YOGYAKARTA, MENARA62.COM – “Untuk mencapai hasil strategi nasional penurunan stunting, maka hal yang sangat penting adalah komitmen dari semua lini dari tingkat pusat hingga tingkat desa, terlebih desa juga memegang peran yang sangat penting.” Hal tersebut disampaikan oleh Tri Hastuti Nur Rochimah, Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah dalam kegiatan Workshop Analisis Kebijakan dan Implementasi Program Penurunan Stunting, Selasa (7/06/2022).
Dalam acara yang berlangsung secara hybrid tersebut Tri menyampaikan bahwa dengan adanya SDG’S desa maka semua desa memiliki andil dalam penurunan stunting, belum lagi karena semua kementerian juga mempunyai program di tingkat desa. Desa menurut Tri juga memiliki alokasi dana desa yang bisa digunakan untuk penurunan stunting.
Tri melanjutkan bahwa isu stunting masih menjadi PR di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Tri menyebutkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia adalah sebesar 24.4% atau 5.33 juta balita berdasarkan SDGI pada tahun 2021. Sedangkan target penurunan stunting yang diharapkan pemerintah adalah di bawah 14% pada tahun 2024. Angka yang sangat tinggi ini tentu harus menjadi perhatian semua untuk bekerjasama menurunkannya.
Berbicara mengenai upaya penurunan stunting maka disebut Tri bahwa perubahan perilaku masyarakat adalah salah satu poin yang penting dan disini bisa menjadi peran kuat yang dilakukan ‘Aisyiyah. “Perubahan perilaku masyarakat membutuhan dukungan yang sangat kuat dari kita semua yang memiliki tangan dan komunitas di akar rumput seperti ‘Aisyiyah maka ‘Aisyiyah mempunyai peran penting untuk merubah perilaku terkait pemenuhan gizi di keluarga dan penurunan stunting,”jelasnya.
Hingga saat ini ‘Aisyiyah disebut Tri memiliki enam strategi dalam upaya penurunan stunting yakni penguatan kepemimpinan perempuan, pemberdayaan di komunitas, pemenuhan akses layanan, pelibatan tokoh agama, dukungan keluarga, dan advokasi. Salah satu inisiatif yang sudah dilakukan ‘Aisyiyah di komunitas adalah pembentukan Rumah Gizi.
“Rumah Gizi adalah upaya mewujudkan peningkatan status gizi dan pencegahan stunting serta mengembangkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan berbasis komunitas,” terang Tri. Mengapa kerja di tingkat komunitas begitu penitng untuk dilakukan ‘Aisyiyah ? Tri menyebutkan bahwa berdasarkan pembelajaran upaya penurunan stunting di beberapa negara, bahwa pendekatan komunitas dalam penurunan stunting menjadi penting apalagi di tengah masyarakat Indonesia yang bersifat komunal.
Pungkas Bahjuri Ali, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Bappenas RI menyampaikan bahwa anak-anak dengan stunting akan memiliki dampak yang tidak sedikit bahkan akan terasa pada jangka panjang. “Balita yang sekarang ini secara umum di Indonesia 15 tahun mendatang dia hanya akan tumbuh dengan mengembangkan sebesar 54% dari potensi yang seharusnya dimiliki penyebabnya salah satunya adalah karena masalah stunting.” Dengan dampak yang demikian besar maka menurutnya bagaimana generasi masa depan akan dapat bersaing di kancah global. “Perlu percepatan penurunan stunting yakni 10.4% dalam tiga tahun atau 3.5% per tahun untuk mencapai target RPJMN,” ungkap Pungkas.
Dengan dampak yang akan terasa pada jangka panjang, maka Pungkas menyebut bahwa penurunan stunting menjadi program prioritas nasional di bidang kesehatan bersama dengan penurunan kematian ibu dan reformasi sistem kesehatan nasional.
Eny Gustina, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN sangat menekankan pendekatan multisektor dan multipihak dalam upaya penurunan stunting. Kerjasama tersebut menurutnya dilakukan oleh pemerintah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat, dan media. ‘Aisyiyah menurutnya dapat mengambil peran dari kelompok masyarakat yang merupakan partisipasi masyarakat Sipil serta Perguruan Tinggi melalui Tri Darma Perguruan Tinggi yang dimiliki Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
Acara yang digelar oleh Program Inklusi Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah ini mengundang Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur; Dinas PPKB dari Kolaka, Banjar, Lahat, Hulu Sungai Utara, dan Nganjuk; Dinas DPPKBP3A dari Muna Barat, Banyuasin, Tasikmalaya, dan Bojonegoro, serta tim program dan Majelis Kesehatan di Wilayah dan Daerah program Inklusi ‘Aisyiyah.
Melalui Program Inklusi, ‘Aisyiyah bekerja di 5 Provinsi dan 10 Kabupaten/Kota yang bekerjasama dengan The Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia dan Pemerintah RI melalui Bappenas dalam isu penguatan kepemimpinan perempuan untuk pemenuhan akses kesehatan dan ekonomi salah satunya adalah berkontribusi dalam penurunan stunting. (*)