26.7 C
Jakarta

Rembulan di Atas Bukit Pajangan (bagian ke-12 )

Baca Juga:

Jalan Berlubang dan Ban Bocor

Banyak pengalaman ditengah perjalanan kami jumpai saat menjenguk Rohman. Dari  yang biasa-biasa saja hingga terkesan dramatik dan heroik. Pernah satu saat kami coba tengok Rohman di pagi buta. Lepas subuh. Masih cukup gelap. Udara dingin menyergap pori-pori tubuh. Meski memakai  jaket, namun daya tembus dingin pagi itu luar biasa. Namun terdorong ingin melihat kondisi ‘anak lanang’,  maka abai hawa dingin dan kondisi jalan gelap.

“Hati-hati, mas,” kata istri menepuk pundak. Karena terasa jalan sudah mulai naik turun.
“Bismillah,”  jawabku, dengan coba tetap fokus pandangan ke depan. Sebab aku belum hafal benar, lika-liku jalan sepanjang menuju pondok. Terlebih jika kondisi masih gelap. Terlebihlagi  ketika sudah melewati jalan Wates, masuk ke daerah Sedayu arah Pajangan. Kanan kiri pohon jati dan jurang cukup terjal. Meski sudah aspal namun belum semua halus. Dan benar, ada sebuah lubang cukup dalam di tengah jalan, tidak aku lihat dengan seksama. Maka dalam tempo singkat motor oleng. Istri menjerit. Istighfar. Beruntung aku masih bisa kuasai stang motor. Jika tidak, tak tahu apa yang terjadi.

“Berhenti dulu, sudah aku bilang hati-hati, kok ngebut saja,” Istri mulai gelisah. Memasang wajah cemberut, tanda tidak setuju kalau aku ngebut.
“Nggak ngebut kok. Perasaan biasa saja,” jawabku membela diri.
“Biasa bagaimana, coba kalau tadi mas tidak bisa kendalikan stang. Lihat sebelah kiri jalan tuu, “ terangnya lagi. Tanpa disuruh aku mendongak ke kiri. Lumayan tajam dan curam juga. Sebenarnya akupun deg-degan juga. Dengan kejadian baru saja. Namun untuk menunjukkan bahwa aku laki-laki, maka rasa kawatir dan gugup aku simpan. Aku ganti dengan sikap maskulin, sok melindungi dan peduli. Emosi istri mulai menurun. Perjalanan dilanjutkan.

Namun belum genap seratus meter berjalan. Ban motor terasa terseok-seok. Seolah menjerit, berontak  tidak kuat menahan beban kami berdua dan barang bawaan yang sesungguhnya tidak seberapa. Duh, pikirku, ban bocor. Benar. Kami menepi. Namun dipagi buta mana ada bengkel motor buka. Mau tidak mau motor Vario 2011 yang lumayan berat, bahkan dikenal motor terberat edisi di tahun-nya, aku tuntun. Aku tidak tahu ekspresi istri. Yang ada dalam pikiranku hanya segera sampai di pondok, sehingga bisa melihat kondisi Rohman. Meski dari jauh. Ini kali kedua aku lihat Rohman dia sedang main bola, di tanah lapang yang ada di luar pondok. (bersambung ……….)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!