Oleh: Budiawan, Cangkrukan
JAKARTA, MENARA62.COM – Suara teriakan bercampur gas air mata memenuhi udara di sekitar Senayan, Jumat sore, 29 Agustus 2025. Ribuan orang menuntut agar DPR menghapus tunjangan rumah dinas yang nilainya dianggap mencekik rasa keadilan rakyat. Di tengah ricuh, seorang pengemudi ojek online tewas setelah tertabrak kendaraan polisi. Tragedi itu jadi bahan bakar yang menyulut kemarahan lebih luas.
Berbeda dengan kerusuhan 1998 yang penuh amuk tak terkendali, pola protes kali ini jauh lebih terarah. Sasaran massa bukan toko atau pasar, melainkan gedung DPR, kantor polisi, dan rumah pejabat tertentu. Fasilitas umum memang ada yang rusak, tetapi skalanya kecil. Pesan yang mengemuka jelas: amarah rakyat ditujukan pada DPR dan aparat.
Dua hari kemudian, Minggu 31 Agustus, Presiden Prabowo Subianto muncul di Istana. Di sampingnya duduk para ketua umum partai politik. Mata publik tertuju pada sosok Megawati Soekarnoputri, yang sejak lama renggang dengan Jokowi, kini duduk rapat di sisi Prabowo. Namun satu kursi terasa kosong: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak hadir.
Spontanitas atau Ada Dalang?
Pertanyaan yang ramai di publik: apakah aksi ini murni spontan, atau ada dalang politik?
Hingga kini, indikasi terkuat tetap pada spontanitas. Rasa ketidakadilan sosial akibat tunjangan DPR dan tragedi kematian ojol sudah cukup memicu massa turun ke jalan. Narasi di lapangan konsisten mengarah pada kecaman terhadap DPR dan aparat.
Namun, di atas panggung jalanan itu, kepentingan elite saling berkelindan. Ada lapisan tersembunyi yang ikut memanaskan situasi:
Gagalnya negosiasi elite (antara Hasyim dan adik Rizal Chalid).
Penangkapan besar-besaran Kejagung terhadap mafia migas, sawit, tanah, tambang, narkoba, judi online, hingga kasus PT Timah dan Pertamina.
Ketidakpuasan keluarga Jokowi karena Gibran tidak dilibatkan penuh dalam pemerintahan.
Kebijakan Prabowo yang berseberangan dengan Jokowi, seperti pengembalian jabatan Kunto, amnesti untuk Tom Lembong, dan rehabilitasi Hasto.
Kecemasan barisan “genk Solo” yang terancam reshuffle (Bahlil, Tito, Budi Arie, Dito, Kapolri Sigit, BG, dll).
Akumulasi kekecewaan civil society, buruh, mahasiswa, dan kelompok Islam yang menilai Prabowo tetap di bawah bayang Jokowi.
Elit global yang mulai merasa kepentingannya terancam oleh arah kebijakan Prabowo.
Semua ini menjadi bahan bakar tambahan yang menyertai protes rakyat.
Spektrum Kelompok Aksi
Akumulasi kepentingan itu melahirkan setidaknya lima aliran dalam demonstrasi 25–28 Agustus:
1. Genk Solo, oligarki, dan elit global – memakai jaringan parcok, anarko, mahasiswa binaan, dan preman untuk menciptakan rusuh. Tujuannya: mendelegitimasi pemerintahan Prabowo hingga ia jatuh.
2. Elit politik yang takut direshuffle – menunggangi demo sebagai alat tawar-menawar agar tetap aman di kabinet.
3. Oposisi dan anti-Jokowi – menekan Prabowo agar memecat menteri pro-Jokowi, memakzulkan Gibran, bahkan menyeret Jokowi ke pengadilan.
4. Civil society tengah – menolak Jokowi dan juga Prabowo yang dianggap hedonis, militeristik, dan otoriter; mereka mendorong kembali ke UUD 1945 dan pemilu ulang.
5. Kelompok oportunis – preman atau bayaran yang ikut demi keuntungan sesaat.
Jika dikerucutkan, spektrum itu sebenarnya hanya terbagi dua:
Kelompok Penjahat – mafia, oligarki, elit politik tersandera, dan kepentingan global. Tujuan mereka hanya kuasa dan cuan. Mereka bisa saja berkompromi dengan Prabowo, tapi juga siap melengserkannya bila perlu, agar Gibran naik ke RI-1.
Kelompok Beda Pendapat – civil society, akademisi, ulama, mahasiswa, aktivis. Mereka masih berharap Prabowo bisa berubah, melepaskan diri dari cengkeraman “penjahat”, dan benar-benar berpihak pada rakyat.
Retaknya Elite, Menguatnya Simbol
Absennya Gibran dalam konferensi pers bersama Prabowo dan para ketum parpol menimbulkan spekulasi. Apakah ini tanda renggangnya hubungan Prabowo–Gibran–Jokowi?
Sebaliknya, kehadiran Megawati justru menjadi simbol politik yang kuat. Setelah lama dingin dengan Jokowi, Mega kini tampil mendampingi Prabowo di Istana. Apakah ini sekadar gestur persatuan di tengah krisis, atau benih aliansi baru, masih harus ditunggu.
Yang jelas, pola kemarahan publik tidak menyasar Jokowi, melainkan duet Prabowo–Gibran serta DPR. Fokus keresahan sudah bergeser ke pemerintahan saat ini.
