27.1 C
Jakarta

Kasih Ibu, Sepanjang Zaman

Baca Juga:

Oleh: Ashari, SIP*

Tahukah kita, sejatinya Islam 15 abad yang lalu sudah menyerukan untuk menghargai kaum ibu. Sebelum Islam datang wanita hanya ditempatkan pada kelas dua dalam lingkungan masyarakat jahiliyah. Bahkan dulu orang sampai malu mempunyai anak perempuan. Dianggap aib.Memalukan dan harus disingkirkan.

Dikisahkan Umar bin Khatab, khalifah ke-2 yang agung itu, sering menangis sendiri, kalau ingat kebodohannya, mengubur anak perempuannya hidup-hidup, karena gengsi pribadi. Sejak Umar masuk Islam, gigihnya luar biasa untuk mendakwahkan kebenaran. Termasuk memberikan tempat kaum wanita (Ibu) menjadi kaum yang terhormat. Bahkan, konon Umar jugalah yang mengajak kepada Rasul agar dakwah dilakukan dengan terang-terangan. Tidak sembunyi-sembunyi.

Bahkan berbakti kepada Ibu Bapak (orang tua) ditempatnya dibawah bakti dan taat kita kepada Allah SWT. Batasnya sangat tipis. Kita bisa lihat firman Allah dalam QS.Al-Isra:  23 yang artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan mulia.”

Ayat ini jelas memberikan kesadaran kepada kita akan kehadiran, eksistensi seorang ibu. Hingga menyebabkan kita harus menhormatinya dan menyayanginya. Balas jasa yang kita lakukan, ternyata tidak akan sepada dengan pengorbanan yang dulu dilakukan oleh Ibu. Maka tidak berlebihan kalau doa yang senantiasa kita panjatkan disetiap tarikan nafas adalah agar Allah menyanyi ibu kita, sebagaimana ibu kita menyayangi  saat kita masih kecil. Kita dapat pikirkan andai saat kita balita dulu, ibu tidak memiliki rasa sayang kepada kita, dibiarkan kita mencari minum dan makan sendiri. Mandi sendiri. Pasti kita akan mati. Soal ketahanan tubuh saat kecil kita kalah dengan hewan. Ayam misalnya.

Kebaikan seorang ibu tidak pernah mengharap balasan dari kita. Yang diharapkan adalah perilaku dan prestasi hidup kita. Orang tua (Ibu) sudah merasa senang dan bahagia melihat anak-anaknya sukses. Sebaliknya, hati orang tua akan teriris jika anak-anaknya tidak berada dalam “rel” kebenaran. Orang tua akan merasa gagal dalam mendidiknya.

Kedudukan ibu yang tinggi dalam pandangan Islam ini, maka tidak berlebihan kalau Rasul sampai mengatakan bahwa:” Ridha Allah sangat tergantung dari ridha kedua orang tuanya.” Hadits lain menjelaskan, dosa seorang hamba, balasannya dapat ditunda besok di hari akhir, namun tidak dengan durhaka kepada orang tua. Balasannya akan disegerakan di dunia ini. Sekian

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!