30.9 C
Jakarta

Novel Siri, Kisah Kerinduan Seorang Pria pada Cinta Sejatinya

Baca Juga:

ALASAN perempuan bertahan pada pernikahan kadang tidak masuk akal. Bahkan untuk pernikahan siri yang benar-benar menyakitkan dan merenggut seluruh kebahagiaan hidupnya. Tetapi itulah yang dilakukan Mayang, sosok perempuan yang ada pada novel Siri karya Asmayani Kusrini.

Perempuan keturunan Tiong Hoa bernama asli Mei Yuan ini menukar ‘ketakutan dituduh kalah’ dalam hubungan perkawinannya dengan seluruh kebahagiannya. Sebuah perkawinan yang diawali dengan jalinan cinta sejati dari seorang Bahjan Komarudin, nun jauh di sebuah kota kecil bernama Buttabella, beberapa kilometer dari Makassar.

Perkawinanku dengan Bahjan adalah perang ego yang tidak bisa aku menangkan, tetapi juga tidak ingin aku akhiri. (halaman 167). Tokoh aku yang ditulis pada bagian Mereka Pernah Bahagia dalam novel ini menjadi jawaban mengapa Mayang terus bertahan pada perkawinan sirinya hingga Bahjan dijemput maut.

Tak hanya Mayang, novel ini juga berkisah tentang bagaimana sakitnya menjadi istri kedua. Perkawinan yang dilakukan karena meneruskan tradisi perjodohan yang dilakukan oleh keluarga, menjebak Sulis yang bernama asli Sulistiawati dalam persaingan yang panjang dengan perempuan yang menjadi sirinya. Ya, karena perempuan bernama Mayang, yang dinikahi oleh suaminya Bahjan Komarudin terlebih dahulu, tampil menjadi perempuan cerdas, berpendidikan, mandiri dan bereputasi. Sedang dia? Dengan pendidikan yang hanya droup out pada jenjang SMA membuatnya berbanding terbalik dengan penampilan Mayang.

Setiap kali membaca artikel di media tentang perempuan itu, setiap kali pula aku merasa ada batu gaib yang bertumpuk di dadaku dan membuatku tak bisa bernapas. Majalah di depanku itu memajang foto Mayang saat meresmikan galerinya di Paris. Di sampingnya, berdiri Bahjan, suamiku merangkap suaminya juga, dengan tatapan bangga. Foto itu membuatku ingin menjerit sekuat-kuatnya. Ingin rasanya aku mencakar siapa saja yang ada di sekitarku saat itu. (halaman 116).

Tokoh aku yang ada pada bagian Perempuan Kedua tersebut adalah Sulis yang kecewa, Sulis yang sakit hati, Sulis yang pernah membayangkan mendapatkan cinta penuh dari sang suami. Tetapi status perkawinannya yang sah baik secara agama maupun negara, yang mendapatkan restu dari orang tua dan mertuanya membuat Sulis mampu bertahan, bahkan ingin terus bertahan. Berharap ketabahannya kelak akan membuat Mayang menyerah dan tumbang, lalu lari meninggalkan Bahjan. Ia selalu terobsesi menjadi istri satu-satunya Bahjan Komarudin, seorang yang akhirnya menjalani takdir sebagai orang kaya raya, terhormat, politikus yang terkenal, calon RI 1 malah.

Bahjan Komarudin adalah sosok pemuda yang lahir dari keluarga terhormat, kaya raya, saudagar ikan paling terkenal di kota Buttabela. Lahir menjadi anak bungsu dari lima bersaudara, Bahjan disiapkan menjadi orang besar, pegawai pemerintah yang tinggal di Jawa. Karena itu sejak kecil ia nyaris tak dilibatkan pada bisnis perikanan keluarga besarnya. Tugasnya hanya sekolah, belajar, tampil klimis dan rapih. Jodoh pun sudah disiapkan oleh kedua orang tuanya.

