JAKARTA, MENARA62.COM — Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEB) Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTMA) menggelar Curah Gagasan secara online dengan mengambil tema: “Nasib Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi Covid-19”, Sabtu (9/5/2020).
Menurut Ketua Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEB) Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (PTMA), Mukhaer Pakkanna saat dimintai keterangan pada Ahad (10/5/2020) menyatakan beberapa pokok pemikiran berkembang dan menjadi rekomendasi dalam diskusi.
Mukhaer menegaskan bahwa pada masa pandemik Covid-19 ini, semua Negara berorientasi pada kebijakan inward looking. Secara umum, cenderung terjadi de-globalisasi. Sehingga penguatan basis ekonomi domestik, misalnya, pembenahan usaha ultra-mikro, mikro, usaha kecil, menengah, dan koperasi menjadi tidak terelakkan.
“Bahkan, penguatan ketahanan ekonomi keluarga menjadi basis produksi riil kegiatan ekonomi rakyat harus menjadi skala prioritas untuk diafirmasi oleh pemerintah. Secara regional, perlu pula penguatan basis-basis unggulan produk daerah. Setiap daerah harus mampu menggali keunggulan, kapasitas dan daya saing daerahnya,” ujar Sekretaris Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah ini.
Karena itu, tambah Mukhaer, kebijakan pemerintah tidak semata memikirkan menguatkan daya beli rakyat di sisi konsumsi, tapi juga harus memperhatikan perbaikan kualitas produksi, distribusi dan pemasaran usaha rakyat.
Sesungguhnya, kebijakan seperti itu sudah cukup lama menjadi perhatian dan usulan para akademisi. Namun, jelas Mukhaer, dengan adanya pademik Covid-19, menjadi tamparan dan pelajaran berharga bagi Pemerintah bahwa perlu perombakan fundamental atau pergeseran paradigma kebijakan (shifting paradigm policy). Jika tidak, maka momentum wabah ini akan berjalan mubazir (rugi), tidak ada the new normal dalam aktivitas ekonomi
Fakta menujukkan, bahwa di tengah masa pandemik Covid-19 terutama pada kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi hanya 2,97% atau angka tersebut merupakan pertumbuhan kuartalan terendah sejak 2001. Bahkan, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh minus 0,02%. Rendahnya pertumbuhan sektor ini karena kontraksi pada sub sektor tanaman pangan 10,31%.
Ini tandanya apa? tanya Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta ini bahwa kebijakan pemerintah memang tidak pernah serius memperhatikan sektor-sektor yang kontraksi di atas. Padahal sector-sektor tersebut berbasis usaha rakyat dan perdesaan.
Dalam kaitan itu, AFEB-PTMA mengusulkan, bahwa dalam rangka penguatan ekonomi domestik demi kemandirian ekonomi dalam negeri, langkah yang perlu dilakukan, yakni membangun kekuatan ekonomi dalam jaringan bagi usaha rakyat mulai dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu, konektivitas yang didukung oleh infrastruktur digitalisasi ekonomi wajib menjadi perhatian utama sehingga aksesibilitas potensi ekonomi setiap daerah dan potensi usaha ekonomi akan terlihat.
Selain itu, ujar Mukhaer, perlu pemihakan afirmatif bagi usaha ultra-mikro, mikro, kecil, dan menengah tidak semata subsidi, kebijakan fiskal, pembiayaan dengan bunga rendah, tapi juga pendampingan yang konsisten dan kontinyu terutama pada aspek pengemasan produk, kualitas SDM, kualitaas manajemen, pemasaran, dan pelayanan hingga pada aspek advokasi.
Dalam Curah Gagasan tersebut, hadir pula Guru Besar UII Yogyakarta, Edy Suandi Hamid sebagai Keynote Speaker dan dengan Narasumber: Nazarudin Malik (Unmuh Malang), Anton Agus Setyawan (UM Surakarta), Sentot Imam Wahjono (UM Surabaya), Hardi Winoto (UM Semarang), Sigit Hermawan (UM Sidoarjo), dan Abdul Ma’ruf (UM Yogyakarta, dengan moderator Mukhaer Pakkanna (Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta). Acara dihadiri sekitar 100 lebih peserta dari berbagai kalangan akademisi dan praktisi bisnis. (*)