YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) siap menerapkan konsep belajar ‘Merdeka Belajar, Kampus Merdeka (MBKM).’ Saat ini PTM telah selesai menyusun Buku ‘Standar Kemahasiswaan dan Alumni’ yang bakal menjadi pegangan seluruh PTMA untuk mendidik mahasiswanya.
Andy Dwi Bayu Bawono, SE, MSi, PhD, Wakil Bendahara Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah mengemukakan hal tersebut pada seminar internasional Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Tingkat Lanjut secara virtual, Senin (1/3/2021). LKMM Tingkat Lanjut ini digelar Biro Kemahasiswaan dan Alumni, Universitas Ahmad Dahlan (Bimawa UAD) bekerjasama dengan Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah.
Selain Bawono, seminar ini juga menampilkan pembicara Prof Dr Didi Achjari, SE, MCom, Akt, Kepala Lembaga Layanan Dikti (LLDikti) Wilayah V; Assoc Prof Dr Anwarudin H dari University Malaysia Pahang; Profesor Imelda G Parcasio dari Benguet State University, Filipina. Sedang pembicara mahasiswa menampilkan Siti Aminah, Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa, Universitas Ahmad Dahlan (BEM UAD). Selain itu, Nur Zarith Halisa Binti Mohamad Sofi, A Student Representative Council 2019/2020 and 20201/2021 of University Malaysia Pahang; dan Lie-Sun Rahim T Ambasing dari Benguet State University, Filipina.
Lebih lanjut Bawono mengatakan buku pedoman tersebut bertema ‘Mewujudkan Generasi Ulul Albab dalam Membangun Indonesia yang berkemajuan.’ Buku tersebut memuat 17 standar untuk mengelola mahasiswa dan alumni. “Buku ini sedang dalam proses sosialisasi terhadap PTMA yang berjumlah 164 perguruan tinggi se Indonesia,” kata Bawono.
Konsep MBKM, kata Bawono, meliputi delapan kegiatan yaitu pertukaran pelajar, magang atau praktek kerja, mengajar di sekolah, penelitian atau riset, proyek kemanusiaan, kegiatan kewirausahaan, studi atau proyek independen, dan membangun desa atau kuliah kerja nyata tematik.
Menurut Bawono, untuk menerapkan pertukaran pelajar di antara PTMA sangat mudah, karena ada kedekatan secara organisasi. “Misalnya, pertukaran pelajar UAD dengan kampus-kampus PTMA di Jawa dan luar Jawa, serta luar negeri,” kata Bawono.
Selannjutnya, Proyek Kemanusiaan, PTMA memiliki Lazismu dan Muhammadiyah Disaster Managemen Center (MDMC). Keberadaan dua lembaga ini merupakan peluang bagi mahasiswa untuk mendekatkan diri dengan proyek kemanusiaan. “Banyaknya bencana alam di Indonesia mendekatkan mahasiswa pada proyek kemanusiaan. Ini dapat direcoqnisi sebagai pengganti mata kuliah,” terang Bawono.
Sedang Membangun Desa atau Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik bisa digunakan dengan kolaborasi multi disiplin ilmu. Misalnya, mahasiswa Teknik dapat menerapkan teknologi tepat guna di desa yang sudah dibangun dari hasil penelitiannya. Kemudian mahasiswa Ekonomi bisa membantu membangun sistem keuangan desa. Sisi menejemen diambil mahasiswa dari jurusan menejemen, dan keuangan diambil mahasiswa akuntansi. “Tentu ini harus difasilitasi oleh perguruan tingginya,” katanya.
Sementara Didi Achjari mengapresiasi LKMM Tingkat Lanjut yang dilaksanakan UAD. Kegiatan ini dinilainya melatih mahasiswa mendapatkan softskill yang tidak bisa didapatkan hanya belajar melalui internet. Tetapi mereka harus mengalami sendiri di dunia nyata, bekerjasama dengan teamwork mengatasi konflik, gotong royong untuk memecahkan masalah.
“Ini hal-hal yang sulit didapatkan kalau mahasiswa hanya belajar melalui Daring. Tidak semua pendidikan dapat dilakukan secara Daring. Mungkin secara kognitif bisa, tetapi secara afektif dan softskill akan sulit,” kata Didi.
Didi juga mengapresiasi PTMA yang telah menyusun Buku ‘Standar Kemahasiswaan dan Alumni’ dengan 17 standar. Ia memprediksikan buku tersebut dapat membantu peningkatan mutu pendidikan tinggi. “LLDikti sendiri selalu fokus pada mutu pendidikan tinggi. Sehingga adanya 17 standar akan bisa menjamin mutu pendidikan tinggi di lingkungan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah,” kata Didi.
Apalagi, lanjut Didi, standar tersebut akan diterapkan pada 164 PTMA. Ini merupakan potensi yang luar biasa untuk melakukan gotong royong dalam pemberian materi kuliah maupun dalam konteks Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.
Namun masih ada ‘Pekerjaan Rumah (PR)’ besar dalam menerapkan konsep MBKM bagi pimpinan perguruan tinggi. Sebab kegiatan mahasiswa tidak cukup diakomodir dengan didukung waktunya, tetapi juga Satuan Kredit Semester (SKS)-nya.
“Ini yang perlu disusun kurikulum baru agar kegiatan mahasiswa tidak menganggu kegiatan dilakukan secara akademis. Kapan mahasiswa akan mengambil MBKM dan berapa lama, serta konsekuensi biayanya. Biaya kegiatan MBKM itu siapa yang akan menanggung. Ini perlu dipikirkan sejak awal. Agar tidak menimbulkan koflik antara perguruan tinggi dan mahasiswanya,” katanya.