang ada di DKI Jakarta.
Anies juga mengatakan bahwa sejatinya, kaum migran dari berbagai daerah sudah membaur dengan budaya Betawi. Hanya ada dua suku yang hingga saat ini dinilai kurang membaur meski sudah tinggal di Betawi sangat lama yakni Bugis dan Madura.