Takdir kemudian berbicara lain. Dalam perjalanan hidupnya Bahjan dipertemukan dengan Mei Yuan, anak Baba Liong yang merupakan salah satu langganan ikan Haji Komar bapaknya. Pertemuan demi pertemuan kecil, baik saat Bahjan mengantarkan ikan pesanan ke restoran milik Baba Liong, hingga di sekolah menumbuhkan benih cinta. Bahjan dan Mei melakukan pertemuan-pertemuan rahasia di bioskop milik Baba Liong. Cinta yang tumbuh subur ini yang akhirnya menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan siri tanpa restu kedua belah pihak orang tua.

Sebelum akhirnya menyerah pada tradisi perjodohan, sebenarnya Bahjan sangat berbahagia mengarungi perkawinannya bersama Mei Yuan alias Mayang. Mereka hidup mandiri di sebuah rumah petak di Bantar Gebang, Jakarta Timur. Bahkan ketika Bahjan memboyong Sulis usai melangsungkan pernikahan keduanya. Bahjan-Mayang berhasil mengabaikan Sulis dalam kehidupan dan tugas sebagai pasangan suami istri mulai dari urusan pekerjaan, mencari nafkah, kehidupan bermasyarakat hingga kamar tidur. Bertahun-tahun lamanya, hingga akhirnya harus menyerah pada keadaan saat bayi-bayi yang dilahirkan Mayang meninggal dunia.

Bahjan harus memberikan cucu sebagai pewaris keluarga besar Haji Komar. Ketika tuntutan itu tidak dapat dipenuhi oleh Mayang, maka pilihannya adalah melalui rahim Sulis. Inilah awal ‘matinya’ jiwa Mayang. Menyaksikan suami yang disayangi bercinta dengan perempuan lain, di depan matanya, atas seijin dia.

Malam ketika aku menyaksikan Bahjan mencumbu Sulis, Mei Yuan mati pelan-pelan dalam diriku.  (halaman 329).

Meski judulnya Siri, novel yang ditulis oleh seorang jurnalis ini tak sekedar menyuguhkan cerita romantisme dan konflik perkawinan poligami. Novel ini berhasil merinci satu persatu anak-anak Bahjan, baik yang lahir dari rahim Sulis bernama Arimbi dan Arsyad maupun Agung anak yang lahir premature dari rahim Mayang. Tiga anak yang dibesarkan dalam lingkungan kaya raya, penuh fasilitas dan sosok ayah yang mabuk pujian, mengantar masa depan mereka penuh warna. Sayang, anak-anak tersebut gagal menjadi dirinya sendiri. Kalaupun akhirnya Agung mampu keluar dari lingkaran pengaruh bapaknya, ia harus meninggalkan bangku kuliah dan memilih menjadi senimal mural. Ia pun harus mengubah namanya menjadi Ali Topan dan memilih menikmati kehidupan bebasnya di kota Amsterdam, Belanda. Agung dikhabarkan homo sejak masih dididik di lingkungan pesantren.

Tiga anak yang dibesarkan dengan uang yang sebagian diperoleh dengan cara-cara tidak halal, termasuk gelar dokter yang tersemat di depan nama Asryad, adalah hasil ‘korupsi’, hasil permainan kotor Bahjan Komarudin, ayah mereka. Semua bermula ketika Bahjan memutuskan terjun ke dunia politik setelah merasa kehidupan ekonominya melampaui impiannya. Bahjan yang lahir dari keluarga religius, memiliki pesantren besar, memiliki orang tua bergelar haji dua kali, akhirnya menjadi Bahjan yang berbeda. Bahjan yang berani menghalalkan segala cara, Bahjan yang tergila-gila dengan kemilau dunia, Bahjan yang lupa dengan rasa cinta sejatinya.

Jika Anda membaca bagian awal novel ini merasa berputus asa, merasa sulit mencerna, merasa menjadi tidak pintar, atau perasaan lain yang boleh jadi, menjadi alasan kuat untuk berhenti membaca novel Siri, maka itu tidak akan lagi ditemukan setelah melewati bagian Perempuan Kedua pada halaman 115. Dari sinilah konflik novel Siri mulai gamblang dan menemukan jalan. Pembaca mulai dengan mudah merangkai kisah-kisah tentang Arimbi, anak yang lahir dari rahim Sulis. Gadis cantik mahasiswa kedokteran di Kota Amsterdam, Belanda tersebut sejak kecil dididik di pesantren. Tetapi pada akhirnya ia membuka jilbab dan melakukan hubungan terlarang dengan Samuel, seorang mahasiswa Hukum yang sekaligus aktivitis dari Papua. Kisahnya berakhir saat ia nekad meninggalkan bangku kuliah untuk mencari Samuel yang sudah terlebih dahulu terbang ke Papua.

