29.2 C
Jakarta

Alumni Belanda Berbagi Pemikiran Terkait Penanganan Covid-19 pada WINNER 2020

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Penguatan kerjasama di pelbagai bidang dan lintas disiplin keilmuan di tengah dan pasca pandemic Covid-19 menjadi salah satu isu yang dibahas pada perhelatan pekan kerjasama pendidikan dan riset Indonesia-Belanda (WINNER) 2020. Salah satunya adalah seputar ‘public health’ dengan diadakannya talk show ‘Strengthening Public Health: Partnering in a time of Covid-19’pada Kamis (26/11/2020).

Dua orang Alumni Belanda yang tergabung dalam Holland Alumni Network Indonesia hadir sebagai pembicara utama di sesi talkshow ini. Pembicara pertama adalah dr. Ahmad Fuady, PhD. Alumnus Erasmus University Medical Center Rotterdam, The Netherlands yang juga merupakan salah satu tim peneliti di fakultas Kesehatan Universitas Indonesia. Pembicara kedua adalah Suci Anatasia, alumnus program beasiswa StuNed di Vrije Universiteit Amsterdam tahun 2016, juga dosen di jurusan Ortotik Prostetik Poltekkes Kemenkes Jakarta 1. Talkshow ini dimoderatori oleh Amalia Hasnida, MSc, peneliti Kesehatan dari Erasmus School of Health Policy and Management, Belanda.

Diskusi selama 90 menit ini bertujuan untuk membahas lebih lanjut bagaimana pandemi Covid-19 mempengaruhi kemajuan pencapaian SDGs dari sudut pandang kesehatan masyarakat dan bagaimana peneliti di Indonesia dan Belanda dapat berkontribusi untuk mengurangi dampak pandemi yang lebih parah di kemudian hari. Pada forum ini, peneliti dan akademisi dari Indonesia dan Belanda saling berbagi ilmu dan pengalaman seputar bagaimana menyusun agenda strategis dalam merespon persoalan ini.

Ahmad Fuady menyoroti isu perlindungan sosial dan pengelolaan biaya Kesehatan yang disebabkan oleh pandemic Covid-19 di Indonesia dan Belanda, juga gambaran besar bagaimana dampak pandemi Covid-19 terhadap capaian SDGs bidang kesehatan. Menurutnya, pandemi mengakibatkan kemunduran capaian target kesehatan global 5-8 tahun ke belakang.

“Tetapi pandemi juga menjadi pintu masuk utama untuk memperbaiki dan mengokohkan sistem kesehatan yang saat ini dijalankan, termasuk di Indonesia,” ungkapnya.

Untuk memecahkan segala persoalan terkait pandemi dan dampaknya pada capaian SDGs, menurut Ahmad Fuady dibutuhkan upaya kolaborasi lintas bidang dan peran. Bukan hanya dari peneliti, tetapi juga bersama knowledge users, seperti pemerintah, pembuat kebijakan, dan implementer program di lapangan.

Kolaborasi, di samping daya utamanya membangun kekuatan bersama, juga perlu disiapkan dengan baik lewat pemahaman yg selaras dan komunikasi yang jernih dari semua pihak yg terlibat.

“Inilah mengapa penguatan Kerjasama dan kolaborasi lintas disiplin ilmu juga sangat dibutuhkan untuk bisa keluar dari krisis pandemi Covid-19 ini,” lanjutnya.

Berbeda dari Fuady, Suci memaparkan bagaimana dampak Covid-19 terhadap Pendidikan Vokasi Kesehatan di Indonesia, khususnya bidang Ortotik Prostetik. Sebab pendidikan ortotik prostetik tidak hanya di kelas namun mayoritas juga dihabiskan dengan praktek Lab dan klinik. Dengan sistem pembelajaran daring, tentu saja hal ini tidak lagi dapat dilakukan sehingga beberapa modifikasi pembelajaran diterapkan untuk tetap menjaga capaian pembelajaran dan kompetensi mahasiswa.

“Untuk mengetahu bagaimana dampak dari pembelajaran daring ini, maka kami melakukan evaluasi melalui survey terhadap pengajar dan mahasiswa Ortotik Prostetik,” jelas Suci.

Survei dilakukan terhadap 537 responden yang berasal dari Jurusan Ortotik Prostetik Poltekkes Jakarta 1 dan Poltekkes Surakarta. Selain itu, survey juga didistribusikan pada sekolah ortotik di Asia Tenggara diantaranya SSPO (Thailand), CSPO (Kamboja), MSPO (Myanmar) dan SLSPO (Srilanka). Survei dilakukan untuk mengetahui beberapa poin diantaranya terkait persepsi mahasiswa dan pengajar mengenai proses alih keilmuan (knowledge transfer), kemudahan akses, keuntungan serta kendala yang dirasakan selama pembelajaran daring.

Dari survey tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran ‘daring’ dalam bidang ortotik prostetik tidak menghasilkan ketrampilan dan kompetensi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena dalam pendidikan vokasi khususnya ortotik prostetik pembimbingan (bed side teaching) dan praktek yang dilakukan secara langsung (hands on) merupakan kunci keberhasilan pencapaian kompetensi mahasiswa.

Selain itu, terdapat juga beberapa kendala yang dirasakan oleh mahasiswa terutama adalah kurangnya waktu untuk mengasah keterampilan praktek di laboratorium dan klinik. Belum lagi kendala teknis seperti koneksi internet, listrik, gadgets dan extra biaya untuk kuota internet yang masih menjadi kendala yang sangat besar dirasakan oleh mahasiswa. Dilain pihak, kendala yang diasakan pengajar adalah terbatasnya kemampuan literasi digital dan kemampuan merancang media pembelajaran interaktif terkait praktek seperti video demo/simulasi.

Suci juga mengungkapkan pentingnya menjaga dan memperkuat kolaborasi. “Selain kolaborasi dengan pihak di Indonesia dan Asia Tenggara, kolaborasi dengan peneliti Belanda juga sangatlah esensial untuk mewujudkan pengembangan terkait kesinambungan (sustainability) pelayanan ortotik prostetik di masa datang yaitu melibatkan teknologi 3D printing dan metode baru daur ulang,” jelasnya.

Dito Alif Pratama, Alumni Officer Nuffic Neso Indonesia, mengungkapkan rasa bahagianya melihat banyak alumni Belanda yang ikut aktif dalam acara ini. Partisipasi aktif alumni Belanda  dalam berbagai lintas disiplin ilmu, mulai dari hukum, ekonomi, pendidikan dan Public Heath, menjadi salah satu bukti nyata akan semangat mereka untuk berkontribusi dalam penelitian dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dan juga secara tidak langsung berkontribusi untuk membantu percepatan pencapaian 17 tujuan pembangun berkelanjutan (SDGs).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!