29.8 C
Jakarta

Asal Pernah Jadi Kepala Daerah, Bisa Dicalonkan Sebagai Capres atau Cawapres

Maklumat Juanda 2023

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Asal Pernah Jadi Kepala Daerah, Bisa Dicalonkan Sebagai Capres atau Cawapres. Itulah keputusan Mahkamah Konsitusi yang diputuskan hari ini, Senin (16/10/2023).

Salah satu bagian yagn dibacakan hakim MK adalah “Dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun.”

Maklumat Juanda 2023

Menyambut putusan MK ini, di Jalan Juanda Jakarta, sekelompok tokoh dan relawan yang selama ini menjadi pendukung Presiden Joko Widodo mengungkapkan pernyataan penyesalannya.

Tokoh itu diantaranya Direktur Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid, mantan ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas, mantan pemred Tempo Goenawan Mohamad, seniman Butet Kartaredjasa,

Pernyataannya dinamakan Maklumat Juanda 2023: reformasi kembali ke titik nol.

Berikut isi maklumat yang dibacakan:

Reformasi kembali ke nol. Mundurnya Reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. Reformasi dan Demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, dikhianati.

Kedaulatan rakyat disingkirkan. Ruang publik dipersempit, oposisi menjelma aliansi kolusif, lembaga anto-korupsi dilemahkan, dan kekuatan eksektif ditebalkan. Yang menentukan nasib kita: kekuasaan pemimpin nasional dan para majikan partai. Penguasa menyalahgunakan demokrasi melalui peraturan perundang-undangan, mulai dari Revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja. Konflik kepentingan pejabat kabinet sangat kuat. Prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar di era rezim Soeharto. Penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek.

Politik dinasti terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri. Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara/Presiden yang berkuasa.

Presiden pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga.

Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor.

Kami memergoki perilaku politik yang nista dari penguasa dan kalangan atas ini. Ukuran moral, tentang yang adil dan tidak adil, yang patut dan tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu.

Itu sebabnya di sini kami, sejumlah warga negara dari pelbagai kalangan, bersuara. Indonesia memerlukan politik yang diabdikan untuk kedaulatan rakyat.

Kami mendesak para pemimpin bangsa, terutama Kepala Negara, Presiden Jokowi, agar memberi teladan, dan bukan memberi contoh buruk memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!