Anak yang juga lahir dari rahim Sulis adalah Arsyad. Ia melalui pendidikan kedokteran dengan sangat mulus, bukan karena pintar. Semua karena permainan bapaknya melalui dosen, kampus dan kementerian pendidikan. Sayangnya, kegundahan Arsyad terhadap praktik pendidikan kedokteran yang dijalaninya, juga dijalani oleh dokter-dokter muda lainnya yang sama-sama anak orang berpengaruh, tak sempat mencuat di media massa, apalagi menjadi berita headline. Padahal ia telah melakukan pengakuan dan memberikan data lengkap kepada Dani, wartawati media nasional yang ditugaskan mengorek layanan kesehatan di Pulau Aru, di tempat Arsyad bertugas sebagai dokter.

Kehidupan Arsyad akhirnya berakhir di kota Skagen, Denmark setelah mengalami kecelakaan tunggal dan terpaksa sebelah kakinya diamputasi. Reputasinya yang buruk sebagai dokter telah terkenal di sejumlah organisasi kemanusiaan internasional, membuat Arsyad memilih diam, bak patung hidup.

Meski hanya 349 halaman, percayalah, novel Siri mampu membawa pembaca berpetualangan dari kisah-kisah besar dan unik, mulai dari kota Makassar, Jakarta, Papua hingga Belanda, Denmark dan negara-negara Eropa lainnya. Potongan-potongan kisahnya tak melulu soal poligami, atau sosok Bahjan yang korup dan mabuk pujian. Tetapi juga juga tentang persekongkolan di dunia pendidikan, sogok menyogok dan permainan kotor untuk menjadi dokter, rutinitas ‘ngopi’ anggota dewan di rumah mewah Bahjan untuk mengatur proyek, kontak senjata di bumi Papua dan kehidupan wartawan yang harus siap menanggalkan idealisme demi hak gaji yang diterima bulanan dari para kapitalis yang berada dibalik bisnis media.

Seperti apapun konflik, dialog dan kisah-kisah yang tersaji, novel Siri sejatinya adalah novel tentang kerinduan seorang pria akan cinta sejatinya pada seorang perempuan. Sayang, rindu tersebut tak kesampaian karena maut keburu menjemput.

Setelah semua ini berakhir, aku akan melepaskan semuanya, Mei. Seperti keinginanmu dulu, kita akan pergi berlibur berdua saja ke Pantai Bara. Mungkin, kita akan membeli rumah kayu yang menghadap ke pantai. Anak-anak kita akan datang berlibur ke sana. Mengunjungi kita. Kita akan makan malam bersama sambil menikmati senja.

Baru sekarang aku sadar, kita tidak pernah makan malam bersama lengkap dengan anak-anak. Oh, Mei, betapa banyak waktu terbuang. Tapi aku berjanji, setelah semua ini berakhir, aku tidak akan membuang waktu lagi. Datanglah Mei. Aku ingin membuat pengakuan dosa. Tapi aku akan berbaring sebentar. Sambil menunggumu. Datanglah, Mei. (halaman 348)

Sayangnya, kerinduan Bahjan tak kesampaian. Ia mati sebelum Mayang kembali ke pelukannya, sebelum mimpi untuk kembali ke cinta sejatinya terwujud.

Aku mendekat ke tepi tempat tidur sambil mengamati kemewahan tak pantas di sekeliling tempat tidur empuk nan mewah itu. Aku meraba wajahnya. Meraba matanya. Mengelus jidatnya, menyusuri hidungnya yang tidak lagi menghirup udara. Dia pergi berbekal gelisah. Ada kerutan khawatir di kedua sudut mata dan aliasnya. Dahinya terlihat berkerut. Ia tampak meringis. Dia mati. (halaman 6).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!