28 C
Jakarta

Presiden Diminta Tidak Ragu Keluarkan Perpres Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Penanganan Terorisme oleh TNI sudah menjadi bagian dari tugas pokok TNI. Tugas itu diterjemahkan sebagai operasi militer selain perang (OMSP), dan langkah pelibatan TNI dalam penanganan Terorisme itu, sudah ada dasar hukumnya.

“Kita mohon pada presiden agar semua hal terkait terorisme ini dapat ditangani dengan baik,” ujar Prof Adiwarman, Guru Besar Pidana Universitas Sumatera Utara ketika menjadi pembicara dalam seminar daring yang digelar USU pada Selasa (17/11/2020).

Seminar itu mengangkat tema RPerpres Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme sebagai delegasi dari UU No:5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang digelar Fakultas Hukum USU.

Menurut Ediwarman, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme itu merupakan amanat UU, bahkan konstitusi. Secara lebih lengkap ia mengatakan, keterlibatan TNI ada tiga landasan hukum. Pertama, landasan konstitusional pasal 30 ayat (3)  UUD 1945 menyatakan TNI terdiri dari AD, AL, AU sebagai alat negara  bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Kedua, landasan yuridis pasal 43 I, UU no: 5/2018 tentang tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Ketiga, landasan operasional.

“Jangan lagi presiden ragu membuat perpres soal pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme,” ujarnya.

Sebelumnya, Romo HR Muhammad Syafi’i, anggota Komisi III DPR RI yang menjadi salah stu pembicara dalam seminar itu mengatakan, persoalan terorisme di Indonesia, baru populer setelah peristiwa Bom Bali 2001.

Sebagai ketua pansus  UU no:5/2018, menurutnya,  perhatian saat itu, dimulai dari yang paling dasar, tentang siapa yang dikatakan teroris. Selama ini, image teroris dilekatkan pada kelompok tertentu.

“Ini yang kita buat beda. Kita juga menyiapkan aturan siapa yang menangani teroris. Dan penanganannya, yang menurut pakar hukum, teroris dikatakan sebagai kejahatan luar biasa, maka penanganannya harus melibatkan banyak pihak,” ujarnya.

Jadi, menurutya, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme itu, secara politik sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Itu sudah selesai. Bagi TNI, itu bagian dari tugas pokok, yaitu operasi militer selain perang (OMSP),” ujarnya.

Kesengajaan

Romo HR Muhammad Syafi’i menegaskan lagi, pemberantasan terorisme tidak cukup dengan polisi saja, tetapi juga TNI, dan bahkan melibatkan semua kementrian dan Lembaga negara. Tujuannya, agar terorisme dapat diberantas hingga keakarnya.

Ia menduga, kalau hingga sekarang presiden belum mengeluarkan perpres tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, mungkin sekarang ada yang berada di zona nyaman dengan penanganan terorisme oleh polisi.

Menurutnya, posisi terakhir soal perpres yang harus dikonsultasikan dengan DPR sesuai amanat UU itu, sudah mendapat catatan dari komisi I, tinggal komisi III yang belum memberikan catatannya.

“Jika semua sudah dilakukan, maka tidak ada alasan lagi bagi presiden untuk menunda pembuatan perpres itu,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menilai, presiden abai mengeluarkan perpres tentang pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme. Padahal, perpres ini diamanatkan oleh UU no:5/2018.

“Sebagai ketua pansus saya merasa heran juga, kok belum juga keluar perpresnya. Padahal Komisi I  sudah memberi rekomendasi dikeluarkannya perpres,” ujarnya.

Senada dengan Romo HR, Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra, Ketua DPP Partai Nasdem juga sepakat, jika dari sisi politik tentang pelibatan TNI dalam penanganan terorisme itu sudah selesai.

“Sudah menjadi tujuan bernegara, untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, maka pemerintah akan menggunakan semua elemen negara yang ada untuk tujuan itu. Keselamatan rakyat, menjadi hukum tertinggi. Ketika keselamatan rakyat terancam, pemeritah harus bertindak. Bahkan semua warga negara berhak terlibat dalam menghadapi ancaman, punya kewajiban mencegah kejahatan, apalagi adanya ancaman kedaulatan negara, maka TNI malah wajib turun,” ujarnya.

“Jadi, aneh jika ada yang melarang pelibatan militer dalam menghadapi terorisme,” ujarnya.

Sementara itu, Brigjen TNI Edy Imran SH MH MSi, inspektur Babinkum TNI mengatakan, ada sejumlah isu krusial terkait rancangan perpres tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme.

Ia menegaskan lagi, bahwa hukum telah memberikan penegasan, bahwa pelibatan TNI itu mempunyai dasar hukum yang kuat. “Ini bukan maunya TNI, tetapi amanat UU. Politik TNI politik negara,” ujarnya.

Menurutnya, pelibatan TNI secara politik itu sudah final dengan disahkannya UU no:5/2018. Dimasukkan dalam pasal 43 I ayat (3) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia pun, kemudian antara lain menjelaskan tentang substansi RPerpres mengacu pada UU yang meliputi penangkalan (pencegahan), penindakan dan pemulihan.

“Materi lainnya, mekanisme peran TNI, tataran kewenangan, kerjasama lembaga-lembaga nasioanal dan internasional, pendanaan, dan sebagainya,” ujarnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!