JAKARTA, MENARA62.COM – Hampir satu tahun kita hidup bersama di tengah pandemi Covid-19. Berbagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 terus dilakukan namun hingga kini kasusnya belum juga turun.
Kini upaya tersebut bertumpu pada program vaksinasi yang telah dimulai secara nasional per 13 Januari 2021. Lalu bagaimanakah sebenarnya efektivitas vaksin Covid-19 untuk memutus penyebaran Covid-19?
Dokter spesialis penyakit dalam Siloam Hospitals Lippo Village Dr dr Benyamin Lukito SpPD menjelaskan vaksinasi adalah cara untuk mencegah suatu penyakit menyerang tubuh seseorang. Sebab, dengan vaksinasi akan membuat tubuh menghasilkan antibodi yang berfungsi mencegah apabila ada virus yang masuk sehingga tubuh menjadi tidak sakit.
Apabila vaksinasi dilaksanakan pada banyak orang, penyakit yang dimaksud tersebut diharapkan akan punah. Karena vaksinasi pada banyak orang akan menghasilkan kekebalan tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga kekebalan kelompok. Hal ini seperti yang terjadi di masa lalu, banyak contoh kasus penyakit yang telah punah karena hadirnya vaksin.
“Contohnya saja, penyakit cacar, bukan cacar air. Penyakit ini sudah tidak dijumpai lagi saat ini dan hanya ada dalam textbook saja. Untuk itu, kita berharap dengan cara demikian juga bisa mengatasi masalah yang tengah dihadapi seluruh dunia, yaitu Covid-19,” ungkapnya di sela sesi live instagram Siloam Hospitals Group yang dipandu oleh Patient Experience Group Head Siloam Hospitals Amelia Hendra, Rabu (13/1).
Ia menjelaskan pembuatan vaksin dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan teknik yang sudah baku yakni dengan mematikan atau melemahkan virus itu sendiri. Ketika virus sudah mati atau lemah, maka virus corona tidak lagi aktif dan itu artinya virus tidak bisa lagi bereplikasi. Tetapi, protein virus tetap utuh.
Para peneliti kemudian menarik virus yang tidak aktif dan mencampurkannya dengan sejumlah kecil senyawa berbasis aluminium yang disebut adjuvan. Adjuvan merangsang sistem kekebalan untuk meningkatkan responsnya terhadap vaksin.
Dengan cara menyuntikan protein yang sudah mati virusnya itu, tubuh akan membentuk antibodi dengan sendirinya.
“Antobodi ini yang penting akan membuat tubuh kita kebal, kekebalan ini dibutuhkan untuk mengatasi jangan sampai ada virus yang hidup dan masuk dalam tubuh. Jadi jika ada virus langsung diserang oleh antibodi, sehingga tidak jadi sakit dan tetap sehat,” paparnya.
Dr Benyamin menyebutkan pada prinsipnya vaksinasi bisa diberikan pada semua orang. Hanya ada satu kontra indikasi sehingga menyebabkan tidak boleh diberikan, yaitu apabila orang tersebut alergi pada bahan pembuatan vaksin.
Namun, pada saat ini memang tidak semua orang direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin. Bahkan, kebijakan ini di setiap negara akan sangat berbeda-beda sangat tergantung negaranya baik pendekatan dan rekomendasinya.
Hal tersebut sangat tergantung pada jenis vaksin yang tersedia, serta penilaian dari penilaian dari para ahli di bidang masing-masing, seperti ahli penyakit dalam, anak, kebidanan ahli imunologi, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut dr Benyamin menyebutkan bagi yang sudah terinfeksi Covid-19, orang tersebut tidak termasuk dalam penerima vaksin. Ini karena jumlah vaksin yang masih belum mencukupi sehingga mereka tidak masuk dalam prioritas mendapatkan vaksin. Vaksin tersebut lebih direkomendasikan pada orang yang belum terpapar sehingga akan mempunyai kekebalan tubuh terhadapa virus tersebut.
Sedangkan bagi yang sudah pernah terinfeksi diketahui tubuhnya sudah mempunyai antibodi terhadap virus tersebut. Sedangkan soal batasan usia, ia memaparkan usia 18 tahun ke bawah dan 60 tahun keatas masih belum direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin.
“Mengingat penelitian dari vaksin yang tersedia saat ini, masih belum ada penelitian yang melibatkan dua kelompok usia tersebut,” tutupnya