Kelompok budaya di Yogyakarta menggelar aksi budaya untuk mendoakan demokrasi di Indonesia membaik. Uniknya, demonstrasi ini digelar di kompleks pemakaman keluarga dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) di Sawitsari, Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta, Rabu (28/8/2024) sore.
Sejumlah pegiat budaya mengenakan busana tradisional dan membawa sesaji. Peserta ritual doa ini adalah Paguyuban Kawruh Budaya Ngayogyakarta.
“Untuk mencegah kerusakan demokrasi yang lebih parah, maka kami datang ke tempat ini, makam Keluarga Besar UGM, yang di dalamnya bersemayam tokoh-tokoh nasionalis, penjaga demokrasi, dan kaum intelektual untuk mengadu, berkeluh kesah, atas kerusakan demokrasi di negeri ini,” kata Agus Sunandar, koordinator paguyuban tersebut.
Ia menjelaskan, saat ini penghancuran demokrasi sedang terjadi di negeri ini secara masif dan intens. “Etika, moral, norma dan budaya demokrasi semakin jauh berlari demi keserakahan diri. Dunia ini cukup untuk memenuhi keinginan seluruh umat manusia, tapi tidak untuk satu manusia yang serakah,” tandas Agus.
Paguyuban tersebut juga melayangkan kritik kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno yang pernah menjabat sebagai Rektor UGM
“Kami yang dulu memandang Bapak Praktikno sebagai tokoh intelektual, yang memiliki kapabilitas dan kontribusi memajukan negeri ini juga seorang mantan Rektor UGM justru patut kami duga menjadi operator atas kerusakan demokrasi,” katanya.
Menurutnya, ritual ini digelar sebagai perwujudan kecintaan bangsa Indonesia.
Paguyuban Kawruh Budaya Ngayogyakarta merasa prihatin dengan kondisi ini.
“Maka dari itu, kami berencana melakukan aksi teatrikal di Kompleks Makam UGM Sawit Sari, Condongcatur. Mengapa Makam UGM? Kami merasa perlu sambat kepada para leluhur di mana dulu para guru besar UGM menjadi pengayom bagi masyarakat untuk sama-sama menjaga demokrasi,” tutur Agus.