26 C
Jakarta

Kaget dengan Anak Sendiri

Baca Juga:

Oleh: Ashari, SIP*

Bersandar kepada firman Allah SWT dalam Surat Al-Dzariyat (56) ayat 51: “Tidak semata-mata Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribdah kepada-Ku.” Maka sungguh tidak ada upaya lain yang kita lakukan dalam hidup ini selain beribadah yang sebenar-benarnya kepada-Nya. Kita tahu dan paham bahwa ada 4 (empat) syarat utama agar amal atau ibadah yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT. Yakni ibadah yang dilandasi iman yang benar, kemudian ikhlas semata-mata mengharap ridha-Nya, sesuai dengan syariat Nabi dan yang terakhir adalah mengetahui ilmunya.

Nah setelah kita mengetahui syarat tersebut, maka ternyata dalam pelaksanaan peribadatan untuk mengejar ridha-Nya, ada saja hal-hal yang menjadi batu sandungan atau rintangan dalam beribadah.

Iblis Laknatullah. Sesuai dengan janji mereka kepada Allah SWT, ketika mereka sadar bahwa mereka dimasukkan ke neraka karena Nabi Adam As, maka dia berjibaku sungguh-sungguh untuk mencari teman sebanyak-banyaknya untuk dijadikan teman kelak di neraka. Dalam Surat Al-A’raf (7): 15-16 :”Dia (iblis) berkata: “Maka dengan kekuasaan-Mu karena Engkau telah menghukumku sesat, maka aku akan halangi mereka (manusia) dari jalan-Mu yang lurus kemudian aku akan mendatangi mereka dari arah depan, dari arah belakang, dari arah kanan, kiri, sehingga Engkau tidak akan mendapati sebagian besar mereka bersyukur.”

Masya Allah. Begitulah gigihnya iblis dalam menggoda kita manusia, tujuannya hanya satu, dijadikan temannya.

Jika perangkap pertama menghalangi berbuat baik gagal, maka iblis (syetan) akan berusaha merusak amal kita dengan dua yaitu pertama ‘ujub (bangga diri) merasa diri paling sholeh sedunia, paling banyak amalnya, paling rajin ngajinya dan ibadahnya. Yang kedua akan muncul perasaan riya’ –  beramal/beribadah karena ingin dilihat oleh orang lain.

Tidak ada orang tua yang tidak sayang kepada anaknya. Siapapun itu. Bahkan ketika anaknya dalam kondisi nakal, merepotkan dan membuat resah warga, orang tua dalam batas maksimal akan mendoakan agar anaknya kembali kejalan yang benar. Setelah sebelumnya dinasehati tiada henti. Mengapa anak bisa berbuat nakal, menyusahkan hati orang tuanya? Padahal tidak pernah ada orang tua yang berdoa demikian. Mengapa bisa sedemikian menyimpang dari keinginan orang tuanya? Kenapa orang tuanya Ustadz, tidak mesti anaknya menjadi alim, baik hati dan tidak sombong?

Pertanyaan-pertanyaan senada akan terus bergulir. Menyelimuti. Dalam sebuah hadits saheh dijelaskan bahwa: “Fitrah agama seseorang adalah Islam. Orang tuanyalah yang menyebabkan dia masuk menjadi majusi atau nasrani.” Hadits ini memberikan pelajaran kepada kita bagaimana perkembangan dasar anak, termasuk agamanya kelak, tergantung dari pengaruh dan didikan dari orang tuanya. Baru kemudian adalah lingkungan, termasuk dalam hal ini adalah sekolah/madrasah.

Tidak salah kiranya orang tua selalu berdoa kepada Allah SWT, seperti yang tertera dalam Surat As-Shaffat (37) ayat 100 – “Ya Allah berilah kepada kami keturunan yang sholeh. (Rabbi habli minasholihin). Selain terus berdoa kepada Allah, maka sesungguhnya memang ada upaya-upaya lahiriah yang kita lakukan, untuk mendidik anak kita hingga mengantarkannya ke pintu kesuksesan dunia akherat.

Pertama – Mencarikan tempat pendidikan yang benar. Hampir separuh waktu bahkan lebih anak kita akan habis di sekolah. Maka kalau salah dalam  memasukkan anak, apalagi ke sekolah yang jelas-jelas berseberangan dengan akidah Islam, maka hanya akan menunggu waktu saja-anak kita cepat atau lambat akan keluar dari rel kebenaran. Maka pilih sekolah yang mempuyai visi ke Islaman yang jelas. Saya kira orang tua sedikit mempunyai otoritas dalam hal ini. Kalau anak punya pilihan lain yang justru menyimpang, maka jelaskan, bahwa pendidikan tidak melulu mengejar nilai-nilai kognitif, namun ada kecerdasan lain yang harus dikejar, terutama untuk menanamkan akidah mereka agar tidak keluar dari rel kebenaran.

Kita teringat nasehat yang diberikan Luqman kepada anaknya yang diabadikan dalam Al-Quran, surat Luqman ayat 12-15. Allah memberikan penjelasan begitu rigit bagaimana mendidik anak ala Islami.

Kedua – Cari Pergaulan yang sehat. Pada usia balita hingga SD, bisa jadi orang tua masih dapat mengawasinya dengan maksimal. Namun ketika anak sudah mulai beranjak remaja (SMP), disaat anak sedang mencari jati dirinya, maka pada saat itulah orang tua benar-benar diuji kesabarannya. Sebab pada usia ini, anak sudah mulai mendebat pendapat orang tuanya. Anak sudah mulai bersahabat dengan lingkungan pergaulannya. Anak akan lebih patuh kepada teman sepermainannya dari pada kepada orang tua sendiri. Maka sebagai orang tua, wajib tahu dengan siapa anak kita berteman, dengan siapa mereka bersahabat. Sebab bisa jadi dirumah mereka menjadi anak yang alim, penurut, namun diluar mereka liar. Tanpa kendali dan kendala.

Ketiga – Cari bacaan yang sehat. Termasuk didalamnya adalah bagaimana orang tua menyediakan sarana hiburan sampingan kepada anak-anaknya. Era bermain dengan game, membuat anak dapat kecanduan. Proses ini kalau berlangsung lama dan berlebihan, dapat menyebabkan kebutaan dan menurunnya prestasi belajar anak. Sebab mereka maunya hidup seperti di film-film yang mereka tonton. Maka peran orang tua sebagai pendamping sangat penting.

Janganlah sampai kita terkejut dengan perkembangan anak sendiri, lantaran kesibukan tiada henti. Mereka perlu diperhatikan, dipeluk, didekap, diapresiasi dan didoakan. Sekian.

*Penulis : Mengajar di SMP Muhammadiyah Turi Sleman                                                         

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!