Apa yang Perlu Dipantau
Beberapa pekan awal September akan jadi penentu. Ada sejumlah hal yang harus dicermati:
1. *Investigasi kematian ojol.* Bila aparat terbukti lalai, tekanan untuk mencopot pejabat kepolisian bisa membesar.
2. *Respons DPR terhadap pemangkasan tunjangan.* Jika DPR menolak, Prabowo bisa tampil sebagai presiden pro-rakyat melawan parlemen.
3. *Kehadiran Gibran di acara kenegaraan.* Absensi berulang akan memperkuat spekulasi keretakan di lingkar istana.
4. *Sikap PDIP dan Megawati.* Dukungan atau kritik tajam dalam dua minggu ke depan akan mengubah peta koalisi.
5. *Skala demonstrasi.* Apakah mereda setelah ada konsesi, atau justru meluas ke kota-kota lain.
*12 Butir Hasil Pertemuan Presiden dengan Parpol*
Dalam jumpa pers di Istana, Minggu 31 Agustus, Presiden Prabowo bersama para ketua umum partai menyepakati 12 butir keputusan penting sebagai respons atas krisis:
1. *Cabut tunjangan DPR* yang dianggap memberatkan rasa keadilan rakyat.
2. *Moratorium perjalanan dinas ke luar negeri* bagi anggota DPR, kecuali untuk kepentingan yang sangat mendesak dan strategis.
3. *Instruksi kepada partai politik* untuk segera mencopot kader atau anggota yang terbukti bermasalah dan merugikan bangsa.
4. *Anggota DPR diminta peka dan berpihak kepada rakyat*, bukan hanya pada kepentingan kelompok atau partai.
5. *Investigasi terbuka kasus kematian pengemudi ojol* untuk memastikan keadilan ditegakkan dan aparat bertanggung jawab.
6. *DPR mengundang tokoh masyarakat, mahasiswa, dan organisasi sipil* untuk membuka dialog publik demi meredam ketegangan.
7. *Pesan Presiden kepada keluarga agar tidak ikut dalam aksi demonstrasi*, demi keselamatan dan mencegah korban baru.
8. *Penegasan bahwa aksi rakyat adalah bagian dari demokrasi*, tetapi harus dilakukan damai tanpa merusak fasilitas publik.
9. *Peringatan keras terhadap aparat* agar tidak bertindak represif dan mengutamakan pendekatan persuasif.
10. *Ajakan gotong royong menjaga lingkungan dan keselamatan keluarga*, sebagai bentuk solidaritas sosial di masa krisis.
11. *Narasi kewaspadaan nasional:* ada kelompok yang tidak menginginkan Indonesia bangkit, sehingga bangsa harus tetap bersatu.
12. *Komitmen bersama elite politik* untuk mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai.
*Indikator Keputusan Besar*
Dalam 1–2 minggu ke depan, ada beberapa *strong indicator* yang bisa memicu langkah besar dari Presiden Prabowo:
* *Eskalasi aksi massa.* Jika korban bertambah atau target makin spesifik, reshuffle kabinet atau pencopotan Kapolri bisa jadi opsi.
* *Hasil investigasi ojol.* Jika publik menilai hasilnya “putih-putih”, kemarahan bisa memuncak kembali. Sebaliknya, pencopotan pejabat bisa jadi langkah pemulihan.
* *Sikap DPR.* Penolakan terhadap pemangkasan tunjangan memberi peluang Prabowo mengusung narasi “rakyat vs DPR”.
* *Gestur PDIP.* Jika Megawati mulai merapat ke Prabowo, konstelasi politik nasional bisa berubah drastis.
* *Kehadiran Gibran.* Indikator paling cepat terbaca untuk menakar relasi Prabowo–Jokowi.
*Penutup*
Kemarahan rakyat kali ini bukan sekadar ledakan emosi, melainkan protes yang terarah. Tapi di balik itu, ada kontestasi elite dan kepentingan global yang ikut bermain.
Prabowo kini berdiri di persimpangan. Ia bisa memilih berkompromi dengan “kelompok penjahat” yang dulu ikut mengantarkannya ke kursi presiden, atau merangkul “kelompok beda pendapat” yang menuntut perubahan demi rakyat.
September 2025 akan menjadi ujian awal bagi Presiden Prabowo. Dari caranya menjawab tuntutan rakyat dan mengelola peta elite, kita akan melihat apakah ia bisa menjaga legitimasi, atau justru terseret arus krisis yang lebih dalam.
—
*Referensi Utama*
* *Detik News* – “Seluruh Pimpinan Parpol Hadir di Istana, Termasuk Megawati” (31/8/2025)
* *Kumparan* – “Prabowo Jumpa Pers Bareng Ketum Parpol, Tak Ada Gibran” (31/8/2025)
* *Bisnis Indonesia* – “Gibran Tak Ada pada Pertemuan Prabowo dengan Pimpinan Partai” (31/8/2025)
* *Jawapos* – “Prabowo Didampingi Megawati, Gibran Kemana?” (31/8/2025)
* *The Guardian* – “Protests over MPs’ perks turn deadly in Jakarta” (31/8/2025)
* *Reuters* – “Indonesia protests flare after police vehicle hits motorbike courier” (30/8/2025)
* *Al Jazeera* – “Indonesia’s Prabowo pledges to cut MPs’ perks amid protests” (31/8/2025)
—
