JAKARTA, MENARA62.COM — Akhir-akhir ini, perhatian masyarakat di dunia tertuju pada wabah pneumonia yang disebabkan oleh jenis virus baru, yaitu Novel coronavirus (2019-nCoV). Ratusan korban sudah terinfeksi dan 26 di antaranya meninggal dunia. Bagaimana efek virus tersebut pada anak-anak?
Sejauh ini. belum ada informasi mengenai gambaran demografi usia korban Novel coronavirus. Namun, dalam penyebaran wabah coronavirus sebelumnya, anak-anak dilaporkan jarang terkena infeksi. Kenapa? Simak ulasan di bawah ini untuk mengetahui jawabannya.
Kasus coronavirus jarang terjadi pada anak
Bagi para orangtua pasti khawatir mengenai wabah pneumonia baru di Wuhan, Tiongkok. Bagaimana tidak, wabah yang disebabkan oleh Novel coronavirus ini telah membuat ratusan orang terinfeksi dan menginfeksi ratusan orang lainnya, termasuk di negara luar Tiongkok.
Pada tahun 2010 terdapat penelitian dari jurnal Emerging Infectious Diseases yang menyebutkan bahwa coronavirus sangat jarang terjadi pada anak.
Para peneliti dari Italia yang melakukan riset ini menyebutkan, HCoVs (Human coronaviruses) pada anak hanya menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian atas ringan (ISPA).
Jumlah korban coronavirus yang menimpa anak-anak cukup jarang terjadi. Menurut CDC, korban SARS pada anak memiliki presentase terendah, yaitu kurang 5 persen dari keseluruhan kasus SARS.
Dari 2004 sampai saat ini belum ada laporan tambahan terkait coronavirus, terutama SARS, yang menyerang bayi dan anak-anak. Walaupun demikian, risiko coronavirus pada anak masih tetap ada. Risiko tersebut terbilang rendah, tetapi bukan berarti Anda lengah terhadap kejadian yang terjadi baru-baru ini.
Alasan coronavirus jarang ditemukan pada anak
Masih mengacu pada penelitian yang sama, terdapat beberapa alasan mengapa coronavirus jarang ditemukan pada tubuh bayi dan anak.
Pertama, penularan coronavirus pada tubuh anak-anak cenderung rendah karena sebagian besar tempat wabah terjadi berada di rumah sakit. Maka itu, petugas kesehatan dan pasien dewasa lebih rentan terkena virus ini, sedangkan anak-anak tidak diperbolehkan mengunjungi rumah sakit.
Kemudian, anak yang berusia 2.5 – 3.5 tahun ternyata mempunyai antibodi terhadap HCoVs. Alasan ini menjadi dasar mengapa infeksi coronavirus pada anak cukup rendah dan lebih sering ditemukan pada anak yang lebih tua dan remaja.
Terlebih lagi, kedua kategori anak ini juga memiliki penyakit kronis yang berhubungan dengan virus dan sedang menjalani rawat inap.
Gejala coronavirus yang perlu orangtua ketahui
Normalnya, gejala coronavirus yang muncul pada anak tidak jauh berbeda dengan yang timbul pada orang dewasa. Gejala coronavirus hampir mirip dengan penyakit flu atau pilek yang terjadi setelah 2-4 ahari setelah infeksi virus terjadi dan cenderung tidak begitu parah.
Berikut ini beberapa gejala yang perlu orangtua ketahui agar dapat meningkatkan kewaspadaan dan mendapatkan penanganan lebih awal.
- bersin dan batuk
- hidung meler
- demam
- irama pernapasan lebih cepat
- sakit tenggorokan
- asma
Tanda-tanda di atas mungkin hampir mirip dengan penyakit lainnya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa gejala ini menunjukkan tubuh anak sedang terserang virus ini.
Oleh karena itu, jika Anda menemukan gejala coronavirus pada anak, disarankan untuk berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Dengan begitu, Anda dapat menghindari risiko terburuk dari wabah penyakit yang sedang terjadi saat ini. (Nabila Azmi/hellosehat.com)